Banjir di Libya: Jumlah Korban Tewas Melonjak, Tembus 11 Ribu Jiwa
Jumlah korban tewas akibat banjir di Kota Derna, Libya terus melonjak. 11.300 orang kehilangan nyawanya, sementara ribuan lainnya masih hilang.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Jumlah korban tewas akibat banjir di Kota Derna, Libya terus melonjak.
Dilansir AP News, saat ini banjir di Libya telah menyebabkan 11.300 orang kehilangan nyawanya.
Menurut pernyataan Libyan Red Crescent (Bulan Sabit Merah Libya), tingginya jumlah korban dipicu oleh jebolnya dua bendungan saat hujan lebat.
Selain itu, upaya pencarian korban yang masih hilang juga terus dilakukan.
Baca juga: 7 Fakta Banjir di Kota Derna Libya, Bendungan Jebol, Infrastruktur Terbengkalai hingga Korban Jiwa
Marie el-Drese, Sekjen Libyan Red Crescent, menambahkan bahwa 10.100 dilaporkan hilang di Kota Derna.
Sebelumnya, Otoritas kesehatan menyebutkan jumlah korban tewas di Derna sebanyak 5.500 orang.
Badai tersebut juga menewaskan sekitar 170 orang di wilayah lain di negara tersebut.
Menurut Elie Abouaoun, direktur Libya di Komite Penyelamatan Internasional, berbagai faktor membuat Libya benar-benar porak-poranda.
Gabungan dari jalan rusak, kegagalan jaringan komunikasi, warisan konflik sipil selama bertahun-tahun, dan dampak perubahan iklim semuanya berkontribusi menjadikan Libya mengalami salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
"Ini sangat menyedihkan," kata Elie kepada NBC News.
Libya telah terperosok dalam konflik sejak pemberontakan tahun 2011 yang menggulingkan diktator lama, Moammar Gadhafi.
Bagaimana Konflik di Libya Memengaruhi Bencana?
Kehancuran yang terjadi bukan mencerminkan dahsyatnya badai, tetapi juga kerentanan Libya.
Libya yang kaya akan minyak telah terpecah di antara pemerintahan-pemerintahan yang bersaing selama kurang lebih satu dekade terakhir.
Satu di wilayah timur, yang lainnya di ibu kota, Tripoli dan salah satu dampaknya adalah meluasnya pengabaian terhadap infrastruktur.
Dua bendungan yang hancur di Libya dibangun pada 1970-an silam.
Sebuah laporan oleh badan audit yang dikelola negara pada tahun 2021 mengatakan bendungan-bendungan tersebut tidak dipelihara meskipun ada alokasi lebih dari 2 juta euro untuk tujuan tersebut pada tahun 2012 dan 2013.
Perdana Menteri Libya yang berbasis di Tripoli, Abdul-Hamid Dbeibah, mengakui masalah pemeliharaan tersebut dalam rapat Kabinet hari Kamis (15/9/2023).
Ia meminta Jaksa Penuntut Umum untuk segera membuka penyelidikan atas runtuhnya bendungan tersebut.
Bencana ini menghadirkan momen persatuan yang jarang terjadi, ketika lembaga-lembaga pemerintah di seluruh negeri bergegas membantu daerah-daerah yang terkena dampak.
Sementara pemerintah Libya timur yang berbasis di Tobruk memimpin upaya bantuan, pemerintah barat yang berbasis di Tripoli mengalokasikan dana setara dengan 412 juta dolar AS untuk rekonstruksi di Derna dan kota-kota timur lainnya.
Sementara kelompok bersenjata di Tripoli mengirimkan konvoi bantuan kemanusiaan.
(Tribunnews.com/Deni)