Pengadilan Kriminal Internasional Buka Kantor di Ukraina, Serius Mau Tangkap Putin di Rusia?
Dibukanya kantor ICC di Ukraina itu disebutkan sebagai bagian dari upaya untuk meminta pertanggungjawaban pasukan Rusia atas dugaan kejahatan perang
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Pengadilan Kriminal Internasional Buka Kantor di Ukraina, Serius Mau Tangkap Putin di Rusia?
TRIBUNNEWS.COM - Jaksa Agung Ukraina, Andriy Kostin, mengabarkan, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah membuka kantor di Kyiv.
Dibukanya kantor (field office) ICC di Ukraina itu disebutkan sebagai bagian dari upaya untuk meminta pertanggungjawaban pasukan Rusia atas dugaan kejahatan perang.
Seperti diketahui, pemerintahan Kyiv telah menyerukan pembentukan pengadilan khusus untuk meminta pertanggungjawaban Moskow atas dugaan kejahatan perang yang dilakukan selama periode invasi, yang dimulai pada 24 Februari 2022.
Baca juga: Vladimir Putin: Pendapatan Rusia Kini Dua Kali Lipat dari Aset Negara yang Dirampas Barat
“Hari ini menandai langkah penting dalam perjalanan kita menuju penegakan keadilan,” tulis Jaksa Agung Andriy Kostin di media sosial.
“Kantor lapangan Pengadilan Kriminal Internasional telah dibuka di Ukraina, kantor ICC terbesar di luar Den Haag. Kini kerja sama kita akan semakin efektif dan efisien,” katanya.
Pembukaan kantor ICC di Ukraina ini dilakukan setelah lembaga itu memutuskan untuk membuka penyidikan terhadap Rusia atas dugaan kejahatan perang pada Maret lalu di Den Haag pada bulan Maret.
Keputusan ICC mengusut dugaan kejahatan perang yang dilakukan Rusia dalam invansinya itu disebut Kyiv sebagai langkah pertama yang “bersejarah” menuju pengadilan bagi pada pemimpin Moskow.
“Tidak seperti rezim kriminal Rusia, Ukraina tidak menyembunyikan apa pun,” kata Kostin.
“Bersama dengan seluruh dunia yang beradab, kita dipersatukan oleh satu tujuan – untuk memastikan penyerang bertanggung jawab atas semua kejahatan yang dilakukan,” tambahnya.
Beberapa negara Barat telah mengirimkan penyelidik ke Ukraina pada berbagai tahap perang untuk membantu Kyiv menyelidiki kejahatan yang dilakukan pasukan Rusia.
ICC, yang berbasis di Den Haag, sedang menyelidiki kemungkinan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan selama perang melawan Ukraina.
Mereka juga telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin atas perpindahan ilegal anak-anak Ukraina ke Rusia.
Rusia: Keterlaluan!
Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengomentari surat penangkapan Putin pada Jumat (17/3/2023).
"Kami menganggap perumusan masalah ini keterlaluan dan tidak dapat diterima," kata Dmitry Peskov kepada wartawan, dikutip dari TASS.
"Rusia, serta beberapa negara lain, tidak mengakui yurisdiksi pengadilan ini dan, oleh karena itu, keputusan semacam ini batal bagi Rusia dalam hal hukum," lanjutnya.
"Sebenarnya, itulah satu-satunya hal yang akan dan dapat saya ceritakan tentang keputusan ini," tambahnya.
Alasan ICC Ingin Tangkap Vladimir Putin
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merilis sebuah laporan awal pekan ini yang menemukan pemindahan paksa anak-anak Ukraina oleh Rusia ke daerah-daerah yang berada di bawah kendalinya.
PBB menyebut deportasi ini sebagai kejahatan perang, dikutip dari BBC Internasional.
ICC juga mengatakan memiliki alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa Putin melakukan tindakan kriminal secara langsung, serta bekerja sama dengan orang lain.
ICC juga menuduhnya gagal menggunakan kekuasaan kepresidenannya untuk menghentikan deportasi anak-anak.
Akankah ICC Tangkap Vladimir Putin?
Pertanyaan ini menjadi hal yang muncul pertama kali saat mendengar berita ini.
Sejauh ini, Rusia bukan anggota ICC, sehingga tidak mungkin Rusia melaksanakan surat perintah itu.
Namun, ICC memberlakukan surat perintah penangkapan ini kepada negara-negara anggota ICC, dikutip dari France24.
ICC meminta negara anggotanya untuk melaksanakan penangkapan Presiden Vladimir Putin jika Putin berkunjung ke negaranya.
Jaksa ICC Karim Khan membenarkan rencana ini, jika Putin mengunjungi satu dari 123 anggotanya.
Terkait hal ini, Dmitry Peskov tidak mengomentarinya.
"Saya tidak menambahkan apapun tentang topik ini," kata Dmitry Peskov, dikutip dari TASS.
Selain Vladimir Putin, ICC juga merilis surat penangkapan Komisaris Hak Anak Rusia, Maria Lvova-Belova.
Sebagai informasi, ada banyak negara yang bukan anggota ICC, termasuk China, India, Rusia, dan Amerika Serikat.
Halangan Lainnya, Rusia Tak Akui ICC
Rusia tidak mengakui yuridiksi ICC dan bukan anggota ICC.
Pihak Rusia menilai, mereka tidak mengekstradisi warganya dalam hal apapun.
Seperti yang dibicarakan oleh Dmitry Peskov, Rusia tidak mengakui yuridiksi itu, sehingga keputusan dibatalkan.
Rusia sebenarnya menandatangani Statuta Roma pendiri pengadilan, tetapi tidak meratifikasinya untuk menjadi anggota.
Namun, Rusia menarik tanda tangannya atas perintah Putin pada 2016, setelah ICC meluncurkan penyelidikan atas perang tahun 2008 di Georgia.
Kasus Serupa
Jauh sebelum merilis surat penangkapan Presiden Rusia Vladimir Putin, ICC pernah menerbitkan surat serupa pada Presiden Sudan di masa lalu.
Sudan juga bukan anggota ICC, namun ICC mengajukan surat penangkapan pada presiden terdahulu.
Mantan Presiden Sudan, Omar al-Bashir, juga menjadi target penangkapan ICC untuk diadili.
Namun, ia masih bisa mengunjungi sejumlah negara anggota ICC termasuk Afrika Selatan dan Yordania meskipun tunduk pada surat perintah ICC.
Omar al-Bashir digulingkan pada 2019, namun Sudan belum menyerahkannya hingga saat ini.
Kasus pada Omar al-Bashir ini menggambarkan negara-negara anggota ICC tidak selalu melakukannya, terutama jika melibatkan kepala negara seperti Putin.
Baca juga: Polandia akan Kirim 4 Jet Tempur MiG-29 ke Ukraina, AS Tak Ingin Ikuti Langkahnya
Surat Perintah ICC Sulit Dilakukan
Seorang profesor di Columbia Law School, Matthew Waxman, berkomentar soal surat perintah penangkapan Vladimir Putin.
"Itu adalah langkah yang sangat signifikan oleh ICC, tapi kemungkinan kecil kita akan melihat Putin ditangkap," katanya, dikutip dari France24.
Sejauh ini, ICC baru berhasil mengadili tokoh penting di negara anggotanya.
Misalnya, Liberia dan Serbia, yang merupakan anggota ICC.
ICC mengadili presiden Liberia, Taylor, pada 2012 atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
ICC juga mengadili mantan pemimpin Serbia Bosnia, Radovan Karadzic, akhirnya ditangkap pada 2008 dan dihukum karena genosida oleh pengadilan.
(oln/tmt/*/rt)