Etnis Armenia Tuntut Jaminan Keamanan sebelum Berikan Senjatanya kepada Azerbaijan
Meski sudah setuju untuk hentikan perang, etnis Armenia masih memerlukan jaminan keamanan sebelum menyerahkan persenjataan mereka kepada Azerbaijan.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Etnis Armenia di Nagorno-Karabakh meminta jaminan keamanan sebelum menyerahkan senjata mereka kepada Azerbaijan, ujar seorang penasihat pemimpin mereka pada hari Kamis (21/9/2023).
Permintaan ini dilontarkan sehari setelah Azerbaijan mengklaim kendali atas wilayah Nagorno-Karabakh yang diperebutkan itu.
Dilansir Reuters, pihak berwenang Armenia di Karabakh sempat menuduh Azerbaijan melanggar gencatan senjata yang disepakati pada hari Rabu (20/9/2023).
Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan tuduhan bahwa pasukannya telah melanggar gencatan senjata "tidak benar."
Dua sumber di kota utama Karabakh mengatakan kepada Reuters bahwa mereka mendengar suara tembakan keras pada Kamis pagi, namun tidak jelas siapa yang melepaskan tembakan itu.
“Kami memiliki kesepakatan mengenai penghentian aksi militer tetapi kami menunggu kesepakatan akhir – pembicaraan sedang berlangsung,” ungkap David Babayan, penasihat pemimpin etnis Armenia di Nagorno-Karabakh, Samvel Shahramanyan, kepada Reuters.
Baca juga: Etnis Armenia dari Nagorno-Karabakh Tuduh Azerbaijan Langgar Gencatan Senjata
Ditanya soal penyerahan senjata, Babayan mengatakan rakyatnya tidak bisa dibiarkan mati sehingga perlu jaminan keamanan terlebih dahulu.
“Banyak pertanyaan yang masih perlu diselesaikan,” katanya.
“Setiap saat mereka bisa menghancurkan kami, melakukan genosida terhadap kami.”
Azerbaijan menyatakan telah menyetujui permintaan untuk menyediakan bahan bakar dan bantuan kemanusiaan ke Karabakh.
Pembicaraan tersebut berlangsung di kota Yevlakh, Azerbaijan, antara Azerbaijan dan perwakilan Republik Artsakh, sebutan bagi orang Armenia Karabakh.
Azerbaijan, negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, membantah tuduhan pembersihan etnis yang dilontarkan Armenia.
Azerbaijan mengatakan pihaknya menginginkan "reintegrasi" terhadap populasi etnis Armenia dan Kristen di wilayah tersebut.
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mengatakan pada hari Rabu bahwa warga Armenia akan menikmati hak pendidikan, budaya dan agama secara penuh, namun menyampaikan pesannya dengan retorika nasionalis yang keras.
"Semua kelompok etnis dan agama akan bersatu sebagai “satu kepalan tangan – demi Azerbaijan, demi martabat, demi Tanah Air”, katanya di televisi pemerintah.
Tentang Karabakh
Baca juga: Demo di Armenia Tuntut PM Pashinyan Mundur, Kecewa Nagorno-Karabakh Jatuh ke Azerbaijan
Wilayah Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan.
Tetapi secara de facto, Karabakh memisahkan diri pada tahun 1990an ketika Uni Soviet runtuh.
Memulihkan kendali atas Karabakh telah menjadi impian bagi Aliyev.
Dalam sebuah operasi militer yang dilancarkan Azerbaijan ke wilayah tersebut pada hari Selasa, setidaknya 200 orang tewas di pihak Karabakh.
Aliyev mengatakan beberapa warga Azerbaijan tewas sebagai "martir" dan tentara lainnya terluka, tanpa menyebutkan berapa jumlahnya.
Jatuhnya Karabakh ke tangan Azerbaijan adalah pil pahit bagi kelompok separatis dan bagi Armenia.
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengakui dalam pidatonya bahwa rakyat Armenia mengalami “penderitaan fisik dan psikologis yang tak terkira”.
Namun dia mengatakan, untuk menjamin kelangsungan hidupnya, negaranya sangat membutuhkan perdamaian.
Pembicaraan perdamaian
Seorang ajudan Aliyev mengatakan Azerbaijan telah memberi Armenia rancangan perjanjian perdamaian baru, kantor berita Rusia RIA melaporkan.
Baca juga: Azerbaijan Klaim Kemenangan setelah Separatis Armenia yang Kuasai Karabakh Menyerah
Rusia, yang memiliki pasukan penjaga perdamaian di wilayah tersebut, juga tidak melakukan apa pun untuk menghalangi serangan Azerbaijan.
Hal itu membuat orang Armenia marah yang sebelumnya memandang Moskow sebagai sekutu dan pelindung mereka.
Di Yerevan, ibu kota Armenia, ribuan pengunjuk rasa pada Rabu malam mengecam kegagalan pemerintah mereka melindungi Karabakh.
Banyak yang menuntut pengunduran diri PM Nikol Pashinyan.
Nasib Warga
Di Karabakh, banyak warga etnis Armenia meninggalkan rumah mereka dalam tiga hari terakhir.
Beberapa berkumpul di bandara di kota utama dan yang lainnya berlindung di pasukan penjaga perdamaian Rusia.
Di sisi perbatasan Armenia dengan Azerbaijan, di lereng bukit terpencil dekat desa Kornidzor, pria-pria Armenia dalam barisan sekitar 20 mobil berdiri menunggu teman dan keluarga yang terjebak di Karabakh.
Seorang pria bernama Hayk mengatakan dia menghabiskan waktu berhari-hari di perbatasan dengan harapan menemukan ayahnya, yang berada di Karabakh untuk bekerja.
Penduduk Stepanakert, ibu kota Karabakh yang oleh Azerbaijan disebut Khankendi, mengatakan tidak ada listrik di sana.
Baca juga: Bentrok Azerbaijan Vs Armenia di Nagorno-Karabakh, Peran Rusia Dipertanyakan
Toko-toko juga kosong, dan orang-orang menyalakan api di halaman untuk memasak makanan apa pun yang mereka dapat temukan.
“Ada banyak pengungsi dari desa, mereka baru saja pindah ke kota dan tidak punya tempat untuk bermalam,” kata Gayane Sargsyan, yang menjalankan bisnis kesehatan di kota tersebut.
Melalui pesan suara, dia mengatakan kepada Reuters bahwa rumor beredar tentang apa yang akan terjadi selanjutnya dan orang-orang berada dalam kekacauan dan kebingungan.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)