Ribuan Kapal Armada Hantu USV, Cara AS Tandingi Keperkasaan China di Kawasan Indo-Pasifik
Kapal 'Armada Hantu' Angkatan Laut AS melakukan kunjungan pertama di Pasifik Barat saat Pentagon berupaya melawan kekuatan militer China dengan drone
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Ribuan Kapal Armada Hantu, Cara AS Tandingi Keperkasaan China di Kawasan Indo-Pasifik
TRIBUNNEWS.COM - Kapal drone Angkatan Laut Amerika Serikat, atau kapal permukaan tak berawak (unmanned surface vessel/USV), dilaporkan melakukan kunjungan pertama ke sekutu utama AS, Jepang, di Pasifik Barat pekan ini.
Kedatangan dua kapal besar tanpa awak ini menandai kebijakan Pentagon untuk mengembangkan drone sebagai alat untuk melawan kekuatan militer Tiongkok.
Dua USV tersebut, Ranger dan Mariner, tiba di Pangkalan Armada Yokosuka di Jepang pada Senin, kemarin.
Baca juga: Rusia Vs NATO, Siapa Menang Jika Perang Terbuka Pecah? Ini Perbandingan Kekuatan Militernya
Hal itu dikabarkan oleh Armada ke-7 Angkatan Laut AS dalam sebuah pernyataan pada Kamis (21/9/2023).
Kunjungan ini merupakan bagian dari kegiatan Integrated Battle Problem (IBP) 23.2, semacam latihan tempur berkelanjutan yang berfokus pada pengujian, pengembangan, dan evaluasi kemampuan kapal drone.
Proyek Ghost Fleet Overlord
Kedua kapal tersebut, seperti beberapa kapal lainnya, adalah bagian dari proyek yang disebut Ghost Fleet Overlord.
Proyek ini dimulai pada 2018 silam dan merupakan cara untuk mengintegrasikan kapal permukaan besar tak berawak ke dalam bagian dari Angkatan Laut AS.
Ranger dan Mariner adalah bagian dari Unmanned Surface Vessel Division ONE (USVDIV-1), sebuah unit Angkatan Laut AS yang bertugas mengelola integrasi dan eksperimen kapal drone.
“Teknologi tak berawak dan otonom adalah kunci untuk mengembangkan kerangka operasi maritim terdistribusi kami,” kata Laksamana Muda Blake Converse, wakil komandan Armada Pasifik AS, dalam pernyataan itu.
“Dengan memperbanyak kehadiran kami di Pasifik dan meningkatkan kesadaran situasional dan tingkat kematian armada, kami memberikan lebih banyak pilihan untuk membuat keputusan yang lebih baik di semua tingkat kepemimpinan,” kata dia dalam pernyataan itu.
IBP 23.2 adalah latihan tempur pertama kali yang melibatkan USV di wilayah tanggung jawab Armada ke-7.
Armada ke-7 Angkatan Laut AS disebutkan punya teritori mencakup area seluas lebih dari 124 juta kilometer persegi di kawasan Indo-Pasifik dan mencakup 36 negara maritim.
Sebelum tiba di Jepang awal pekan ini, Angkatan Laut mengatakan USVDIV-1 bulan lalu berpartisipasi dalam latihan gabungan dengan Angkatan Laut dan Korps Marinir AS.
Pada latihan gabungan tersebut, kapal- kapal drone ini diintegrasikan dengan unit tempur, Carrier Strike Group One yang diselenggarakan di sekitar kapal induk USS Carl Vinson.
“Melalui integrasi platform tak berawak dalam operasi kami, kami terus membentuk budaya pembelajaran dan inovasi dalam Angkatan Laut kami dan dengan mitra bersama untuk memberikan keunggulan perang.” kata Laksamana Muda Carlos Sardiello, komandan Carrier Strike Group One, dalam pernyataan itu.
“Menguji dan mengintegrasikan teknologi-teknologi baru dalam lingkungan operasional dunia nyata yang penuh tuntutan sangat penting untuk memberikan masukan yang menginformasikan kemajuan kami dalam bidang ini,” tambahnya.
China Sudah Lampaui AS Produksi Kapal Selam
Eksperimen lanjutan Angkatan Laut AS terhadap USV ini terjadi di tengah dorongan Pentagon untuk melawan pertumbuhan militer Tiongkok.
Pentagon memilih kebijakan untuk mengerahkan lebih banyak drone di masa depan.
Beijing dalam beberapa tahun terakhir telah melampaui AS dalam hal jumlah kapal dan kapal selam yang dimilikinya.
China cenderung lebih cepat membuat kapal selam dibandingkan Washington, sehingga makin membuat AS tertinggal dalam hal jumlah armada.
Menghadapi masalah ini, dan meningkatnya ancaman potensi perang atas Taiwan, Pentagon pada akhir Agustus mengumumkan visi baru yang dikenal sebagai 'Replicator Initiative'.
Visi Replicator Initiative disebutkan adalah rencana AS mengerahkan ribuan sistem otonom seperti pesawat dan kapal tak berawak dalam beberapa bulan mendatang.
“Kami telah menetapkan tujuan besar bagi Replicator: untuk menerapkan sistem otonom yang dapat diatribusikan dalam skala ribuan, di berbagai domain, dalam 18 hingga 24 bulan ke depan,” kata Wakil Menteri Pertahanan Kathleen Hicks pada konferensi awal September.
Dia mengatakan cara ini akan membantu AS mengatasi keunggulan China dalam hal jumlah di mana Beijing punya keunggulan lebih banyak kapal, lebih banyak rudal, dan lebih banyak kekuatan.
“Sekarang adalah waktunya untuk melakukan peningkatan, dengan sistem yang lebih sulit direncanakan, lebih sulit diterapkan, dan lebih sulit dikalahkan dibandingkan sistem pesaing potensial,” kata Hicks.
“Dan kami akan melakukannya sambil tetap teguh pada pendekatan kami yang bertanggung jawab dan etis terhadap AI dan sistem otonom, dimana Departemen Pertahanan telah menjadi pemimpin dunia selama lebih dari satu dekade,” katanya.
(oln/BI/*/)