Terseret di Perang Ukraina, Pasokan Amunisi Negara-negara Barat Berada di Titik Terendah
Pejabat NATO peringatkan pasokan amunisi di negara-negara Barat telah berada di titik paling terendah setelah terseret di perang Ukraina.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Para pejabat NATO dan Inggris memperingatkan bahwa pasokan amunisi di negara-negara Barat telah berada di titik terendah.
Habisnya amunisi militer Barat ini muncul setelah mereka mendukung Ukraina dalam serangan balasan kepada Rusia.
Munculnya kabar berkurangnya amunisi ini setelah uang untuk membeli senjata bagi Ukraina tak dimasukkan ke dalam rancangan undang-undang pengeluaran sementara yang disahkan Kongres AS pada akhir pekan lalu.
Terlebih, Ketua DPR AS, Kevin McCarthy dimakzulkan yang membuat ketidakpastian baru mengenai masa depan bantuan AS ke Ukraina.
Kabar berkurangnya amunisi Barat ini membuat resah Ukraina, karena perang dengan Rusia sudah memasuki bulan ke-20.
Terlebih, kabar ini menimbulkan pertanyaan mengenai apakah Moskow mungkin merasa mampu memenuhi janji-janji komitmen negara-negara Barat.
Baca juga: Ukraina Bisa Raup Rp 3.124 Triliun Jika Diterima Gabung Uni Eropa
"Bagian bawah laras sekarang sudah terlihat," ujar Ketua Komite Militer NATO, Laksamana Rob Bauer dari Belanda, dikutip dari CNN.
"Kami memberikan sistem persenjataan dan amunisi kepada Ukraina, yang sangat bagus, tetapi tidak dari gudang yang penuh."
"Kami mulai memberikan donasi dari gudang yang setengah penuh atau lebih rendah di Eropa, dan kini mulai menipis," lanjut Bauer.
Sementara itu, Menteri Negara Angkatan Bersenjata Inggris, James Heappey mengatakan, meskipun persediaan mungkin sedikit, bantuan untuk Kyiv harus terus berlanjut.
Negara-negara Barat, kata Heappey, perlu meningkatkan kapasitas mereka untuk membuat lebih banyak amunisi.
Baca juga: Pusing Armada Laut Hitam Terus Diberondong Drone Ukraina, Rusia Kerahkan Pesawat Amfibi Bertorpedo
"Kita harus menjaga Ukraina tetap berjuang malam ini dan besok, lusa dan lusa," ungkap Heappey.
"Artinya, terus memberi, hari demi hari, dan membangun kembali persediaan kita sendiri," tambahnya.
Para analis juga memperingatkan bahwa "persenjataan demokrasi" AS harus mulai bekerja lembur atau upaya perang Ukraina mungkin akan mendapat masalah.
"Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya mengirimkan berbagai macam amunisi ke Ukraina, namun amunisi tersebut tidak diproduksi atau dikirim secepat yang diperlukan," tulis rekan senior non-residen Dewan Atlantik, Thomas Warrick, pekan lalu.
Warrick menulis bahwa ketika Ukraina menunda dimulainya serangan musim panas untuk mendapatkan lebih banyak amunisi dan peralatan ke garis depan, Rusia mampu membangun pertahanan yang secara signifikan menumpulkan kemajuan Ukraina.
Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Hari ke-588: Pasukan Ukraina Mulai Bergerak Maju ke Selatan
"Pasukan Ukraina telah membuktikan diri mereka fleksibel dan adaptif, namun mereka perlu memiliki amunisi dan senjata yang memadai," lanjutnya.
Namun kejadian di Washington membuat pasokan – dan posisi Ukraina di medan perang – diragukan.
"Ketidakmampuan untuk memastikan pengadaan dan pengiriman tepat waktu dapat melemahkan operasi penting Ukraina untuk merebut kembali wilayah tambahan atau mempertahankan diri dari potensi serangan Rusia di masa depan," tulis Wakil Menteri Pertahanan AS, Michael McCord dalam suratnya kepada pimpinan kongres pada hari Jumat.
"Tanpa dana tambahan saat ini, kita harus menunda atau membatasi bantuan untuk memenuhi kebutuhan mendesak Ukraina, termasuk pertahanan udara dan amunisi yang sangat penting dan mendesak saat ini ketika Rusia bersiap melakukan serangan musim dingin dan terus melakukan pemboman terhadap kota-kota Ukraina," katanya.
Bantuan militer AS ke Ukraina berjumlah $46,6 miliar sejak awal perang hingga 31 Juli, menurut Dewan Hubungan Luar Negeri.
Baca juga: Populer Internasional: Pasukan Storm-Z Rusia di Ukraina - Penembakan Massal di Mal Thailand
Sekutu-sekutu NATO juga telah menyumbangkan miliaran dolar ke Ukraina.
Namun para pemimpin militer mengakui bahwa amunisi digunakan dalam jumlah yang sangat besar di medan perang Ukraina.
Dukungan Global terhadap Ukraina Berkurang?
Pada hari Minggu, mantan Perdana Menteri Slovakia Robert Fico, seorang populis sayap kiri, memenangkan pemilihan parlemen dengan partainya SMER-SSD.
Robert Fico dalam kampanyenya pernah berjanji akan menarik dukungan militer untuk Ukraina dan berhenti memberikan sanksi kepada Rusia.
Baca juga: Putra Prigozhin Ambil Alih Unit Elite Wagner Kembali ke Ukraina: Target Pertama, Kuasai Avdiivka
Hal ini mengirimkan sinyal yang mengkhawatirkan kepada Kyiv, yang dalam beberapa pekan terakhir telah berselisih dengan salah satu sekutu paling setianya, Polandia.
Perselisihan dengan Polandia ini mengenai masalah impor gandum Ukraina.
Di sisi lain, Ukraina juga menyaksikan anggota parlemen AS dari Partai Republik mengancam untuk membatalkan kesepakatan bantuan baru.
Perkembangan ini telah memicu pembicaraan mengenai perubahan sentimen global terhadap dukungan Ukraina ketika perang terus berlanjut.
Dikutip dari Al Jazeera, seorang analis di Pusat Politik Eropa, Teona Lavrelashvili mengatakan, hal ini dapat memberi sinyal bahwa beberapa sekutu siap untuk "solusi pragmatis" untuk mengakhiri perang.
Tapi Kyiv akan "khawatir tapi tidak panik" dengan meningkatnya perasaan bahwa beberapa sekutu lama telah "keluar dari langkah", kata Sean Hanley, seorang profesor di bidang Politik Komparatif Eropa Tengah dan Timur di University College London.
Fico masih perlu membentuk koalisi, namun retorika pro-Kremlin dan anti-Kyiv yang membuat partainya menang menandai perubahan signifikan dari posisi Slovakia sejak dimulainya perang.
Baca juga: Inggris Ngos-ngosan, Akui Kehabisan Senjata Buat Dikirim ke Ukraina untuk Melawan Rusia
Pada April 2023, Presiden Slovakia Zuzana Caputova melakukan perjalanan ke Kyiv untuk menunjukkan dukungan rutinnya.
Hanley mengatakan bahwa Kyiv kemungkinan akan khawatir tentang poros Slovakia terhadap Rusia.
Karena ini menandakan bahwa "kelelahan Ukraina" mulai terjadi di antara sekutu, sementara kekhawatiran akan kemungkinan pemotongan bantuan militer Slovakia tidak terlalu mengkhawatirkan.
Meski begitu, sentimen pro-Kremlin dalam politik Slovakia, kata Hanley, tidak seluas di negara-negara seperti Serbia atau Bulgaria.
Kyiv juga akan khawatir dengan kemungkinan Slovakia bergabung dengan Hongaria dalam membentuk aliansi skeptis terhadap Ukraina di blok Uni Eropa.
Perdana Menteri Hongaria, Viktor Orban telah menjaga hubungan dekat dengan Moskow selama perang dan menentang pasokan senjata ke Ukraina atau memberikan bantuan ekonomi.
Pada hari Minggu, Orban mengucapkan selamat kepada Fico dengan postingan di X.
"Tebak siapa yang kembali! … Selalu menyenangkan bekerja sama dengan seorang patriot." tulis Orban.
Baca juga: Aktivitas Militer Besar-besaran Terjadi di Eropa Selatan, Bak Invasi Rusia ke Ukraina Jilid II?
Persahabatan yang mulai berkembang ini mewakili suatu perubahan.
Sebelumnya, hubungan antara nasionalis Slovakia dan Hongaria tegang, menurut Hanley.
Sifat yang sering ditunjukkan Fico, menurut Hanley, untuk menjadi pemimpin harus berkompromi dengan partai lain untuk berkoalisi.
Para pengamat juga mengatakan Slovakia, dengan defisit anggaran zona euro terbesar, yaitu hampir 7 persen dari produk domestik bruto (PDB) tahun ini, memerlukan dana modernisasi dan pemulihan Uni Eropa, yang berarti Fico mungkin berpikir dua kali sebelum membuat Brussels semakin kesal.
(Tribunnews.com/Whiesa)