Siaga Tinggi di Prancis, Pengunjung Istana Versailles dan 8 Bandara Dievakuasi
Pengunjung bandara-bandara dan istana kuno di Prancis dievakuasi akibat adanya ancaman teror.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Prancis dalam keadaan siaga tinggi setelah mengalami serangkaian ancaman keamanan yang mendorong evakuasi di sejumlah titik seluruh negeri.
Pejabat Prancis mengevakuasi setidaknya empat bandara pada hari Rabu (18/10/2023) buntut ancaman bom melalui email dan adanya koper misterius tanpa pemilik, lapor kantor berita Prancis AFP.
Direktorat Jenderal Penerbangan Sipil Perancis mengkonfirmasi evakuasi atas peringatan bom di bandara di Lille, Lyon, Toulouse dan Beauvais dekat Paris, kata AFP.
Mengutip sumber polisi yang tidak disebutkan namanya, AFP melaporkan bahwa bandara di Nantes dan Nice juga dievakuasi tetapi hal itu tidak segera dikonfirmasi.
Sementara itu CNN melaporkan bahwa bandara di Biarritz dan Strasbourg juga dievakuasi pada hari Rabu karena ancaman bom.
Meskipun beberapa lokasi yang terkena dampak telah kembali normal, sumber polisi mengatakan kepada AFP bahwa evakuasi dilakukan untuk lebih memastikan kebenaran ancaman tersebut.
Baca juga: Pejabat Prancis Tuduh Benzema Terkait Teroris Setelah Benzema Bersimpati pada Anak-anak di Gaza
Istana Versailles juga dievakuasi pada hari Rabu (18/10/2023).
Evakuasi itu sudah yang ketiga kalinya dalam waktu kurang dari seminggu, buntut kekhawatiran keamanan serupa.
Istana abad ke-17 itu telah dikosongkan pada hari Sabtu karena ancaman bom dan kembali dikosongkan pada hari Selasa karena ada barang yang mencurigakan.
Museum Louvre juga dibersihkan pada hari Sabtu karena masalah yang sama.
Mengapa Prancis siaga tinggi?
Mengutip USA Today, penikaman sebuah sekolah di Prancis utara pada hari Jumat (13/10/2023) memicu kekhawatiran dan kepanikan warga.
Penikaman tersebut, yang menyebabkan seorang guru tewas dan tiga orang terluka, sedang diselidiki sebagai kemungkinan aksi teror.
Pihak berwenang Perancis, mengidentifikasi tersangka pelakunya adalah warga negara Rusia asal Chechnya yang terpapar ideologi radikalisme.
Setelah serangan tersebut, pemerintah Perancis meningkatkan kewaspadaan ancamannya ke tingkat tertinggi, dengan memulai perluasan penempatan polisi dan militer di seluruh negeri.