KTT Perdamaian Kairo Berakhir dengan Pepesan Kosong
KTT perdamaian Kairo berakhir tanpa adanya terobosan terkait konflik di Timur Tengah.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, CAIRO – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) perdamaian yang berlangsung di Kairo, Mesir pada Sabtu (21/10/2023) dan dihadiri para pemimpin Arab berakhir tanpa adanya kesepakatan terkait konflik yang terjadi antara Hamas-Israel.
Para diplomat yang menghadiri perundingan tersebut tidak optimis akan adanya terobosan, di mana Israel mempersiapkan invasi darat ke Gaza yang bertujuan untuk memusnahkan kelompok militan Palestina Hamas.
Raja Yordania Abdullah mengecam apa yang disebutnya keheningan global mengenai serangan Israel, yang telah menewaskan ribuan orang di Gaza yang dikuasai Hamas dan menyebabkan lebih dari satu juta orang kehilangan tempat tinggal, dan mendesak pendekatan yang adil terhadap konflik Israel-Palestina.
“Pesan yang didengar dunia Arab adalah bahwa nyawa orang Palestina tidak begitu berarti dibandingkan nyawa orang Israel,” katanya, sembari berduka atas tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap warga sipil tak berdosa di Gaza, Tepi Barat yang diduduki Israel.
Sementara itu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan warga Palestina tidak akan terusir atau diusir dari tanah mereka.
“Kami tidak akan pergi, kami tidak akan pergi,” kata Abbas pada pertemuan puncak itu.
Gencatan Senjata
Pertemuan tersebut juga dimaksudkan untuk menjajaki cara mencegah perang regional yang lebih luas.
Namun, para diplomat tahu bahwa kesepakatan publik akan sulit dicapai karena adanya sensitivitas seputar seruan gencatan senjata, apakah akan menyertakan penyebutan serangan Hamas dan hak Israel untuk mempertahankan diri.
Baca juga: Israel Ledakkan Truk Konvoi Pengungsi Gaza, Cerita Haru Jurnalis Foto yang Istrinya Tewas
Negara-negara Arab khawatir serangan ini akan membuat penduduk Gaza meninggalkan rumah mereka secara permanen dan bahkan ke negara-negara tetangga, seperti yang terjadi ketika warga Palestina melarikan diri atau dipaksa meninggalkan rumah mereka dalam perang tahun 1948 setelah berdirinya Israel.