Eks-Pentagon: Netanyahu Bikin Celaka AS ke Perang Lawan Iran Demi Selamatkan Karier Politiknya
Situasi mencapai titik di mana Israel dapat dilenyapkan jika Sunni dan Syiah bersatu dan menyerang Israel sekaligus dalam serangan dari segala arah
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Eks-Pentagon: Netanyahu Bikin Celaka AS ke Perang Lawan Iran Demi Selamatkan Karier Politiknya
TRIBUNNEWS.COM - Peningkatan eskalasi konflik Israel-Palestina yang mendadak semakin tidak terkendali, menyeret keterlibatan negara-negara di kawasan ini bersama dengan Amerika Serikat (AS) dan Inggris.
Michael Maloof, mantan penasihat keamanan di kantor Menteri Pertahanan AS, mengatakan itulah yang diinginkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
"Perdana Menteri Israel menyeret AS ke dalam perang besar demi menyelamatkan dirinya sendiri," kata pakar di bidang keamanan dan geopolitik tersebut.
Baca juga: Diserang Tiap Hari, Pangkalan-Pangkalan Militer AS di Suriah Diguyur Bala Bantuan
Dilaporkan, Benjamin Netanyahu kini menghadapi seruan mengundurkan diri karena kegagalan pemerintah dan dinas keamanannya dalam memprediksi dan mencegah serangan gerilya dan serangan roket oleh Hamas dan kelompok Palestina lainnya dari Jalur Gaza ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023 silam.
AS-Iran Merespons Serangan Hamas ke Israel
Pasca-serangan Hamas, Presiden AS, Joe Biden terbang ke Israel untuk mendukung Netanyahu menyusul sumpahnya untuk menyerang Gaza dan menghancurkan” Hamas.
Seiring itu, Joe Biden mengirim dua kelompok penyerang kapal induk Angkatan Laut AS dan kelompok serangan amfibi Marinir AS ke wilayah tersebut untuk “mencegah” negara-negara lain melakukan intervensi, khusunya mereka yang mendukung pihak Palestina.
Sejak Israel membombardir Gaza sebagai balasan serangan Hamas, pangkalan militer AS di Irak dan Suriah telah diserang sebanyak 14 kali.
Serangan-serangan itu tercatat dimulai sejak Israel memulai bombardemen terbarunya terhadap Gaza sebagai persiapan untuk serangan darat besar-besaran.
Adapun Pemerintahan Biden menuduh Iran berada di balik serangan-serangan yang dilakukan oleh milisi Irak – yang awalnya dipersenjatai oleh AS dan dilatih oleh Iran untuk melawan ISIS.
Baca juga: Serangan Rudal Hujani Pangkalan Militer AS di Ladang Minyak dan Gas Terbesar Suriah
AS kemudian mengancam Teheran dengan konsekuensi yang mengerikan jika serangan ini terus berlanjut.
Pakar keamanan Michael Maloof mengatakan kalau hal ini dapat meningkatkan risiko konflik yang sudah di luar kendali.
"Sejauh ini, mereka akan merespons serangan individu. Itu saja. Tapi yang saya khawatirkan adalah AS akan lepas landas dan mulai melakukan pengeboman di mana-mana dan semakin meningkatkan serangan ini," Maloof memperingatkan.
"Ini memang mencerminkan peningkatan serangan terhadap pasukan AS, yang berada di Suriah secara ilegal. Mereka mendapat undangan (tempur) ke Irak, tapi saya pikir mereka jelas-jelas telah melampaui batas waktu yang mereka terima," kata dia.
Permainan sudah berjalan, dan ini benar-benar memenuhi hasrat lama Netanyahu untuk melibatkan AS. Pada akhirnya, tujuan utama Netanyahu adalah Iran
AS Juga Bingung Agar Perang Tidak Meluas
Maloof mengatakan kalau Gedung Putih sebenarnya khawatir akan meluasnya konflik, namun tidak tahu bagaimana cara menghentikannya.
“Netanyahu yang mengambil keputusan dan Presiden AS beberapa jam yang lalu pada dasarnya mengatakan bahwa dia meminta penundaan dalam invasi apa pun,” kata Maloof,
“Tetapi pada dasarnya dia tidak bisa mengendalikan untuk memberi tahu Netanyahu apa yang harus dilakukan. Netanyahu memiliki banyak kekuatan untuk menyeret AS ke dalam konflik yang jelas-jelas AS enggan untuk terlibat di dalamnya,” kata dia.
Dia menunjukkan kalau jaringan pangkalan militer AS di Timur Tengah merupakan target potensial bagi Iran, Hizbullah Lebanon atau pemerintah Ansarallah Yaman.
Keberadaan pasukan AS di sana merupakan ancaman bagi para milisi tersebut, sehingga membuat personel Amerika di sana rentan menjadi sandera, di mana kematian personel AS bisa memicu perang yang lebih luas.
“Permainan sudah berjalan, dan ini benar-benar memenuhi hasrat lama Netanyahu untuk melibatkan AS. Pada akhirnya, tujuan utama Netanyahu adalah Iran,” kata Maloof.
Hizbullah Lebanon sudah terlibat dalam konflik berintensitas rendah di perbatasan utara Israel dan mengancam akan membuka front kedua jika Netanyahu melancarkan serangan ke Gaza.
Angkatan udara Israel telah melakukan beberapa serangan rudal terhadap bandara-bandara di ibu kota Suriah, Damaskus, dan kota utara Aleppo, dengan tujuan mencegah Iran menerbangkan pasukan dan senjata, sementara juga menuduh Suriah menembaki posisi IDF di wilayah Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.
Israel Habis Jika Sunni-Syiah Bersatu
Penasihat keamanan itu mengatakan Biden memimpin AS menuju kegagalan militer lainnya setelah Israel.
"Ini semua adalah bencana yang dibuat sendiri oleh pemerintahan Biden. Seharusnya hal ini tidak terjadi," tegas Maloof.
“Dan sekarang kita mencapai titik di mana Israel, seperti yang kita ketahui sekarang, dapat dilenyapkan jika Sunni dan Syiah bersatu dan menyerang Israel sekaligus dalam serangan dari segala arah,” kata dia.
Dia mengatakan Netanyahu punya alasan bagus untuk membiarkan situasi ini terjadi pada 7 Oktober dan memperburuknya lebih lanjut.
"Karena dia “tidak bisa mengendalikan” anggota pemerintahan koalisinya yang lebih ekstrem dan juga menghadapi tuntutan pidana ketika dia meninggalkan jabatannya," kata dia.
“Netanyahu bisa menjadikan ini perang tanpa akhir hanya untuk tetap menjabat dan melindungi dirinya sendiri,” tegas Maloof.
"Sekarang ada bukti jelas bahwa dia tahu, dia punya informasi dan intelijen bahwa Hamas [...] sedang merencanakan suatu tindakan. Dia sudah diperingatkan, tapi dia membiarkannya terjadi," kata mantan pejabat Pentagon tersebut.
(oln/sptnk/*)