Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ogah Tampung Warga Gaza yang Diusir Israel, PM Mesir: Kami Siap Korbankan Jutaan Nyawa

PM Mesir, Mostafa Madbouly mengatakan Kairo akan melindungi tanah kedaulatannya dengan cara apa pun termasuk mengorbankan jutaan nyawa warga Gaza.

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Ogah Tampung Warga Gaza yang Diusir Israel, PM Mesir: Kami Siap Korbankan Jutaan Nyawa
Kredit foto: Bloomberg/TC
Warga Palestina menghuni kamp tenda sementara yang didirikan untuk mereka yang terpaksa mengungsi dari rumah mereka akibat perintah evakuasi dan serangan udara Israel, di Khan Younis, Jalur Gaza selatan. 

Ogah Tampung Warga Gaza yang Diusir Israel, PM Mesir: Kami Siap Korbankan Jutaan Nyawa

TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Mesir, Mostafa Madbouly menegaskan negaranya menolak wacana relokasi warga Gaza yang dipaksa meninggalkan Palestina untuk dipindahkan ke wilayah Sinai.

Madbouly mengatakan Kairo berkomitmen untuk melindungi tanah dan kedaulatannya dengan cara apa pun.

Pernyataan ini sekaligus sebagai penolakan terhadap niatan Israel yang menyerukan agar warga Palestina di Gaza mengungsi ke gurun Sinai.

Baca juga: Pengusiran Warga Gaza Dimulai, Israel Tekan Mesir Terima Pengungsi dengan Imbalan Penghapusan Utang

“Kami siap mengorbankan jutaan nyawa untuk melindungi wilayah kami dari gangguan apa pun,” kata Madbouly dalam pidatonya di Sinai, Rabu (1/11/2023).

Acara tersebut dihadiri oleh para pemimpin militer, para pemimpin suku lokal, anggota parlemen dan politisi lainnya.

Perdana Menteri Mesir menambahkan kalau negaranya tidak akan pernah membiarkan negaranya kena imbas biaya dan risiko keamanan yang timbul jika jutaan pengungsi Gaza datang ke negaranya.

Berita Rekomendasi

Lebih lanjut ia menyatakan, solusi dua negara merupakan resolusi komprehensif yang dapat menjamin perdamaian regional.

Baca juga: Dokumen Intelijen Israel Bocor: Mau Jadikan Warga Gaza Kaum Terusir di Tenda-Tenda Sinai Mesir

Warga Palestina yang mengungsi akibat pemboman Israel di Jalur Gaza duduk di kamp tenda yang disediakan UNDP di Khan Younis pada Kamis, 19 Oktober 2023. Ratusan warga Palestina memadati kamp tenda kumuh di Gaza selatan, sebuah gambaran yang telah membawa kembali kenangan akan trauma terbesar mereka. Pembangunan kota tenda yang dilakukan secara dadakan di Khan Younis untuk melindungi sejumlah warga Palestina yang kehilangan atau meninggalkan rumah mereka selama beberapa hari terakhir akibat pemboman hebat Israel telah menimbulkan kemarahan, ketidakpercayaan dan kesedihan di seluruh dunia Arab. (AP Photo/Fatima Shbair, File)
Warga Palestina yang mengungsi akibat pemboman Israel di Jalur Gaza duduk di kamp tenda yang disediakan UNDP di Khan Younis pada Kamis, 19 Oktober 2023. Ratusan warga Palestina memadati kamp tenda kumuh di Gaza selatan, sebuah gambaran yang telah membawa kembali kenangan akan trauma terbesar mereka. Pembangunan kota tenda yang dilakukan secara dadakan di Khan Younis untuk melindungi sejumlah warga Palestina yang kehilangan atau meninggalkan rumah mereka selama beberapa hari terakhir akibat pemboman hebat Israel telah menimbulkan kemarahan, ketidakpercayaan dan kesedihan di seluruh dunia Arab. (AP Photo/Fatima Shbair, File) (AP/Fatima Shbair)

Relokasi Paksa

Rencana Israel merelokasi paksa warga Gaza itu diketahui dari bocornya sebuah dokumen yang disusun oleh intelijen Israel.

Dokumen itu berisi proposal untuk memindahkan penduduk Jalur Gaza ke Sinai setelah Hamas digulingkan di daerah kantong Palestina tersebut.

Menurut dokumen yang diterbitkan oleh media Israel, Israel akan berupaya mengevakuasi penduduk sipil terlebih dahulu ke kota-kota tenda dan kemudian ke kota-kota permanen yang akan didirikan di Sinai Utara.

Inisiatif tersebut, yang diterbitkan pada 13 Oktober, mencakup pembentukan zona penyangga “steril” selebar beberapa kilometer di Mesir dan tidak mengizinkan kembalinya penduduk di dekat perbatasan Israel.

Awal bulan ini, mantan Wakil Menteri Luar Negeri Israel Danny Ayalon mengatakan kepada Al Jazeera bahwa warga Palestina di Gaza harus mengungsi dari tempat tinggal mereka dan pindah ke Gurun Sinai di Mesir, di mana kota tenda sementara dapat didirikan untuk mereka, di tengah pemboman Israel terhadap wilayah kantong yang terkepung tersebut.

Terkait dokumen intelijen Israel yang bocor ke publik, rencana tersebut merekomendasikan agar Israel:

1. Mengevakuasi penduduk Gaza ke Sinai selama perang

2. Mendirikan kota-kota tenda dan kota-kota baru di Sinai utara untuk menampung penduduk yang dideportasi

3. Menciptakan zona keamanan tertutup yang membentang beberapa kilometer di dalam wilayah Mesir.

Warga Palestina yang dideportasi tidak akan diizinkan kembali ke wilayah mana pun di dekat perbatasan Israel.

Keberadaan dokumen tersebut tidak serta merta menunjukkan kalau rekomendasinya tersebut diterapkan oleh lembaga keamanan Israel.

Kementerian Intelijen Israel, yang dipimpin oleh Gila Gamliel dari Partai Likud, tidak mengendalikan badan atau divisi intelijen mana pun di Israel, namun secara independen menyiapkan studi dan makalah kebijakan, yang didistribusikan untuk dipertimbangkan oleh pemerintah dan badan keamanannya.

Namun, pernyataan terbaru dari pejabat pemerintah Israel dan tindakan tentara Israel di Gaza menunjukkan kalau rencana tersebut memang tampak dilaksanakan.

Sejak 7 Oktober, para pejabat Israel telah berulang kali mengeluarkan peringatan kepada warga Palestina untuk pindah ke Gaza selatan sebelum invasi darat terjadi.

Israel telah memberlakukan pengepungan total di Gaza, memutus makanan, air, bahan bakar, dan listrik.

Pengepungan tersebut, ditambah dengan pemboman gencar Israel yang telah menewaskan lebih dari 8.000 warga Palestina (menurut Kementerian Kesehatan Palestina), di mana mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak.

Bombardemen Israel itu mengancam menjadikan Gaza tidak bisa dihuni.

Seorang pejabat di Kementerian Intelijen Israel mengkonfirmasi kalau dokumen setebal sepuluh halaman itu asli.

"Tetapi tidak seharusnya sampai ke media,” kata laporan Mekovit.

Menurut aktivis sayap kanan Israel, dokumen Kementerian Intelijen dibocorkan oleh anggota Likud.

Bocornya dokumen tersebut merupakan upaya untuk mengetahui apakah "masyarakat Israel siap menerima gagasan pemindahan dari Gaza."

Dokumen tersebut secara tegas dan eksplisit merekomendasikan dilakukannya pemindahan warga sipil dari Gaza sebagai hasil yang diinginkan dari perang tersebut.

Tahap Pengusiran Warga Palestina dari Gaza

Rencana pemindahan warga Gaza oleh Israel tersebut dibagi menjadi beberapa tahap: tahap pertama, penduduk di Gaza harus terpaksa pindah ke Gaza selatan, sedangkan serangan udara Israel akan terfokus pada sasaran di Gaza utara.

Pada fase kedua, masuknya pasukan Israel ke Gaza akan dimulai, yang akan mengarah pada pendudukan seluruh jalur, dari utara ke selatan, dan "pembersihan bunker bawah tanah dari pejuang Hamas."

Pada saat yang sama dengan pendudukan Jalur Gaza, warga Gaza akan pindah ke wilayah Mesir dan dilarang kembali secara permanen.

“Penting untuk membiarkan jalur lalu lintas ke arah selatan dapat digunakan, untuk memungkinkan evakuasi penduduk sipil menuju Rafah,” kata dokumen tersebut.

Deportasi penduduk dari Gaza harus dianggap sebagai tindakan kemanusiaan yang diperlukan untuk mendapatkan dukungan internasional.

Dokumen tersebut merekomendasikan dimulainya kampanye khusus yang akan “memotivasi” warga Gaza “untuk menyetujui rencana tersebut,” dan membuat mereka menyerahkan tanah mereka.

"Gaza harus yakin bahwa “Allah memastikan bahwa Anda kehilangan tanah ini karena kepemimpinan Hamas – tidak ada pilihan selain pindah ke tempat lain dengan bantuan saudara-saudara Muslim Anda,” demikian isi dokumen tersebut.

Lebih lanjut, rencana tersebut menyatakan kalau pemerintah harus meluncurkan program dan kampanye hubungan masyarakat (kehumasan) yang akan mempromosikan program transfer ke negara-negara barat dengan cara yang tidak mendorong permusuhan terhadap Israel atau merusak reputasinya.

Deportasi penduduk dari Gaza harus dianggap sebagai tindakan kemanusiaan yang diperlukan untuk mendapatkan dukungan internasional.

"Deportasi semacam itu dapat dibenarkan jika hal tersebut akan mengakibatkan “lebih sedikit korban jiwa di kalangan penduduk sipil dibandingkan dengan perkiraan jumlah korban jika mereka tetap tinggal,” kata dokumen tersebut.

Dokumen tersebut juga menyatakan kalau AS harus memanfaatkan tekanan ke Mesir untuk menerima penduduk Gaza, dan untuk mendorong negara-negara Eropa lainnya, dan khususnya Yunani, Spanyol dan Kanada, untuk membantu menerima dan menampung para pengungsi yang akan dievakuasi dari Gaza

Hal yang terakhir, dokumen tersebut mengklaim kalau jika populasi Gaza tetap ada, akan ada "banyak kematian orang Arab" selama pendudukan Gaza oleh tentara Israel.

Jika itu terjadi, hal ini akan lebih merusak citra internasional Israel daripada deportasi penduduknya.

"Karena semua alasan ini, rekomendasi Kementerian Intelijen adalah mendorong pemindahan seluruh warga Palestina di Gaza ke Sinai secara permanen," tulis Mekovit.

Pengulangan Tragedi Nakba 1948

Bukan cuma Mesir yang menolak rencana relokasi pengungsi Gaza ke wilayahnya, para pemimpin negara Arab juga mengecam rencana ini. 

Pada pertemuan puncak (konferensi tingkat tinggi/KTT) di Kairo pada Sabtu (21/10/2023) untuk membahas solusi terhadap Gaza, para pemimpin negara Arab menilai jika ekskusi itu dilakukan lagi, aksi militer itu merupakan pengulangan Tragedi Nakba tahun 1948.

Tahun itu, milisi Zionis menggunakan pemerkosaan dan pembantaian sebagai alat untuk mengusir 750.000 warga Palestina dari rumah mereka dan menjadikan mereka pengungsi di negara tetangga, Tepi Barat, dan Gaza.

Hal ini memungkinkan milisi Zionis untuk menaklukkan wilayah yang dibutuhkan untuk mendirikan negara baru, Israel, dengan mayoritas penduduk Yahudi.

Presiden Mesir, Sisi mengatakan negaranya menentang perpindahan warga Palestina ke wilayah Sinai yang sebagian besar merupakan gurun pasir di Mesir.

Baca juga: Usir Warga Gaza ke Sinai, IDF: Tank Israel Tak Sengaja Tembak Pos Militer Mesir di Perbatasan Rafah

Abdel Fattah al-Sisi menambahkan kalau satu-satunya solusi adalah negara Palestina merdeka.

Yordania, yang menjadi rumah bagi banyak pengungsi Palestina dan keturunan mereka yang diusir selama dan pasca-tragedi Nakba, juga khawatir Israel akan menggunakan konflik dengan Hamas untuk mengusir warga Palestina secara massal dari Tepi Barat yang diduduki.

Raja Abdullah mengatakan pemindahan paksa adalah kejahatan perang.

"Pemindahan paksa (penduduk) adalah kejahatan perang menurut hukum internasional, dan merupakan garis merah bagi kita semua,” kata dia memperingatkan.

(oln/Memo/tc/dw/nuol/*)

.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas