PM Netanyahu Minta Warga Sumbang Dana untuk Bantu Perang, Israel Diisukan Bangkrut
Besaran donasi atau sumbangan yang bisa diberikan masyarakat yakni maksimal sebesar 94 ribu dolar untuk organisasi bisnis.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Di tengah memanasnya perang, Kementerian Keuangan Israel merilis aturan baru yang memperbolehkan pemerintah Tel Aviv untuk menerima sumbangan dari masyarakat untuk mendukung biaya operasional perang.
Lewat peraturan tersebut nantinya masyarakat Israel, perusahaan swasta maupun yayasan filantropi bisa memberikan sumbangan dana secara langsung kepada pemerintah pusat, sebagaimana dikutip dari laman Haaretz
“Pemerintah merilis pedoman baru agar diperbolehkan menerima sumbangan dari masyarakat untuk mendukung perang, kebijakan tersebut juga mengizinkan pemerintah untuk memperpanjang masa berlakunya," ujar Kementerian Keuangan Israel.
Adapun besaran donasi atau sumbangan yang bisa diberikan masyarakat yakni maksimal sebesar 94 ribu dolar untuk organisasi bisnis dan 130 ribu dolar AS untuk organisasi nirlaba.
Baca juga: Media Israel Ungkap Taktik Tempur Rumit Hamas di Gaza, Kritik Tentara IDF Pongah dan Over-optimistis
Kebijakan baru itu diadopsi PM Israel Benjamin Netanyahu usai negaranya mengalami defisit anggaran sebesar 22,9 miliar shekel atau sekitar 6 miliar dolar AS selama Oktober 2023.
Tak sampai disitu, memanasnya perang antara pasukan Israel dengan militan Hamas di jalur Gaza membuat pendapatan Israel selama bulan sebulan terakhir turun 15,2 persen dampak penangguhan pajak dan susutnya pendapatan jaminan sosial.
“Sebagai sebuah persentase dari PDB, defisit selama 12 bulan sebelumnya naik menjadi 2,6 persen di bulan Oktober dari 1,5 persen di bulan September,” kata kementerian Keuangan Israel.
Bahkan akibat pembengkakan defisit sejumlah layanan keuangan global, seperti S&P terpaksa memangkas prospek peringkat Israel menjadi negatif, diikuti Moody's dan Fitch yang kompak meninjau ulang peringkat Israel untuk kemungkinan penurunan peringkat.
Meski penggalangan dana dapat menyelamatkan Israel dari ancaman deflasi, namun kebijakan tersebut mengundang kritik sejumlah pihak.
Termasuk direktur lembaga pemikir kebijakan Adva Center, Prof. Yossi Dahan, menurutnya sumbangan yang didapat dari masyarakat tidak dapat diterima untuk menjalankan fungsi operasional suatu negara, lantaran cara ini dapat mengganggu stabilitas dan kesejahteraan warganya di tengah ancaman perang.
Sejumlah ekonom menilai kemunduran yang dialami Israel merupakan sinyal bahwa negara ini mulai mengalami kebangkrutan.
Proyeksi tersebut diperkuat dengan pernyataan Bank Dunia yang menyebut ekonomi Israel tengah mengalami kemerosotan tajam buntut dari anjloknya ekspor Israel ke Palestina sebesar 24 persen serta gerakan boikot yang dilakukan masyarakat global terhadap perusahaan yang dianggap mendukung Israel.