Biden dan UE Sependapat tentang Siapa yang Harus Memerintah Gaza dan Tepi Barat
Biden dan Uni Eropa sependapat tentang siapa nantinya yang akan memerintah Gaza dan Tepi Barat setelah perang Israel-Hamas berakhir.
Penulis: Widya Lisfianti
Editor: Pravitri Retno W

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, dan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE), Josep Borrel, sependapat Otoritas Palestina harus memerintah Gaza dan Tepi Barat setelah perang antara Israel dengan Hamas berakhir.
Hal itu disampaikan pada kesempatan yang berbeda.
"Saat kita mengupayakan perdamaian, Gaza dan Tepi Barat harus dipersatukan kembali di bawah satu struktur pemerintahan, yang pada akhirnya di bawah revitalisasi Otoritas Palestina, seiring kita semua berupaya menuju solusi dua negara," ujar Biden pada Sabtu (18/11/2023), dalam artikel opini di Washington Post.
Biden menambahkan, tidak boleh ada pendudukan kembali hingga pengepungan.
"Tidak boleh ada pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza, tidak boleh ada pendudukan kembali, tidak boleh ada pengepungan atau blokade, dan tidak boleh ada pengurangan wilayah," tambahnya.
Biden menggunakan opini tersebut untuk mencoba menjawab pertanyaan tentang apa yang Amerika inginkan untuk Gaza setelah konflik selesai.
Selain itu, Biden juga mengatakan Amerika Serikat siap mengeluarkan larangan visa terhadap "ekstremis" yang menyerang warga sipil di Tepi Barat.
Baca juga: Media Israel: Hamas Tak Berencana Serang Festival Musik 30 Menit usai Luncurkan 5.000 Roket
Sementara itu, Borrel mengatakan hal yang serupa pada Dialog Manama, sebuah konferensi tahunan mengenai kebijakan luar negeri dan keamanan di Bahrain.
"Hamas tidak bisa lagi mengendalikan Gaza."
"Jadi siapa yang akan menguasai Gaza? Saya pikir hanya satu yang bisa melakukan itu – Otoritas Palestina," ujar Borrel pada Sabtu, dikutip dari Al Arabiya.
Perkembangan Terkini Konflik Israel-Palestina
- Israel telah membombardir rumah sakit, kamp pengungsi, sekolah dan daerah pemukiman di utara dan selatan Gaza sepanjang siang dan malam, dikutip dari Al Jazeera.
- Tim WHO yang memeriksa Rumah Sakit al-Shifa pada hari Sabtu, menggambarkannya sebagai zona kematian
Ribuan orang hanya diberi waktu satu jam untuk meninggalkan rumah sakit sehingga menimbulkan kepanikan.
- Rincian baru telah muncul mengenai serangan tanggal 7 Oktober di sebuah festival musik di gurun pasir, termasuk bahwa sebuah helikopter militer Israel menembaki para penyerang Hamas, sehingga mengenai beberapa pengunjung festival.
- Juru bicara Gedung Putih mengatakan belum ada kesepakatan yang dicapai antara Israel dan Hamas mengenai pembebasan tawanan.
Pengumuman tersebut muncul segera setelah The Washington Post melaporkan bahwa AS hampir menjadi perantara.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menghadapi tekanan yang semakin besar, termasuk dari keluarga tawanan yang berjalan selama lima hari untuk mencapai kantornya.
(Tribunnews.com, Widya)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.