Israel Kirim Puluhan Tank ke Gaza Selatan, AS Puji Taktik IDF yang Minta Warga Sipil Mengungsi
Israel memperluas serangannya di Gaza. Pada Senin, Israel mengirim puluhan tank ke Gaza selatan. AS pun memuji Israel terkait aksi tersebut.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.com - Militer Israel mengirimkan puluhan tank ke Gaza selatan, Senin (4/12/2023), di tengah memperluas serangannya ke wilayah kantong tersebut.
Beberapa minggu setelah Israel mengerahkan pasukan darat di bagian utara Jalur Gaza, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyebarkan pengumuman di bagian selatan.
Pengumuman itu berisikan perintah bagi warga Palestina untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Israel telah berjanji untuk menghancurkan Hamas sebagai balasan atas serangan kelompok militan itu pada 7 Oktober 2023 lalu, menurut pihak berwenang Israel.
Sementara itu, akibat serangan tanpa henti yang dilakukan Israel, Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas mengatakan hampir 15.900 warga Palestina tewas.
Baca juga: Iran Bakal Balas Israel Atas Kematian Dua Anggota Pasukan Garda Revolusi di Suriah
Dikutip dari Al Arabiya, jumlah korban tersebut telah memicu kekhawatiran global dan demonstrasi massal.
Sementara itu, sekutu Israel, Amerika Serikat (AS), yang sedang gencar menyerukan perlindungan terhadap warga sipil di Gaza, justru memuji taktik Israel yang memperluas serangannya di wilayah selatan.
Hal ini berkaitan dengan Israel yang meminta warga sipil mengungsi ke zona dilarang menyerang.
"Kami telah melihat permintaan evakuasi (dari Israel untuk warga Gaza) yang lebih tepat sasaran" dibandingkan serangan sebelumnya di wilayah utara, ujar Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, pada Senin.
"Jadi ini lebih baik dari apa yang terjadi sebelumnya."
Terpisah, Israel mengatakan mereka tidak memaksa warga Palestina untuk meninggalkan rumah secara permanen.
"Kami telah meminta warga sipil untuk mengevakuasi diri dari medan perang, kami telah menyediakan zona dilarang menyerang di Jalur Gaza," ungkap Juru Bicara Militer Israel, Jonathan Conricus, merujuk pada wilayah pesisir kecil di Gaza, Al-Mawasi.
Setiap usulan mengenai pembubaran warga Palestina adalah hal yang sangat kontroversial di Arab.
Lantaran, perang 75 tahun lalu yang memicu berdirinya negara israel, telah memicu eksodus atau pengungsian paksa terhadap 760.000 warga Palestina.
The Elders, sekelompok pemimpin global, menuduh Israel melakukan tindakan yang "tidak proporsional" dan meminta negara yang memberikan bantuan militer kepada Israel, memikirkan kembali pendekatan mereka.
Kelompok tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan, pembalasan Israel "telah mencapai tingkat ketidakmanusiawian terhadap warga Palestina di Gaza."
Mereka menambahkan sikap Israel itu "tidak dapat ditoleransi".
"Lebih banyak pembunuhan bukanlah jawabannya. Negosiasi adalah cara untuk mengakhiri konflik ini," lanjur mereka.
Tank dan buldoser terlihat pada Senin, di dekat Kota Khan Younis di Gaza selatan, yang dipenuhi pengungsi Palestina, kata seorang saksi mata kepada AFP.
Baca juga: Iran Ancam Israel, Setiap Serangan Terhadap Pasukan Iran akan Ditanggapi dengan Serangan Balasan
Sementara itu, ribuan warga Palestina lainnya berusaha melarikan diri dari pengeboman.
"Masyarakat meminta saran mengenai di mana mencari keselamatan," kata Direktur Gaza untuk badan PBB untuk pengungsi Palestina UNRWA, Thomas White, di media sosial.
"Tidak ada yang bisa kami sampaikan kepada mereka."
Kondisi di Gaza Semakin Memburuk
Di tengah aksi Israel yang memperluas serangannya dengan klaim hendak menumpas Hamas, situasi di Gaza semakin memburuk.
Pada Senin, semua layanan seluler dan telepon di seluruh Gaza terputus "karena terputusnya rute utama dari pihak Israel," kata perusahaan Paltel.
Presiden Komite Internasional Palang Merah, Mirjana Spoljaric, yang mengunjungi Gaza, menggambarkan penderitaan di wilayah kantong itu sebagai hal yang "tidak dapat ditoleransi."
Warga Gaza diketahui sudah kekurangan makanan, air, dan kebutuhan penting lainnya, termasuk bahan bakar.
Meski demikian, AS telah mendesak agar lebih banyak bahan bakar diperbolehkan masuk ke Gaza.
Pada Senin, di PBB, perwakilan Israel dan Palestina saling menuduh "genosida" atas perang tersebut, dimana kedua belah pihak juga menuntut tanggapan internasional.
Karena kekhawatiran akan terjadinya konflik regional yang lebih luas, tentara Israel mengatakan mereka telah melancarkan serangan artileri sebagai tanggapan terhadap tembakan lintas batas dari Lebanon.
Jet tempurnya, kata Israel, mengenai sasaran yang terkait dengan kelompok militan Hizbullah Lebanon yang didukung Iran.
Tepi Barat yang diduduki Israel juga mengalami peningkatan kekerasan, dengan lebih dari 250 warga Palestina tewas di sana sejak perang dimulai, menurut pihak berwenang Palestina.
Kementerian Kesehatan Otoritas Palestina mengatakan pada Senin, dua orang lagi ditembak mati dalam serangan Israel di kota Qalqilya, dan orang ketiga di kamp pengungsi Qalandia, sedangkan dua orang tewas di dekat Hebron.
Baca juga: Rencana Israel Banjiri Terowongan Hamas Pakai Air Laut, Nyawa Sandera Bisa Saja Terancam
Meskipun terjadi perang, persidangan korupsi Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang ditangguhkan bersamaan dengan beberapa aktivitas pengadilan ketika perang dimulai, dilanjutkan kembali pada Senin.
Ia dituduh melakukan suap, penipuan dan pelanggaran kepercayaan, namun dia membantahnya.
Seruan Israel agar Warga Palestina Mengungsi
Israel telah memerintahkan warga Palestina untuk mengevakuasi beberapa daerah, saat mereka memperluas pemboman di Jalur Gaza, yang menewaskan ratusan orang.
Pada Senin, militer Israel lewat media sosial X, mengatakan mereka telah menetapkan "daerah aman" bagi warga sipil Gaza untuk meminimalisir bahaya.
Tetapi, ratusan warga Palestina lainnya terbunuh sejak serangan kembali terjadi pada Jumat, setelah gencatan senjata berakhir.
Tidak jelas ke mana warga sipil mencari keselamatan.
Jurnalis AlJazeera di lapangan mengatakan sulit untuk mematuhi peraturan secara real-time, karena tidak ada tempat aman tersisa di Gaza.
Israel menerbitkan peta pada Jumat, membagi Gaza menjadi "zona evakuasi" dan meminta masyarakat mengikuti pengumuman itu demi keselamatan mereka.
Namun, peta tersebut, yang mencakup hampir 2.500 jaringan listrik, telah membingungkan banyak orang.
Sementara, internet dan listrik yang tidak dapat diandalkan membuat pembaruan menjadi sebuah tantangan.
Tidak Ada Tempat Aman di Gaza
Pengeboman baru ini menyusul berakhirnya gencatan senjata selama tujuh hari pada Jumat.
Serangan udara yang intens semalam menewaskan lebih dari 100 warga Palestina, menurut otoritas Hamas.
Baca juga: Ilmuwan Top Palestina dan Keluarganya Tewas akibat Serangan Israel di Gaza, Ini Sosoknya
Hal ini menambah jumlah korban tewas di Gaza sejak Sabtu (2/12/2023), menjadi lebih dari 800 orang.
Israel juga meningkatkan serangan terhadap kota Khan Younis di selatan, yang sebelumnya ditetapkan sebagai daerah aman.
“Ini terjadi ketika ratusan ribu warga Palestina meninggalkan rumah mereka dan mengungsi,” kata Hamdah Salhut dari AlJazeera, yang melaporkan dari Yerusalem Timur yang diduduki.
“Sementara Israel menyusun rencana pertempuran di bagian selatan Jalur Gaza, kenyataannya tidak ada tempat yang aman di Gaza pada akhir hari ke-58 perang ini."
“Perlu dicatat bahwa militer Israel belum menunjukkan pencapaian atau pencapaian militer yang besar, namun apa yang kita lihat adalah bencana kemanusiaan mengerikan yang terjadi di Jalur Gaza.”
Jumlah Korban
Kementerian Kesehatan Hamas di pada Senin, mengatakan ada 15.899 korban tewas di wilayah Palestina dan 42.000 lainnya terluka.
Sementara itu, data dari AlJazeera, media pemerintahan di Gaza, tentara Israel, dan Masyarakat Bulan Sabit Merah, menunjukkan angka yang berbeda.
Berikut rinciannya, dilansir AlJazeera:
Korban di Gaza
- Korban tewas: 15.523 orang, termasuk 6.600 anak-anak dan 4.300 perempuan
- Korban luka: 41.316, 70 persen di antaranya adalah anak-anak dan perempuan
- Hilang: Setidaknya 6.800 orang
Korban di Tepi Barat
- Korban tewas: 254 orang
- Korban luka: Lebih dari 3.365 orang
Korban di Israel
- Korban tewas: 1.200 orang
- Korban luka: 5.600 orang
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)