Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Solidaritas Umat Kristen Palestina di Betlehem untuk Gaza: Tuhan Beserta Kita dalam Penderitaan Ini

Tak ada perayaan Natal di Betlehem, Tepi Barat, Palestina, kota yang diyakini umat Kristen, sebagai tempat kelahiran Yesus Kristus.

Editor: Willem Jonata
zoom-in Solidaritas Umat Kristen Palestina di Betlehem untuk Gaza: Tuhan Beserta Kita dalam Penderitaan Ini
Anadolu
Puing beton yang disusun seperti gundukan menggantikan pohon natal di Gereja Evangelis Lutheran Betlehem, Tepi Barat, Palestina. 

TRIBUNNEWS.COM - Desember tahun ini tak ada perayaan Natal di Betlehem, Tepi Barat, Palestina, kota yang diyakini umat Kristen, sebagai tempat kelahiran Yesus Kristus.

Tidak akan ada perayaan, tidak ada lampu Natal yang berkelap-kelip, dan tidak ada pohon natal yang dihias di Manger Square.

Umat Kristen di Betlehem memilih untuk tidak merayakannya sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Gaza yang menjadi korban pembantaian oleh tentara Israel. Yang ada hanya doa dan ibadah.

"Sementara genosida sedang dilakukan terhadap saudara kami di Gaza, kami tidak bisa merayakan kelahiran Yesus Kristus tahun ini dengan cara apa pun. Kami tidak ingin merayakannya,” kata pendeta Munzir Ishak dari Gereja Natal Evangelis Lutheran di Betlehem dikutip Anadolu.

Alih-alih mendekorasi pohon Natal, gereja tempat pendeta Ishak melayani, memilih dekorasi dari puing-puing beton melambangkan kehancuran di Gaza yang dibentuk seperti gundukan.

Baca juga: Menerka Fobia Israel, Ada Peran Emak-emak Palestina yang Dianggap sebagai Ancaman

Di tengah gundukan tersebut, mereka menempatkan mainan bayi untuk mengingatkan bayi yang terperangkap di bawah puing-puing reruntuhan di Gaza.

Sementara di sekitar reruntuhan disusun ranting-ranting pohon yang patah, berbagai ikon, dan lilin.

BERITA REKOMENDASI

Ishak mengatakan, dekorasi reruntuhan pengganti dekorasi Natal di gereja, sebagai pesan untuk mereka sendiri dan dunia.

“Pesan kami untuk kita orang Palestina adalah Tuhan beserta kita dalam penderitaan ini. Kristus lahir sebagai solidaritas di tengah orang-orang yang menderita. Tuhan menyertai mereka yang tertindas,” terang Ishak.

"Baik Kristen atau Muslim, ini adalah situasi yang kami alami di Palestina. Kami dihadapkan pada perang genosida yang menargetkan seluruh warga Palestina. Dan kami saat ini tidak memikirkan perayaan kelahiran Kristus, yang kami pikirkan adalah bayi-bayi yang dibunuh secara brutal di Gaza," tambahnya.

Para pemuka agama Kristen menyoroti bahwa serangan Israel terhadap Gaza telah “mematikan semangat Natal.”

Serukan gencatan senjata penuh

Pemuka agama Kristen di Palestina datang ke Washington belum lama ini. Mereka hendak melobi pemerintahan Presiden Joe Biden dan Parlemen AS untuk mendukung seruan gencatan senjata skala penuh di Gaza.

Munther Isaac, pendeta di Gereja Natal Lutheran Injili di Betlehem yang menjadi bagian delegasi kecil umat Kristen Palestina, menyebut peristiwa yang terjadi di Gaza merupakan kegilaan.

“Ini telah menjadi genosida dengan 1,7 juta orang mengungsi,” kata Isaac seperti diberitakan Washington Post.

Pada Selasa sore, delegasi tersebut pergi ke Gedung Putih dan menyampaikan surat untuk Presiden Biden yang ditandatangani oleh para pemimpin komunitas Kristen di Betlehem, termasuk denominasi Protestan Isaac dan rekan-rekannya dari Ortodoks, Armenia, dan Katolik.

Mereka berangkat ke Hill untuk menemui staf di Senat dan DPR.

“Tuhan telah menempatkan para pemimpin politik pada posisi berkuasa sehingga mereka dapat memberikan keadilan, mendukung mereka yang menderita, dan menjadi instrumen perdamaian Tuhan,” demikian isi surat tersebut.

“Kami menginginkan gencatan senjata yang konstan dan komprehensif. Kematian yang cukup. Kehancuran yang cukup. Ini adalah kewajiban moral. Pasti ada cara lain. Inilah seruan dan doa kami pada Natal ini.”

Umat ​​Kristen Palestina termasuk dalam komunitas Kristen tertua di dunia, yang berakar pada tempat lahirnya agama Kristen.

Jumlah mereka sekira 2 persen dari keseluruhan populasi Palestina di Tepi Barat, sebagian besar terkonsentrasi di sekitar Ramallah, Bethlehem dan Yerusalem, dan kurang dari 1 persen populasi di Gaza.

Sementara terdapat sekira kurang dari 1.000 orang Kristen di Gaza, yang tinggal di sana tanpa banyak masalah meskipun secara de facto wilayah tersebut telah diambil alih pada tahun 2007 oleh Hamas.

Namun serangan udara Israel menghancurkan atau merusak hampir seluruh rumah masyarakat di Kota Gaza dan juga mengenai gereja tertua yang aktif di Gaza, tempat beberapa orang berlindung.

Hal ini mungkin mendorong seperlima umat Kristen di Gaza yang juga memiliki paspor asing untuk meninggalkan wilayah tersebut. Sisanya mendapati diri mereka menetap dalam ketidakpastian.

"Kita mati atau pergi," kata Tamar Haddad, koordinator regional Federasi Lutheran Dunia yang juga merupakan bagian dari delegasi kunjungan tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas