PBB akan Gelar Voting Gencatan Senjata Israel dan Hamas, Buntut Pasal 99
Dewan Keamanan PBB akan menggelar voting untuk menuntut diterapkannya gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Dewan Keamanan PBB akan bertemu untuk melakukan pemungutan suara pada Jumat (8/12/2023).
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, sebelumnya mendesak agar diterapkan gencatan senjata antara Israel dan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) di Jalur Gaza.
Voting ini menyusul keputusan Antonio Guterres untuk mengaktifkan Pasal 99 dalam piagam PBB dengan mengirim surat itu kepada Dewan Keamanan PBB pada Rabu (6/12/2023).
Pasal 99 piagam PBB berbunyi,"Sekretaris Jenderal dapat menyampaikan kepada Dewan Keamanan setiap permasalahan yang menurut pendapatnya dapat mengancam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional."
Terakhir kali, Pasal 99 ini digunakan ketika terjadi pertempuran pada tahun 1971 yang berujung pada berdirinya Bangladesh dan pemisahannya dari Pakistan.
“Di tengah pemboman terus-menerus yang dilakukan oleh Pasukan Pertahanan Israel dan tanpa tempat berlindung atau hal-hal penting untuk bertahan hidup, saya memperkirakan ketertiban umum akan segera rusak karena kondisi yang menyedihkan ini, sehingga bantuan kemanusiaan yang terbatas sekalipun tidak mungkin dilakukan,” tulis Antonio Gutteres dalam suratnya, dikutip dari The Guardian.
Baca juga: 100 Tentara Israel Hampir Buta, Lapid: Sulit Beli Pelindung Mata padahal Ada Dana Miliaran
UEA Siapkan Resolusi Perdamaian Israel-Palestina
Antonio Gutteres menulis, PBB harus menangani risiko krisis regional yang besar dan serius, di mana perang saudara atau konflik Palestina-Israel dapat menyebar.
Setelah Antonio Guterres mengirimkan surat mendesaknya, Uni Emirat Arab (UEA), yang merupakan anggota Dewan Keamanan PBB, menyiapkan rancangan resolusi yang akan dilakukan pemungutan suara pada Jumat (8/12/2023).
Informasi voting untuk gencatan senjata ini disampaikan oleh delegasi dari Ekuador, yang merupakan anggota Dewan Keamanan PBB dan memutuskan masalah penjadwalan, dikutip dari Agence France-Presse.
Versi terbaru dari dokumen ini dilihat pada Kamis (7/12/2023) oleh AFP dan menyebut situasi kemanusiaan di Gaza sebagai “bencana besar” dan menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera.
Baca juga: Putra Menteri Kabinet Perang Israel Tewas dalam Pertempuran di Gaza, Masih Umur 25 Tahun
Resolusi itu juga menyerukan perlindungan warga sipil, pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera yang masih ditahan Hamas , dan akses kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Namun hasil pemungutan suara tersebut masih belum jelas.
Sebelumnya, empat rancangan awal yang diajukan sejak perang pecah ditolak oleh Dewan Keamanan melalui veto.
Amerika Serikat, sekutu paling kuat Israel, yang memveto salah satu rancangan resolusi sebelumnya dan menolak gagasan gencatan senjata, mengatakan resolusi baru dari DK PBB pada tahap ini tidak akan berguna.
Menteri Luar Negeri Israel, Eli Cohen, pada Rabu (6/12/2023) mengatakan masa jabatan Antonio Guterres adalah bahaya bagi perdamaian dunia setelah dia menerapkan Pasal 99.
Baca juga: Saat Temui Putin di Rusia, Presiden Iran Kritik Israel: Genosida di Gaza Didukung AS dan Barat
Hamas Palestina vs Israel
Sebelumnya, Israel melakukan pengeboman besar-besaran untuk menanggapi Hamas yang memulai Operasi Banjir Al-Aqsa dengan menerobos perbatasan Israel dan Jalur Gaza pada Sabtu (7/10/2023) pagi.
Hamas mengatakan, serangan itu adalah tanggapan atas kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina selama ini, terutama kekerasan di kompleks Masjid Al Aqsa, seperti diberitakan Al Arabiya.
Kelompok tersebut menculik 240 orang dari wilayah Israel dan meluncurkan ratusan roket, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang di wilayah Israel.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengumumkan perang melawan Hamas dan meluncurkan pasukan ke Jalur Gaza pada keesokan harinya.
Pemboman Israel di Jalur Gaza menewaskan lebih dari 17.770 warga Palestina sejak Sabtu (7/10/2023) hingga perhitungan korban pada Kamis (7/12/2023), lebih dari 2,2 juta warga Palestina menjadi pengungsi, dikutip dari Reuters.
Selain itu, kekerasan yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina juga terjadi di Tepi Barat, wilayah yang dipimpin Otoritas Pembebasan Palestina (PLO).
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel