Oposisi Israel Serukan Pemilu Baru di Tengah Konflik Gaza: Netanyahu Tak Dapat Terus Jabat PM
Pemimpin oposisi Israel menyerukan diadakannya Pemilu baru selama serangan di Gaza.
Penulis: Nuryanti
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, menyerukan pemilihan umum (Pemilu) baru di tengah serangan yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.
Yair Lapid lantas menyinggung jabatan Benjamin Netanyahu sebagai Perdana Menteri Israel.
“Netanyahu tidak dapat terus menjabat sebagai perdana menteri,” ujarnya kepada surat kabar Yedioth Ahronoth, Minggu (17/12/2023), dilansir Anadolu Agency.
“Pemilu bisa diadakan selama perang," jelasnya.
Ini adalah pertama kalinya seorang pemimpin oposisi Israel menyerukan diadakannya Pemilu baru selama serangan di Gaza.
Seruan tersebut muncul di tengah meningkatnya kritik terhadap Benjamin Netanyahu atas kegagalannya mengakui tanggung jawab atas serangan lintas batas yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Baca juga: Israel Kembali Temukan Terowongan Hamas, Sebut yang Terbesar di Gaza, Hamas Enggan Berkomentar
Jajak pendapat baru-baru ini yang dilakukan oleh Lazar Research Institute untuk harian Israel, Maariv, menemukan bahwa hanya 27 persen warga Israel yang percaya bahwa Netanyahu adalah orang yang tepat untuk menjalankan pemerintahan.
Survei tersebut menemukan bahwa 49 persen warga Israel, atau sekitar setengahnya, percaya bahwa Benny Gantz, pemimpin Partai Persatuan Nasional, adalah sosok terbaik untuk memimpin pemerintahan negara tersebut.
Banyak orang Israel berharap penyelidikan pascaperang terhadap serangan Hamas akan mengakhiri karier politik Netanyahu.
Diberitakan Al Jazeera, Yair Lapid sebelumnya telah meminta Benjamin Netanyahu untuk segera mengundurkan diri.
Baca juga: Hamas Beri 3 Pilihan pada Israel jika Nekat Lanjutkan Agresi di Gaza
Pemimpin oposisi Israel itu menyerukan mosi tidak percaya di parlemen, yang akan memungkinkan pembentukan pemerintahan baru yang dipimpin oleh perdana menteri lain.
“Netanyahu harus segera pergi," ujarnya dalam sebuah wawancara dengan saluran berita Israel, Rabu (15/11/2023).
"Kita butuh perubahan, Netanyahu tidak bisa tetap menjadi perdana menteri,” sambung Lapid.
Lapid juga menuduh Netanyahu dan aparat keamanan di bawah kepemimpinannya melakukan 'kegagalan yang tidak dapat diampuni' karena tidak mencegah serangan pada 7 Oktober 2023.