Ada di Daftar Tahanan Israel, Siapa Marwan Barghouti yang Ingin Dibebaskan Hamas?
Hamas memasukkan Marwan Barghouti ke daftar tahanan Palestina yang diajukan untuk dibebaskan Israel dalam diskusi terkait pertukaran sandera.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Surat kabar populer Israel, Yedioth Ahronoth, mengungkapkan Hamas bersikeras kesepakatan pertukaran tahanan berikutnya akan mencakup tiga tahanan senior, termasuk tahanan Marwan Barghouti.
Marwan Barghouti adalah Sekretaris Jenderal Fatah yang ditangkap sejak 15 April 2002 dan dijatuhi lima hukuman seumur hidup pada 2004.
Dijuluki "Nelson Mandela dari Palestina", Marwan Barghouti dianggap sebagai pemimpin Intifada I (1987) dan Intifada II (2000-2005).
Marwan Barghouti berasal dari kota Kobar, dekat Ramallah dan Al-Bireh di Tepi Barat.
Dia adalah anggota parlemen Palestina pertama dan anggota Komite Sentral Fatah pertama, dikutip dari Al Jazeera.
Saat ini, Hamas sedang memikirkan hari setelah perang, terutama hubungan antara Hamas dan gerakan Fatah serta faksi perlawanan Palestina lainnya.
Sebelumnya, dikabarkan pada Senin (18/12/2023), Badan keamanan internal Israel (Shin Bet), telah memindahkan Marwan Barghouti dari penjara Ofer, dan dia dikirim ke sel isolasi sekitar seminggu yang lalu.
Baca juga: Israel Klaim Temukan Terowongan di Bawah Rumah Yahya Sinwar, Pemimpin Hamas di Gaza
Hamas Ajukan Pembebasan Tahanan Senior Palestina
Wall Street Journal mengungkap diskusi antara pihak Israel dan Hamas melalui mediator, Qatar, yang berlangsung pada Minggu (17/12/2023).
Hamas mengajukan pembebasan tahanan senior Palestina yang berada di penjara Israel.
Daftar tersebut mencakup nama-nama besar termasuk pemimpin Fatah, Marwan Barghouti; Ahmed Saadat, Sekretaris Jenderal Front Populer; dan Abdullah Barghouti, pemimpin Hamas di Tepi Barat pada 2003.
Sebelumnya, Hamas memberi tahu Fadwa Barghouti, istri Marwan Barghouti, tentang keinginan mereka untuk membebaskan suaminya.
Baca juga: Warga Gaza Makin Dihimpit, Militer Israel Minta Evakuasi Massal dari Khan Younis ke Rafah
Ahmed Saadat
Sementara itu, nama tahanan senior Palestina lainnya adalah Ahmed Saadat, Sekretaris Jenderal Front Populer.
Israel menuduhnya berada di balik pembunuhan Menteri Pariwisata Israel, Rehavam Ze'evi, pada tahun 2001 di Yerusalem.
Pada 2011, Israel menolak melepaskan Abu Saadat sebagai bagian dari kesepakatan dengan Hamas dalam pembebasan sandera tentara Israel, Gilad Shalit, yang disandera Hamas selama 5 tahun.
Abdullah Barghouti
Nama tahanan senior Palestina ketiga yang menjadi incaran Hamas adalah Abdullah Barghouti, pemimpin Hamas yang merupakan salah satu pemimpin sayap militer gerakan tersebut di Tepi Barat.
Abdullah Barghouti saat ini menjalani 67 hukuman seumur hidup di penjara Israel.
Hamas juga gagal membebaskannya dalam perjanjian Gilad Shalit pada tahun 2011, dan kini menegaskan ia harus dibebaskan dalam perjanjian berikutnya – bersama dengan pejabat senior lainnya yang disebutkan.
Baca juga: Tidak Gentar Terhadap Koalisi AS, Houthi Incar Kapal-kapal yang Terkait Israel di Laut Merah
Tuntutan Hamas kepada Israel selama Diskusi Pembebasan Sandera
Hamas mengajukan sejumlah syarat untuk kesepakatan pembebasan sandera, selain menuntut Israel untuk membebaskan tahanan senior Palestina.
Pada Senin (18/12/2023), Direktur CIA, William Burns, melakukan perjalanan ke Warsawa, Polandia, untuk bertemu dengan Kepala badan intelijen Israel (Mossad), David Barnea, dan perdana menteri Qatar, menurut pejabat Mesir dan orang lain yang mengetahui pembicaraan tersebut.
Para pejabat Mesir mengatakan Hamas mengatakan mereka bersedia melepaskan lebih banyak sandera jika bantuan ke Gaza digandakan.
Hamas juga menuntut Israel harus menyetujui gencatan senjata terlebih dahulu dan menarik pasukannya ke belakang garis yang telah ditentukan.
Hingga artikel ini ditulis, diskusi ini masih berlanjut dan kedua pihak belum menyepakati perjanjian gencatan senjata kemanusiaan terbaru.
Baca juga: Mantan Sandera Takut Rudal Israel yang Bunuh Mereka, Bukan Hamas
Hamas Palestina vs Israel
Sebelumnya, Israel melakukan pengeboman besar-besaran untuk menanggapi Hamas yang memulai Operasi Banjir Al-Aqsa dengan menerobos perbatasan Israel dan Jalur Gaza pada Sabtu (7/10/2023) pagi.
Hamas mengatakan serangan itu adalah tanggapan atas kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina selama ini, terutama kekerasan di kompleks Masjid Al Aqsa, seperti diberitakan Al Arabiya.
Kelompok tersebut menculik 240 orang dari wilayah Israel dan meluncurkan ratusan roket, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang di wilayah Israel, yang direvisi menjadi 1.147.
Sementara itu pembalasan Israel di Jalur Gaza menewaskan lebih dari 20.000 warga Palestina sejak Sabtu (7/10/2023) hingga perhitungan korban pada Kamis (21/12/2023), lebih dari 2,2 juta warga Palestina menjadi pengungsi, dikutip dari Al Jazeera.
Kekerasan juga meningkat di Tepi Barat, terutama setelah Israel melakukan penyerbuan besar-besaran ke wilayah yang dikuasai Otoritas Pembebasan Palestina (PLO) tersebut.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel