Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Sebut AS dan Israel Kini Hadapi Musuh Kuat dan Bisa Bikin Boncos, Siapa?

Pengamat politik mengatakan AS dan Israel kini menghadapi lawan kuat di Timur Tengah.

Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Sri Juliati
zoom-in Pakar Sebut AS dan Israel Kini Hadapi Musuh Kuat dan Bisa Bikin Boncos, Siapa?
AFP
Kapal kargo Galaxy Leader yang dibajak kelompok militan Houthi di Yaman saat berlayar di Laut Merah menuju Israel, November 2023. 

TRIBUNNEWS.COM - Robert Inlakesh, seorang pengamat politik di London, Inggris, menyebut Amerika Serikat (AS) dan Israel kini menghadapi lawan kuat di Timur Tengah.

Musuh kuat itu adalah kelompok Houthi di Yaman yang ikut campur dalam perang antara Israel dan Hamas.

Dalam tulisannya di Russian Today, (23/12/2023), Inlakesh mengatakan Houthi telah melancarkan rudal balistik dan rudal penjelajah ke arah Israel.

Kemudian, Houthi mencegah kapal-kapal Israel melewati Laut Merah dan mengumumkan adanya penutupan rute ke Pelabuhan Eilat.

Setelah Houthi menyita beberapa kapal dan menyerang kapal lain dengan pesawat nirawak, aktivitas di Eilat anjlok hingga 85 persen.

Dikutip dari Calcalis Tech, Direktur Jenderal Eilat, Gideon Golber mengatakan pihaknya akan meminta kompensasi dari pemerintah atas hilangnya sejumlah pendapatan.

Perusahaan ekspedisi dari Israel dan negara lainnya kemudian memilih mengambil rute yang lebih panjang dalam perjalanan ke Israel.

Berita Rekomendasi

Rute panjang itu membuat waktu perjalanan molor hingga 12 hari dan biayanya membengkak.

Di tengah sepak terjang Houthi itu, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin melawat ke Timur Tengah untuk mengumumkan adanya satuan tugas (satgas) angkatan laut yang dikerahkan ke Laut Merah.

Satgas itu beranggotakan beberapa negara. Namun, satu-satunya negara Arab yang ikut serta adalah Bahrain. Inlakesh mengatakan keberadaan satgas itu merupakah bentuk intervensi AS.

Baca juga: Milisi Houthi Beri Hak Istimewa untuk Putin, Kapal Tanker Rusia Bebas Melintas di Laut Merah

Menurut dia, pengaruh AS telah memudar karena gagal gagal meyakinkan negara-negara penting di kawasan itu untuk bergabung.

Inlakesh kemudian menyinggung koalisi Arab Saudi yang ikut campur dalam urusan politik di Yaman tahun 2015. Koalisi itu didukung oleh AS yang kala itu masih dipimpin oleh Presiden Barack Obama.

Tujuan koalisi itu ialah melengserkan Houthi dari kekuasannya di Yaman.

Meski kekuasaan Houthi di Yaman tidak diakui oleh dunia internasional, kelompok itu mengontrol lebih dari 80 persen penduduk di negara itu.

Di samping itu, Houthi juga didukung oleh dua pertiga seluruh militer di Yaman.

Houthi naik ke tampuk kekuasaan setelah gejolaj revolusi tahun 2014 yang membuat Presiden Yaman saat itu, Abdrabbuh Mansour Hadi, mengundurkan diri dan kabur dari negaranya.

Baca juga: Militer AS Klaim Telah Tembak Jatuh Empat Drone Milik Kelompok Houthi di Yaman

Barat meremehkan kelompok Houthi dan menyebutnya sebagai "pemberontak yang didukung Iran".

Selama bertahun-tahun Barat berusaha membuat narasi bahwa Houthi bukan kelompok kuat.

Namun, pembentukan koalisi angkatan laut yang baru saja diprakarsai oleh AS telah menunjukkan bahwa Houthi adalah kelompok kuat di Timur Tengah.

Di samping itu, menurut Inlakesh, serangan Houthi ke Abu Dhabi dan Dubai pada bulan Januari 2022 membuktikan bahwa bantuan Barat tidak cukup untuk menjaga keamanan di Uni Emirat Arab (UEA).

Houthi juga memamerkan kemampuan rudal dan drone miliknya dengan menyerang target-target di Arab Saudi.

Di sisi lain, AS ingin membantu menggulingkan pemerintahan Houthi. Setelah resmi menjabat tahun 2021 lalu, Presiden AS Joe Biden berjanji akan mengakhiri perang di Yaman.

Namun, AS tidak memenuhi janjinya dan justru berupaya menjadi juru damai antara Arab Saudi dan Israel.

Baca juga: Serangan Houthi di Laut Merah Selalu Tepat, Ternyata Ada Kapal Mata-mata di Balik Keakuratannya

Kata Inlakesh, AS telah mengizinkan perang Israel-Palestina meluas menjadi konflik regional Arab-Israel yang lebih luas.

Pemimpin Houthi, Abdul-Malik al-Houthi, telah menegaskan bahwa pasukannya tidak akan diam saja jika AS ingin memperluas konflik itu hingga ke Yaman.

Selain itu, konflik antara Israel dan kelompok Hizbullah di Lebanon juga meningkat belakangan ini.

Inlakesh menyebut AS telah gagal mengajak negara-negara besar di Timur Tengah untuk memperbesar perang Hamas-Israel. Seperti Rusia dan Tiongkok, negara-negara Arab lebih memilih mendukung adanya gencatan senjata.

Pengamat politik itu menyebut dunia telah melihat kemunafikan AS.

Saat ini korban tewas di Gaza sudah mencapai lebih dari 23.000 orang. Sebagian besar adalah wanita dan anak-anak.

Namun, AS terus mengagalkan resolusi gencatan senjata dan justru mati-matian membela AS.

Menurut Inlakesh, AS kini juga mengancam akan menyeret koalisi Barat ke dalam perang di Yaman.

Houthi kemudian blokade kapal yang akan menuju Israel akan berakhir jika perang di Gaza juga berakhir.

Inlakesh meyakini ancaman AS terhadap Yaman tak akan membuahkan hasil selain eskalasi perang.

(Tribunnews/Febri)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas