Israel Buka Opsi Deportasi Pemimpin Hamas Yahya Sinwar dan Mohammed Deif
Media Israel mengabarkan pemerintah Israel membuka opsi untuk mendeportasi pemimpin Hamas Yahya Sinwar dan Mohammed Deif ke luar negeri.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Media berita Times of Israel mengatakan pemerintah Israel sedang mempertimbangkan opsi baru mengenai nasib para pemimpin Hamas di Gaza.
Opsi tersebut akan menjadi imbalan pembebasan seluruh sandera yang ditahan oleh Hamas di Gaza.
Dalam rincian proposal itu, Israel berjanji untuk tidak membunuh pemimpin Hamas, Yahya Al-Sinwar dan Muhammad Al-Deif.
Namun, Israel akan deportasi mereka ke negara lain, dengan imbalan pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas.
Sumber-sumber Israel menilai opsi tersebut tidak boleh merugikan tujuan operasi militer yaitu membongkar kepemimpinan dan kemampuan militer Hamas.
"Mendeportasi pemimpin Hamas ke luar negeri tidak bertentangan dengan tujuan perang Israel," kata sumber lain yang mengomentari pendapat sebelumnya.
Baca juga: Pasukan Israel Hancurkan Fasilitas Pertanian di Salfit
Times of Israel mengutip Otoritas Penyiaran Israel yang mengatakan sumber-sumber di pemerintahan Israel yang tidak disebutkan namanya, mengonfirmasi kepemimpinan keamanan dan politik Israel sedang membahasnya.
Namun, belum ada usulan konkrit yang dibahas saat ini.
Sementara itu, pihak Hamas melalui Mesir mengatakan tidak akan membahas pembebasan sandera jika Israel tidak menyetujui penghentian agresi di Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Baca juga: Paus Fransiskus Kecam Serangan Israel terhadap Warga Sipil di Gaza
Yahya Sinwar Kirim Pesan ke Pejuang Hamas
Sementara itu, Yahya Sinwar masih aktif memimpin Hamas dalam perang melawan Israel.
Yahya Sinwar mengirimkan pesan kepada pimpinan dan anggota biro politik Hamas pada Senin (25/12/2023).
“Brigade Izz al-Din al-Qassam sedang melancarkan pertempuran sengit, penuh kekerasan, dan belum pernah terjadi sebelumnya melawan pasukan pendudukan Israel, dan tentara pendudukan telah menderita kerugian besar baik nyawa maupun peralatan,” katanya dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Anadolu.
Ia memberitahukan informasi tentang kerugian Israel sejak Operasi Badai Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023.
"Selama perang darat, Al-Qassam menargetkan setidaknya 5.000 tentara dan perwira, sepertiga di antaranya tewas, sepertiga lainnya terluka parah, dan sepertiga terakhir cacat permanen. Sedangkan untuk kendaraan militer, 750 di antaranya hancur, antara mengalami kehancuran total dan sebagian," katanya.
“(Brigade) Al-Qassam menghancurkan tentara pendudukan, dan berada di jalur untuk menghancurkannya, dan mereka tidak akan tunduk pada kondisi pendudukan,” tambahnya.
Baca juga: Ratusan Tentara Israel Tewas di Gaza, Netanyahu: Perang Berlanjut Kami Tak Akan Berhenti Lawan Hamas
Hamas Palestina vs Israel
Perang Israel dan Hamas semakin memanas setelah Israel melakukan pengeboman besar-besaran untuk menanggapi Hamas yang memulai Operasi Banjir Al-Aqsa dengan menerobos perbatasan Israel dan Jalur Gaza pada Sabtu (7/10/2023) pagi.
Hamas mengatakan serangan itu adalah tanggapan atas kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina selama ini, terutama kekerasan di kompleks Masjid Al Aqsa, seperti diberitakan Al Arabiya.
Kelompok tersebut menculik 240 orang dari wilayah Israel dan meluncurkan ratusan roket, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang di wilayah Israel, yang direvisi menjadi 1.147.
Setelah pertukaran sandera selama 7 hari yang dimulai Jumat (24/11/2023), kurang lebih 138 sandera masih ditahan Hamas di Jalur Gaza.
Sementara itu pembalasan Israel di Jalur Gaza menewaskan lebih dari 20.424 warga Palestina sejak Sabtu (7/10/2023) hingga perhitungan korban pada Senin (25/12/2023), lebih dari 2,2 juta warga Palestina menjadi pengungsi, dikutip dari Al Jazeera.
Kekerasan juga meningkat di Tepi Barat, terutama setelah Israel melakukan penyerbuan besar-besaran ke wilayah yang dikuasai Otoritas Pembebasan Palestina (PLO) tersebut.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel