Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Musuh Baru Israel Jaraknya Ribuan Kilometer di Selatan, Tapi Aksinya Bikin Runyam Negara Zionis

Secara geografis jarak antara Yaman dengan Israel cukup jauh, yaitu lebih 2.200 kilometer di arah selatan.

Penulis: Hendra Gunawan
zoom-in Musuh Baru Israel Jaraknya Ribuan Kilometer di Selatan, Tapi Aksinya Bikin Runyam Negara Zionis
AFP
Anggota milisi Ansarallah atau biasa disebut pemberontak Houthi sia menghancurkan Israel 

TRIBUNNEWS.COM -- Israel kini menghadapi musuh baru yang siap membuat porak poranda negara itu.

Mereka adalah aktivis gerakan Ansarallah atau yang biasa disebut sebagai militan Houthi Yaman.

Baru-baru ini manuver-manuver Houthi membuat Israel dan para pendukungnya, seperti Amerika Serikat pusing tujuh keliling karena serangan-serangan bersenjata militan di Yaman tersebut.

Secara geografis jarak antara Yaman dengan Israel cukup jauh, yaitu lebih 2.200 kilometer di arah selatan.

Baca juga: Milisi Houthi Beri Hak Istimewa untuk Putin, Kapal Tanker Rusia Bebas Melintas di Laut Merah

Bila Houthi menembak rudal ke Israel pun harus melewati daratan Arab Saudi, sehingga serangan jadi sia-sia karena ditangkal oleh Saudi lebih dulu.

Akan tetapi gerakan baru Houthi ini sungguh di luar dugaan sebelumnya. Mereka menyerang kapal-kapal bisnis yang berkaitan dengan Israel yang melewati Laut Merah di sebelah barat Yaman.

Seperti diketahui, jalur kapal terdekat antara Eropa adalah Terusan Suez yang menyambung ke Laut Merah, laut yang memisahkan antara Afrika dan Asia.

Berita Rekomendasi

Perdagangan Israel sebagian tergantung dengan Laut Merah. Setelah Houthi menyita sejumlah kapal dan menyerang kapal lain dengan serangan drone, aktivitas di Eilat menurun sekitar 85 persen.

Perusahaan pelayaran internasional dan Israel telah memilih untuk mengambil rute panjang, yang dalam beberapa kasus memerlukan waktu tambahan 12 hari, untuk mencapai Israel dengan muatan mereka, sebuah pengalihan yang memakan banyak biaya.

Menentang hal ini, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin melakukan perjalanan ke wilayah tersebut dan mengumumkan pembentukan satuan tugas angkatan laut multinasional yang akan ditempatkan di Laut Merah.

Baca juga: Serangan Houthi di Laut Merah Selalu Tepat, Ternyata Ada Kapal Mata-mata di Balik Keakuratannya

Meskipun ada pembicaraan mengenai koalisi yang mencakup Arab Saudi, Mesir, dan bahkan Uni Emirat Arab, satu-satunya negara Arab yang bergabung adalah Bahrain.

Robert Inlakesh analis politik dari Inggris mengatakan tanda-tanda pengaruh AS menurun telah terlihat.

"Hal ini penting karena AS gagal meyakinkan negara-negara besar di kawasan untuk bergabung, yang menunjukkan menurunnya pengaruh Amerika, namun juga meningkatkan status Ansarallah di Yaman," kata Inlakesh dalam sebuah kolom komentarnya di Russia Today, Senin (25/12/2023).

Penampakan kapal USS Laboon saat berlabuh di Yunani, 29 April  2015, kapal USS Laboon mengkonfirmasi pada Sabtu (23/12/2024) mereka menembak jatuh empat drone milik kelompok Houthi
Penampakan kapal USS Laboon saat berlabuh di Yunani, 29 April 2015, kapal USS Laboon mengkonfirmasi pada Sabtu (23/12/2024) mereka menembak jatuh empat drone milik kelompok Houthi (US NAVY / AFP)

Sebelumnya, gerakan Ansarallah Houthi ini adalah pemberontakan yang berhasil merevolusi dan melengserkan Abdrabbuh Mansour Hadi pada tahun 2014.

Presiden Hadi kemudian kabur keluar negeri beberapa bulan usai lengser.

Pemberontak Houthi kemudian mengambil alih dan beroperasi sebagai pemerintah de facto Yaman, namun belum mendapat pengakuan di PBB.

Baca juga: Rudal Houthi di Laut Merah Diduga Pakai Teknologi China, Ansarallah Duluan Pakai Ketimbang PLA?

PBB malah mengakui 'Dewan Kepemimpinan Presiden' yang dibentuk di Riyadh, Arab Saudi, pada tahun 2022.

Walaupun kelompok ini tidak mendapat pengakuan internasional sebagai kekuatan pemerintahan Yaman, kelompok ini menguasai lebih dari 80% persen populasi.

Houthi mendapat dukungan dari dua pertiga angkatan bersenjata negara tersebut, dan menjalankan pemerintahan di Sanaa.

Sementara Barack Obama Presiden AS saat itu mendukung intervensi koalisi pimpinan Arab Saudi di Yaman pada tahun 2015.

Sejak itu, sekitar 377.000 orang tewas, sebagian besar akibat blokade mematikan yang diberlakukan terhadap sebagian besar penduduk negara tersebut.

Konteks di atas sangat penting untuk memahami kemampuan Ansarallah Yaman, yang diremehkan sebagai kelompok “pemberontak yang disebut-sebut didukung Iran” di media korporat Barat selama bertahun-tahun.

Meskipun pemerintah negara-negara Barat berusaha berpura-pura bahwa kelompok Yaman tidak signifikan, keputusan Washington baru-baru ini untuk membentuk koalisi angkatan laut multi-nasional untuk menghadapi Houthi adalah sebuah pengakuan bahwa mereka adalah aktor regional yang besar.

Faktanya, Ansarallah adalah satu-satunya gerakan Arab yang mengontrol aset negara dan tentara tetap yang berpartisipasi dalam perang yang sedang berlangsung dengan Israel.

Houthi kini menjadi musuh nyata bagi Israel dari arah Selatan. Meski mereka tak menyerang secara langsung daratan Israel layaknya Hizbullah, akan tetapi bisa menghancurkan ekonomi negara Yahudi tersebut.

Penghasilan Merosot Tajam

Gara-gara aksi Houthi ini, penghasilan Israel dari jasa kepelabuhanan merosot tajam. Pendapatan Pelabuhan Eilat di Israel anjlok hingga 80 persen karena serangan Houthi Yaman selama ini atas kapal-kapal barang di Laut Merah.

Pelabuhan Eilat berada di selatan Israel dan merupakan pelabuhan tersibuk ketiga di Israel. Pelabuhan ini  sangat menderita sejak awal serangan dari Yaman.

CEO Pelabuhan Eilat, Gideon Golber mengatakan akibat krisis keamanan yang meningkat, manajemen Pelabuhan Eilat akan meminta kompensasi kepada Pemerintah Israel atas hilangnya sebagian pendapatan.

Dikutip dari Calcalist, pihak pelabuhan juga memperingatkan bahwa perselisihan dengan Hizbullah juga akan membuat pelabuhan Haifa dan Ashdod terkena dampak buruk. bahaya dan mengganggu seluruh lalu lintas pelayaran.

Dengan latar belakang meningkatnya ancaman pemberontak Houthi di Yaman untuk menyerang kapal-kapal yang melewati selat Bab-el-Mandeb menuju Israel, Pelabuhan Eilat melaporkan penurunan tajam dalam cakupan aktivitas dan penurunan lebih dari 80 persen di pendapatan dalam waktu satu bulan.

Gideon Golber, mengatakan menyusul krisis yang semakin parah, pengelola pelabuhan akan meminta kompensasi kepada negara atas hilangnya sebagian pendapatan.

“Sejak Houthi mengumumkan pemblokiran Bab-el-Mandeb, kapal-kapal takut melewati perjalanan mereka ke Eilat dan memilih rute yang melewati seluruh benua Afrika dengan cara yang memperpanjang durasi perjalanan sebesar sekitar 20 hari," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas