Rusia Terang-terangan Tuding Barat Sponsori 'Revolusi Warna' yang Gagal Gulingkan Pemerintah Serbia
Pemerintah Rusia menuding negara-negara Barat berada di balik aksi "revolusi warna" yang gagal menggulingkan pemimpin Serbia.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Pemerintah Rusia menuding negara-negara Barat berada di balik aksi "revolusi warna" yang gagal menggulingkan pemimpin Serbia.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menuding ribuan pengunjuk rasa yang menyerbu gedung Pemerintah Kota Beograd menjadi bagian rencana Barat melengserkan Presiden Aleksandar Vucic.
Pada Minggu (24/12/2023) malam, ribuan demonstran pro-Barat berusaha masuk ke gedung-gedung pemerintah di ibu kota.
Baca juga: Houthi Serang Kapal Israel di Laut Merah: Rusia Ketiban Cuan, Barat Menderita
Aksi mereka terjadi menyusul kemenangan Partai Progresif Serbia (SNS) yang berkuasa atas koalisi Serbia Melawan Kekerasan (SPN) yang pro-Uni Eropa dalam pemilihan parlemen.
Presiden Serbia Aleksandar Vucic menyebut protes tersebut sebagai upaya revolusi warna.
Revolusi warna merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan gerakan yang didanai dan diorganisir oleh negara-negara Barat.
Negara Barat terutama Amerika Serikat, sering berusaha menggulingkan para pemimpin dunia yang menentang kepentingan Washington dengan cara mengorganisir aksi unjuk rasa.
Dalam sebuah pernyataan kepada TASS pada hari Senin, Zakharova setuju dengan kecurigaan pemimpin Serbia tersebut dan mengatakan bahwa upaya kolektif Barat untuk mengguncang situasi di [Serbia] dengan menggunakan teknik kudeta Maidan sudah jelas.”
Juru bicara tersebut menyatakan bahwa “satu-satunya reaksi yang mungkin” terhadap hasil pemilu akhir pekan ini adalah kepatuhan yang ketat terhadap isi dan semangat konstitusi Serbia serta menghormati pilihan rakyatnya.
Baca juga: Eks Jurnalis yang Vokal ke Pemerintah Kandas jadi Bacapres, Putin Kian Digdaya di Pilpres Rusia
Salah satu tuduhan yang memicu demonstrasi pada hari Minggu adalah bahwa SNS telah melakukan pencurian suara selama pemilu.
Presiden Vucic dengan keras menolak klaim tersebut dan menyebutnya sebagai “kebohongan” dan menegaskan bahwa protes tersebut disponsori oleh negara-negara Barat, yang menurutnya ingin menggulingkannya dari kekuasaan karena hubungan persahabatannya dengan Rusia dan penolakannya untuk mengakui kemerdekaan Kosovo dari Serbia.
Setelah protes hari Minggu dibubarkan oleh polisi, Perdana Menteri Serbia Ana Brnabic mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada dinas keamanan Rusia, yang menurutnya telah memberikan peringatan dini mengenai rencana para demonstran untuk memulai kerusuhan.