Kemiskinan Melonjak, Bank Sentral Israel Ultimatum Netanyahu Tak Kuras Kas Negara untuk Perang
Sebanyak 19,7 persen warga Israel kini kehilangan pendapatan imbas agresi perang.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Ekonomi Israel yang kian boncos membuat pimpinan Bank Sentral Israel Amir Yaron murka, hingga nekat menyurati Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu agar tak kuras duit negara demi mendanai perang di Gaza.
Surat itu dikirimkan Yaron tepat sebelum kabinet Netanyahu menggelar pemungutan suara terkait revisi anggaran perang tahun 2024 yang kabarnya akan ditambah sebesar 10 miliar dolar AS atau sekitar Rp 155 triliun (satuan kurs Rp15.558).
Para anggota kabinet berdalih penambahan anggaran perang penting dilakukan untuk memperkuat benteng pertahanan Israel dalam melawan militan Hamas di Gaza, namun menurut Yaron biaya belanja pertahanan yang diproyeksikan bengkak tanpa melakukan penyesuaian pos anggaran bisa berpotensi merugikan ekonomi negara.
Baca juga: Rakyat Israel Sudah Muak, PM Netanyahu Ketakutan, Disebut Tak Becus, dan Terancam Digulingkan
Terlebih belakangan ini kondisi ekonomi Israel tengah dilanda krisis, akibat pembengkakan biaya perang yang telah menelan 210 miliar shekel atau sekitar 56 miliar dolar AS, serta hilangnya pendapatan penduduk di dekat perbatasan Gaza dan Lebanon buntut dari perang.
"Tanpa melakukan penyesuaian anggaran yang diperlukan, hal ini dapat merugikan pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan memburuknya rasio utang terhadap PDB. Selama beberapa tahun ke depan, akan berdampak negatif pada ekonomi Israel," jelas Yaron.
Sebelum defisit anggaran Israel bengkak hampir tiga kali lipat menjadi 6 persen dari PDB, parlemen Israel pada Desember lalu sempat menyetujui anggaran perang untuk tahun 2023 sebesar 30 miliar shekel dan 50 miliar shekel lagi pada tahun 2024.
Dengan alasan untuk mendanai perang serta memberikan kompensasi kepada mereka yang terkena dampak serangan Hamas sejak 7 Oktober lalu, namun pasca anggaran tersebut disetujui perlahan ekonomi Tel Aviv dilaporkan goyah.
Hingga Bank Sentral Israel, terpaksa memangkas suku bunga acuan untuk pertama kalinya sejak 2020, dari awalnya 4,75 persen menjadi 4,5 persen.
Tak hanya memicu krisis, perang juga membuat tingkat kemiskinan Israel melonjak tajam.
Menurut catatan tahunan yang dirilis perusahaan riset Alternative Poverty Report sebanyak 19,7 persen warga Israel kini kehilangan pendapatan imbas agresi perang.
Impak lain yang ditimbulkan dari perang sebanyak 79,3 persen warga Israel menderita penyakit kronis lantaran kesulitan mendapatkan akses perawatan kesehatan gratis. Bahkan 81,6 penerima bantuan lanjut usia hidup dalam kemiskinan dan terancam menghadapi kerawanan pangan yang parah.
“Dampak perang, badan amal yang didedikasikan untuk mendukung masyarakat miskin kini tak lagi menerima bantuan dari pemerintah Israel sejak dimulainya invasi, Padahal saat ini terjadi peningkatan jumlah permintaan bantuan,” jelas Alternative Poverty Report dikutip dari Middle East Monitor.