3 Tentara AS Tewas, Joe Biden Marah: Kami akan Balas Serangan Militan yang Didukung Iran
Presiden AS Joe Biden marah karena 3 tentara AS tewas dalam serangan drone di Suriah. Ia berjanji AS akan balas serangan militan di Suriah.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, mengancam akan membalas serangan drone yang menewaskan tiga tentara AS dan melukai 34 lainnya di pangkalan Al-Tanf, Suriah, Minggu (28/1/2024).
Joe Biden menyalahkan kelompok bersenjata yang didukung oleh Iran.
“Hari ini, hati Amerika sedang sedih. Tadi malam, tiga anggota militer Amerika tewas dan lainnya terluka, dalam serangan udara dengan drone terhadap pasukan kami yang ditempatkan di timur laut Yordania dekat perbatasan. Perbatasan Suriah,” kata Joe Biden, Senin (29/1/2024), dikutip dari Reuters.
Ia mengatakan AS sedang menyelidiki serangan itu, namun Joe Biden menebak bahwa Iran adalah dalangnya.
“Meskipun kami masih mengumpulkan fakta mengenai serangan ini, kami mengetahui bahwa serangan tersebut dilakukan oleh kelompok bersenjata ekstremis dukungan Iran yang beroperasi di Suriah dan Irak,” kata Joe Biden.
Diketahui, pangkalan Al-Tanf berada di wilayah Suriah, yang berbatasan dengan Irak dan Yordania.
Joe Biden berjanji akan meminta pertanggungjawaban semua pihak yang bertanggung jawab pada waktu dan dengan cara yang dipilih AS.
Pemimpin AS itu lalu memuji tiga tentara yang tewas sebagai "patriot", memuji keberanian mereka dan mengatakan serangan itu tidak adil.
"Bersama-sama, kami akan menjunjung tinggi komitmen suci yang kami miliki terhadap keluarga mereka. Kami akan berusaha untuk menjadi layak atas kehormatan dan keberanian mereka," katanya.
AS akan Balas Dendam
Mendukung pernyataan Joe Biden, Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, juga mengutuk serangan drone yang menewaskan tiga tentara AS di Suriah.
Baca juga: Perlawanan Islam di Irak Akui Bunuh 3 Tentara AS: Kami Protes Agresi Israel di Jalur Gaza
“Saya merasa marah dan sedih atas terbunuhnya 3 tentara kami dalam serangan terhadap pasukan kami di (Suriah), timur laut Yordania,” kata Lloyd Austin.
“Milisi yang didukung oleh Iran bertanggung jawab atas serangan yang terus berlanjut terhadap pasukan Amerika,” katanya.
Ia menegaskan AS akan membalas serangan itu.
“Kami akan merespons pada waktu dan tempat yang tepat terhadap serangan terhadap pasukan kami di Yordania,” lanjutnya.
Lloyd Austin memastikan AS tidak akan mentolerir serangan terhadap tentaranya.
“Presiden Biden dan saya tidak akan mentolerir serangan terhadap pasukan Amerika,” katanya.
Menteri Pertahanan itu bersumpah akan mengerahkan segala cara untuk melindungi kepentingan AS di Timur Tengah.
“Kami akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi Amerika Serikat, pasukan kami, dan kepentingan kami,” lanjutnya.
Mengapa Tentara AS Ada di Suriah, Irak, Yordania?
Amerika Serikat telah menempatkan ribuan tentaranya di Suriah dan Irak dengan alasan untuk memerangi ISIS yang mengancam keamanan AS.
Presiden AS saat itu, Donald Trump, mengumumkan pada tahun 2018 bahwa kepemimpinan ISIS runtuh.
Dengan runtuhnya ISIS, AS mengurangi jumlah tentaranya di Suriah dan Irak.
AS berdalih tidak menarik seluruh tentara karena khawatir kekuatan ISIS tumbuh lagi, namun kenyataannya mereka bertujuan membatasi pengaruh Iran di sana, dikutip dari CATO Institute.
Selain di Suriah dan Irak, AS juga menempatkan tentaranya di Yordania, negara Arab pendukung Palestina dan penentang Israel.
Yordania menjalin kerja sama militer dengan AS yang ditandatangani pada akhir tahun 2021.
Kedua negara itu berkomitmen untuk menjaga kestabilan pertahanan dan keamanan regional, dikutip dari Al Arabiya.
Dengan demikian, Yordania memberikan hak kepada tentara AS untuk beraktivitas di wilayahnya.
Hubungan AS-Yordania ini diduga mempengaruhi sikap Yordania terhadap Israel yang terkesan 'diam' ketika Israel, yang merupakan sekutu utama AS, melakukan genosida terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Hamas Palestina vs Israel
Yordania dan Suriah berbagi sejarah dengan Palestina, yang dulu keduanya tergabung dalam koalisi Arab untuk melawan Israel dan mempertahankan Palestina melalui beberapa perang Arab-Israel.
Meski mengutuk Israel, negara-negara Arab saat ini tidak mengambil tindakan yang cukup untuk menentang pendudukan Israel di Palestina, yang beberapa ahli mengaitkannya dengan tekanan dari AS (sekutu utama Israel).
Segera setelah Hamas meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), Israel mulai membombardir Jalur Gaza.
Kematian warga Palestina di Jalur Gaza mencapai 26.257 jiwa sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Minggu (28/1/2024), 1.147 kematian di wilayah Israel, dan 369 kematian warga Palestina di Tepi Barat hingga Senin (22/1/2023).
Israel memperkirakan, masih ada kurang lebih 137 sandera yang ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel