Pasukan Israel Lakukan Pembantaian Besar-besaran di Rafah, 100 Warga Palestina Tewas akibat Serangan
Israel telah memulai pembantaian besar-besaran mereka terhadap warga Palestina di Rafah, Jalur Gaza selatan, Senin (12/2/2024) pagi.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Pasukan Pendudukan Israel (IOF) telah memulai serangannya ke Rafah di Gaza selatan, Senin (12/2/224) pagi.
Koresponden Al Mayadeen melaporkan, banyak dari korban pembantaian besar-besaran yang dilakukan pasukan Israel adalah anak-anak dan perempuan.
Israel setidaknya telah melancarkan lebih dari 50 serangan udara di Rafah.
Menurut sumber-sumber medis Palestina, serangan itu mengakibatkan 100 warga di Rafah tewas dan lebih dari 230 lainnya terluka.
Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) menyebut pesawat tempur Israel melakukan serangkaian serangan udara besar-besaran di berbagai wilayah selatan Gaza, dengan fokus di Rafah.
Pasukan Israel, lapor media Palsetina, menargetkan Masjid al-Houda di kamp Yibna di Rafah, serta Masjid al-Rahma, tempat sejumlah besar pengungsi Gaza berlindung.
Sementara itu, koresponden Al Mayadeen mengungkapkan, dalam waktu satu jam, Rafah sudah berubah menjadi zona perang karena menjadi sasaran serangan udara Israel.
Beberapa korban tewas dan terluka telah diangkut ke Rumah Sakit Abu Yousef Al-Najjar, yang hanya memiliki 30 tempat tidur dan tidak mampu memberikan perawatan untuk semua yang terluka.
Serangan udara Israel yang sedang berlangsung di Rafah, bertepatan dengan konfrontasi sengit antara pejuang Perlawanan Palestina dan IOF di barat laut Rafah.
Serangan IOF ke Rafah sendiri telah dikonfirmasi oleh militer Israel.
Mereka mengakui "serangkaian serangan terhadap sasaran teror" di Rafah, tulis militer Israel di sebuah unggahan di Telegram, dikutip dari AlJazeera.
Baca juga: Tak Gentar Didenda demi Dukung Gaza, Tim Basket Irlandia Ogah Jabat Tangan Pemain Israel
Sebagai informasi, Rafah saat ini telah menjadi pusat perlindungan bagi lebih dari 1,9 juta warga Palestina.
Rafah juga merupakan koridor utama bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina di Gaza.
Sebelumnya, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengumumkan pada Jumat (9/2/2024), bahwa ia telah memerintahkan militernya untuk menyiapkan rencana mengevakuasi Rafah.
Usai pernyataannya itu, Netanyahu menghadapi tekanan internasional yang mendesaknya agar membatalkan rencana tersebut.
Tetapi, Netanyahu menolak desakan itu dengan mengatakan:
"Mereka yang mengatakan bahwa dalam keadaan apapun kita tidak boleh memasuki Rafah, sama saja dengan mengatakan kita (Israel) kalah perang dan membela Hamas."
Biden Kecam Rencana Netanyahu
Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, mengecam rencana Netanyahu menyerang Rafah.
Kepada rekan sekutunya itu, Biden mengatakan rencana invasi darat Israel ke Rafah "tidak boleh dilanjutkan" tanpa menjamin keselamatan warga Palestina di sana, menurut Gedung Putih dikutip Politico.
Selama percakapan keduanya via telepon, Biden dan Netanyahu sama-sama menegaskan kembali tujuan mereka adalah untuk mengalahkan Hamas.
Mereka juga membahas upaya untuk membebaskan sisa sandera yang ditahan di Gaza.
Baca juga: Biden Marah Netanyahu Perintahkan IDF Invasi Rafah, Sebut Tanggapan Israel Terhadap Gaza Berlebihan
Pemerintahan Biden, badan-badan bantuan, dan para pemimpin dunia lainnya telah mendesak Netanyahu untuk membatalkan rencananya untuk menyerang kota Gaza selatan.
Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, memperingatkan serangan Israel terhadap Rafah akan menjadi “bencana kemanusiaan yang akan segera terjadi.”
“Orang-orang di Gaza tidak bisa menghilang begitu saja,” tulisnya di X.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional, John Kirby, sebelumnya memperingatkan AS tidak akan mendukung serangan Israel di wilayah tersebut.
Kirby juga mengatakan operasi militer Israel akan menjadi “bencana” bagi warga sipil di Rafah.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)