AS Veto Resolusi PBB soal Gencatan Senjata di Gaza tapi akan Ajukan Resolusi Lain, Apa Bedanya?
AS lagi-lagi memveto resolusi gencatan senjata yang diajukan oleh Aljazair, tapi akan mengajukan resolusi sendiri, apa bedanya?
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - AS telah menggunakan hak vetonya untuk ketiga kalinya untuk memblokir resolusi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) yang menyerukan gencatan senjata di Gaza.
Dilansir The New Arab, rancangan resolusi dari Aljazair ini menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera dalam perang Israel-Hamas.
Delegasi AS di PBB sebelumnya sudah mewanti-wanti bahwa mereka akan memveto naskah tersebut dalam pemungutan suara yang dilakukan pada hari Selasa (20/2/2024).
Namun pemungutan suara tetap dilakukan sesuai rencana.
13 dari 15 anggota DK PBB mendukung resolusi tersebut.
Tetapi resolusi tersebut tetap gagal karena di samping Inggris abstain, AS mengeluarkan suara menentang.
Sebagai satu dari 5 anggota tetap DK PBB, AS memiliki hak istimewa yang bisa mencegah, menyatakan, menolak, atau membatalkan keputusan yang dibuat anggota lain.
Menjelang pemungutan suara hari Selasa, AS menulis resolusi alternatif yang dilihat pada hari Senin oleh berbagai kantor berita.
Namun masih belum diketahui kapan atau apakah rancangan resolusi dari AS itu akan diajukan ke Dewan Keamanan PBB, karena AS pertama-tama akan berupaya mengumpulkan dukungan dari anggota lain.
Ada beberapa perbedaan mencolok antara kedua naskah resolusi yang diajukan Aljazair dan Amerika Serikat.
Dokumen yang diinisiasi oleh Aljazair menuntut “gencatan senjata kemanusiaan segera yang harus dihormati oleh semua pihak”.
Baca juga: Ketiga Kalinya, AS Lagi-lagi Veto Resolusi DK PBB soal Gencatan Senjata di Gaza
Sementara itu, resolusi yang dipelopori AS hanya menyerukan “gencatan senjata sementara di Gaza sesegera mungkin, berdasarkan formula pembebasan semua sandera”.
AS sebelumnya menghindari istilah "gencatan senjata" dan sudah memveto dua resolusi PBB pada bulan Oktober dan Desember yang menggunakan istilah tersebut.
Poin penting lainnya dalam rancangan resolusi AS adalah bahwa DK PBB akan menentang serangan darat besar-besaran Israel di Rafah di Gaza selatan, meskipun dalam bahasa yang relatif lemah.
Maka, rancangan teks AS “menetapkan bahwa dalam kondisi saat ini, serangan darat besar-besaran ke Rafah akan mengakibatkan kerugian lebih lanjut terhadap warga sipil dan pengungsian lebih lanjut termasuk kemungkinan ke negara-negara tetangga”.
Draf itu juga menggarisbawahi bahwa serangan darat besar-besaran seperti itu tidak boleh dilakukan dalam kondisi saat ini.
Meski menuntut pembebasan semua tawanan Hamas, resolusi dari Aljazair tidak secara eksplisit mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober.
Namun ada juga kesamaan antara kedua dokumen resolusi tersebut, yaitu keduanya sama-sama mengambil sikap menentang pemindahan paksa warga Palestina keluar dari Gaza.
Rancangan resolusi AS dengan demikian secara resmi menolak tindakan apa pun yang dilakukan pihak mana pun yang mengurangi wilayah Gaza, baik sementara maupun permanen, termasuk melalui pembentukan zona penyangga secara resmi atau tidak resmi, serta penghancuran infrastruktur sipil secara luas dan sistematis.
Mereka juga mengutuk seruan beberapa menteri Israel agar pemukim Yahudi pindah ke Gaza dan menolak segala upaya perubahan demografis atau teritorial di Gaza yang akan melanggar hukum internasional.
Sebuah resolusi DK PBB memerlukan setidaknya sembilan suara setuju (dari 15 anggota), dan tidak ada veto dari Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Rusia atau China.
Sebuah sumber diplomatik mengatakan kepada AFP bahwa teks AS juga tidak mungkin lolos dalam kondisi saat ini.
Ada risiko tinggi bahwa teks apa pun yang diajukan AS ke DK PBB akan mendapat veto dari Rusia.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)