Pejabat Militer Israel Membelot, Pilih Lakukan Resign Massal Ketimbang Berperang di Gaza
Tak lama pasca informasi meluas, Juru Bicara Internasional untuk militer pendudukan Israel, Letnan Richard Hecht juga ikut mengundurkan diri.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Di tengah perang Gaza yang kian memanas, sejumlah pejabat senior militer Israel yang berada di Unit Pasukan Pendudukan Israel (IOF) kompak mengajukan resign atau pengunduran diri massal.
Isu ini mencuat usai Kolonel Butbul dan Kolonel Moran Katz dilaporkan mengundurkan diri dari kursi jabatannya di Unit IOF. Tak lama pasca informasi meluas, Juru Bicara Internasional untuk militer pendudukan Israel, Letnan Richard Hecht juga ikut mengundurkan diri.
Disusul sejumlah tokoh penting yang tergabung dalam pasukan militer Laksamana Muda Daniel Hagari, seperti Kolonel Butbul, dan Kolonel Moran Katz, sebagaimana dikutip dari Al Mayadeen.
Baca juga: Paus Fransiskus Minta Hentikan Perang di Gaza: Saya Sedih Atas Penderitaan Rakyat Palestina
Tak dijelaskan secara spesifik mengenai alasan mengapa pejabat militer Israel kompak melakukan resign massal. Namun menurut informasi yang dihimpun media lokal Channel 14, pengunduran diri mencerminkan adanya gangguan dalam Unit, akibat ketidaksepakatan antara mereka mengenai pendudukan di Rafah, Gaza, Palestina.
Terlebih sebelum resign massal digelar, PM Benjamin Netanyahu secara terus - menerus menekan militernya untuk mencari solusi cepat, guna memperluas operasi militer di Gaza.
Sementara itu menurut laporan situs web Walla Israel mengungkapkan alasan anggota tentara pendudukan di Jalur Gaza mengundurkan karena mereka Lelah menghadapi krisis pangan dan tempat untuk tidur.
Tentara Cadangan Israel Tolak Perintah Perang di Gaza
Selain melakukan resign massal, para tentara cadangan dari batalion perang juga menolak perintah Perdana Menteri Netanyahu Benyamin untuk melanjutkan invasi melawan Hamas di jalur Gaza.
Tak sampai disitu, sejumlah pasukan dilaporkan kabur dari batalyon demi terhindar dari tugas perang melawan Hamas di jalur Gaza. Akibat masalah ini brigade baru Israel terancam bubar.
Adapun fenomena ini terjadi sejak awal November lalu. Awalnya para prajurit ditarik ke batalyon pusat untuk menerima pelatihan dengan tugas melaksanakan perlindungan di daerah sekitar Gaza dan Tepi Barat. Namun pemerintah mengubah misi mereka untuk melakukan serangan tempur ke Gaza.
Baca juga: Setelah 5 Bulan Perang, Israel Tak Mampu Kalahkan Hamas atau Usir Hizbullah dari Perbatasan Lebanon
“Ada orang yang berlatih tanpa seragam militer. Ada tentara yang awalnya tidak diberi baju atau sandal. Sarana yang tersedia tidak sesuai untuk pelatihan. Tidak dapat dimengerti bagaimana mereka ingin memasukkan kekuatan yang sepenuhnya tapi tidak memenuhi syarat ke Jalur Gaza,” ujar salah satu tentara.
“Pejuang cadangan yang dipanggil mengkritik keras kesenjangan serius dalam peralatan, profesionalisme, kurangnya tenaga kerja,” imbuh tentara itu.
Israel Krisi pasukan
Imbas masalah itu Israel kini mengalami krisis pasukan, IDF yang berada di medan perang Gaza mengungkap bahwa pihaknya saat ini membutuhkan 7.500 perwira dan bintara tambahan.
Khawatir krisis pasukan di Gaza akan semakin parah, Netanyahu akhirnya mengambil langkah tegas dengan memerintahkan kaum Ultra-ortodoks yang merupakan warga kelas agamawan Israel untuk maju ke medan perang.
Kendati mendapat kritikan pedas, Netanyahu teguh akan memberlakukan kebijakan baru tersebut, selain untuk mempertahankan kekuatan militer di Gaza, wajib militer dilakukan agar warga ultra-ortodoks bisa merasakan beban tugas militer yang sama dengan rakyat Israel lainnya selama agresi negara itu ke Palestina.