Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Vietnam Dilanda Skandal Korupsi Perbankan, Mirip Kasus BLBI di Indonesia

Skandal keuangan di Vietnam ini mirip dengan kejahatan keuangan yang pernah menimpa Indonesia pada masa transisi kekuasaan era reformasi 1998.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Vietnam Dilanda Skandal Korupsi Perbankan, Mirip Kasus BLBI di Indonesia
Ist
Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwohom. 

TRIBUNNEWS,COM, JAKARTA - Vietnam tengah menghadapi skandal perbankan terbesar di Asia Tenggara.

Negara tersebut mengungkap dugaan penggelapan dana senilai US$ 12,4 miliar atau setara Rp 192,25 triliun (kurs Rp 15.504) oleh pengembang real estate, Truong My Lan.

Skandal ini melibatkan pengusaha papan atas, mantan gubernur bank sentral, mantan pejabat pemerintah, hingga mantan eksekutif Saigon Commercial Bank (SCB).

Sebanyak 78 terdakwa diajukan ke pengadilan pada Selasa (5/3/2024) kemarin.

Ingat Kasus BLBI di Indonesia

Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwohom mewanti-wanti pemerintah maupun otoritas perbankan di Indonesia agar memitigasi jangan sampai kasus tersebut menjalar ke Indonesia.

Apalagi skandal keuangan di Vietnam ini mirip dengan kejahatan keuangan yang pernah menimpa Indonesia pada masa transisi kekuasaan era reformasi 1998.

Berita Rekomendasi

Saat itu, Indonesia diguncang oleh skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan skandal Obligasi Rekap BLBI.

“Saya terus mendesak pemerintah agar menghapus pembayaran subsidi bunga obligasi rekap eks BLBI ini. Ini anggaran yang tidak produktif dan membebani APBN kita, tetapi tidak digubris,” tegas Hardjuno, Rabu (6/3/2024).

“Padahal pembayaran bunga obligasi ini membuat APBN tidak sehat,” lanjutnya.

Baca juga: Mahfud Titip Dua Hal untuk Penggantinya: Selesaikan BLBI dan Pelanggaran HAM Berat

Hardjuno yang kini tengah merampungkan disertasi dengan judul “Prinsip Kepastian Hukum Pada Akselerasi Reformasi Hukum Terhadap Perampasan Aset Tanpa Tuntutan Pidana (Non-Conviction Based Asset Forfeiture)” mensinyalir penipuan skala besar yang merugikan keuangan negara di Vietnam tersebut, diduga menggunakan ribuan "perusahaan hantu" untuk melaksanakan kegiatan ilegal.

Hal tersebut seringkali merupakan modus operandi dalam kasus penipuan keuangan, di mana pelaku menciptakan entitas bisnis palsu atau tidak sah untuk menyembunyikan jejak keuangannya.

“Di Indonesia, praktik ini juga terjadi di BLBI. Banyak perusahaan bodong mendapat kucuran dana atau perusahaan bodong diagunkan. Setelah perusahaan dijual bahkan nilainya tak sampai sepersepuluh dari BLBI yang dikucurkan,” kata Hardjuno.

Kemiripan Kasus

Selasa 5 Maret 2024, pengadilan Vietnam mulai menyidangkan kasus penipuan keuangan bernilai 12 miliar dolar AS, atau Rp 189 triliun, menghadapkan 90 tersangka dengan beberapa terancam hukuman mati.

Di Vietnam, Truong My Lan diduga memberikan suap kepada pejabat pemerintah untuk mendukung kegiatannya.

Menurutnya, praktik suap ini juga merupakan masalah serius di Indonesia, terutama dalam kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi atau eksekutif perusahaan yang mencoba memuluskan jalannya dalam bisnis ilegal.

Dalam kasus Truong My Lan juga terdapat dugaan pelanggaran terhadap peraturan perbankan.

Sama persis dengan pengucuran BLBI yang kemudian ditambah dengan pemberian obligasi rekap sebagai siasat menyehatkan neraca perbankan.

“Di skandal obligasi rekap yang diduga merugikan negara hingga 18 ribu triliun rupiah pada hari ini mengangkangi aturan perbankan karena bank yang memegang obligasi rekap dijual murah kepada yang diduga pemilik lama. Sehingga, negara harus terus membayar bunga rekap sampai sekarang pada bank-bank tersebut,” papar Hardjuno yang kini menempuh Program Doktor Program Studi Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya ini.

Hardjuno memberi apresiasi kepada pemerintah Vietnam yang telah memperlihatkan keberanian untuk menghukum pelaku kejahatan keuangan.

Sementara di Indonesia sampai hari ini masih berkutat dengan pengembalian Rp 110 triliun nilai BLBI pada 1998 yang jika dikurskan pada hari ini sebenarnya sudah ribuan triliun.

“Ngejar Rp 110 triliun saja setengah mati susahnya. Apalagi menghentikan pembayaran bunga obligasi rekap yang merugikan negara setahun Rp 50-60 triliun,” tandas Hardjuno.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas