Veto Rusia dan China Buat Draf Resolusi AS soal Gencatan Senjata di Gaza Ditolak
Draf resolusi AS terkait gencatan senjata di Gaza ditolak lantaran Rusia dan China melakukan veto. Inggris pun mengecam sikap kedua negara itu.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Draf resolusi yang diusulkan Amerika Serikat (AS) terkait gencatan senjata di Gaza dan pembebasan sandera yang ditawan Hamas dan Israel ditolak dalam sidang Dewan Keamanan PBB (DK PBB) yang digelar di New York, AS pada Jumat (22/3/2024) waktu setempat.
Dikutip dari BBC, hal tersebut lantaran Rusia dan China memveto draf tersebut.
Sebenarnya, ada 11 negara yang mendukung terkait draf resolusi AS tersebut, dan satu negara abstain.
Dubes AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield pun menyebut veto yang dilakukan Rusia dan China menjadi wujud keinginan melihat AS gagal.
"Sekali lagi Rusia dan China mengutamakan politik daripada kemajuan," kata Linda setelah voting dilakukan.
Kekecewaan terhadap Rusia dan China juga disampaikan oleh Dubes Inggris untuk PBB, Dame Barbara Woodward dalam sidang tersebut.
Dia mengungkapkan Inggris telah memberikan suara untuk gencatan senjata segera, membebaskan para sandera Israel, serta mendesak agar Israel tidak melakukan serangan darat ke Rafah.
Barbara juga mengatakan bahwa Inggris bakal terus melakukan "segala yang bisa dilakukan" untuk mengirim bantuan ke Gaza.
Namun, sambungnya, penghentian perang antara Hamas dan Israel sangat diperlukan agar bantuan kemanusiaan dapat masuk ke daerah kantong di Gaza.
Baca juga: Sempat 3 Kali Lakukan Veto, AS Ajukan Draf Gencatan Senjata di Gaza ke DK PBB
Sebelum voting dilakukan, Linda sudah berharap agar seluruh anggota DK PBB mendukung draf resolusi AS tersebut.
Dia mengungkapkan dukungan itu perlu dilakukan agar semakin dimungkinkannya bantuan kemanusiaan dapat masuk ke Gaza.
"Kami ingin melihat gencatan senjata yang segera dan berkelanjutan sebagai bagian dari kesepakatan yang mengarah pada pembebasan semua sandera yang ditahan oleh Hamas dan kelompok-kelompok lain dan akan memungkinkan lebih banyak lagi bantuan kemanusiaan yang dapat menyelamatkan nyawa untuk masuk ke Gaza," katanya.
Linda pun menjelaskan pihaknya bersama Mesir dan Qatar sudah berunding terus menerus untuk upaya gencatan senjata dapat terjadi di Gaza.
"Kami yakin kami sudah dekat. Sayangnya kita belum sampai di sana (terjadinya gencatan senjata di Gaza)," kata Linda.
Alhasil, lewat draf resolusi ini, Linda berharap agar DK PBB memainkan perannya agar realisasi gencatan senjata dapat terjadi di Gaza.
"Dewan Keamanan memiliki peran penting untuk melakukan sesuatu. Dengan mengadopsi resolusi di hadapan kita, kita dapat menekan Hamas untuk menerima kesepakatan yang ada di atas meja," tuturnya.
Blinken Bertemu Netanyahu, Desak Batalkan Rencana Serang Rafah
Terpisah, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken juga melakukan upaya untuk menghentikan perang di Gaza dengan menemui Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu di Tel Aviv pada Jumat siang ini.
Adapun tujuan Blinken bertemu Netanyahu adalah demi mendesak agar Israel membatalkan serangan ke Kota Rafah.
Dia juga mendesak agar terjadi gencatan senjata yang berkelanjutan dan segera.
Baca juga: Anggota Kongres AS: Israel Gunakan Kelaparan sebagai Senjata Perang di Gaza
Upaya yang dilakukan Blinken ini demi terealisasinya perundingan gencatan senjata dan pembebasan sandera di Doha, Qatar.
Pada lawatannya tersebut, Blinken juga menyinggung draf resolusi AS yang diusulkan ke DK PBB.
"Posisi kami, yang sangat jelas, adalah bahwa operasi militer besar-besaran di Rafa adalah sebuah kesalahan, sesuatu yang tidak kami dukung," kata Blinken dikutip dari Al-Arabiya.
"Tidak ada tempat bagi banyak warga sipil yang berkumpul di Rafah untuk menghindari bahaya. Dan bagi mereka yang masih tersisa, ini akan menjadi bencana kemanusiaan," tuturnya.
Di sisi lain, per Rabu (20/3/2024), sebanyak 31.819 warga Palestina tewas imbas agresi brutal Israel yang sudah dilakukan sejak 7 Oktober 2023.
Bahkan, mayoritas korban yang tewas adalah anak-anak dan perempuan.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Konflik Palestina vs Israel