Habis-habisan Dukung Kiev, Tapi Dua Negara Ini Jegal Ukraina Gabung NATO
Kebangkitan militer Rusia yang melintasi Ukraina karena Eropa terlalu lemah untuk memberikan dukungan yang dibutuhkan Kyiv.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Sebagian besar negara-negara Barat yang tergabung dalam NATO mendukung Ukraina menjadi anggota, akan tetapi gagal terlaksana.
Namun dua negara kuat NATO, Amerika Serikat dan Jerman malah tak mau negara pimpinan Volodymyr Zelensky bergabung ke Pakta Pertahanan Atlantik Utara tersebut.
Para pemimpin NATO berkumpul musim panas ini di Washington untuk merayakan ulang tahun ke-75 aliansi militer mereka.
Baca juga: UE Makin Jor-joran Dukung Ukraina Lawan Rusia, Rela Kirim Tank Guyur Dana Rp85,2 Triliun
Selain perayaan yang rencananya digelar pada Juli nanti, tentunya ada agenda penting untuk dibahas. Pembahasan dipastikan menyangkut perang di Ukraina.
Kebangkitan militer Rusia yang melintasi Ukraina karena Eropa terlalu lemah untuk memberikan dukungan yang dibutuhkan Kyiv.
Sebagian besar anggota NATO menginginkan agar Ukraina diterima menjadi anggota. Hal ini juga terjadi dimana Ukraina diundang dalam pertemuan tersebut, seperti negara-negara lainnya sebelum masuk 'geng' pertahanan terbesar di dunia itu.
Namun keinginan Ukraina masuk NATO hanya angan-angan saja. Namun para pejabat aliansi sepakat bahwa hal itu tidak akan terjadi pada perayaan yang direncanakan di Washington pada bulan Juli.
NATO tidak berkeinginan untuk menerima anggota baru yang, karena perjanjian keamanan kolektif aliansi tersebut, akan menyeret mereka ke dalam perang darat terbesar di Eropa sejak tahun 1945.
Karenanya, NATO pun mencari jalan tengah, sesuatu yang tidak cukup untuk menjadi anggota namun cukup besar untuk menunjukkan bahwa mereka mendukung Ukraina “untuk jangka panjang,” seperti yang dikatakan Jens Stoltenberg, sekretaris jenderal NATO minggu ini.
Sejauh ini, apa yang akan terjadi masih sulit dipahami, menurut diplomat senior Barat yang terlibat dalam diskusi tersebut.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari Ke-773: Jepang Umumkan Sanksi Baru terhadap Rusia
The New York Time memberitakan, proposal yang diajukan minggu kemarin pada pertemuan para menteri luar negeri di Brussels untuk memberi NATO kendali lebih besar atas koordinasi bantuan militer, pendanaan dan pelatihan bagi pasukan Ukraina segera ditanggapi dengan skeptis.
AS dan Jerman tetap menentang tawaran Ukraina untuk memulai perundingan keanggotaan di Washington seperti yang mereka lakukan pada pertemuan puncak tahun lalu di Vilnius, dan mereka ingin isu tersebut tidak dibahas pada bulan Juli, meskipun ada proses serupa di Uni Eropa yang disetujui tahun lalu.
Meski menjegal keinginan Ukraina, dua negara ini ingin memberi Ukraina komitmen spesifik yang bisa mereka penuhi.
AS selama ini menjadi motor untuk mendanai peperangan Ukraina. Presiden Joe Biden disebut-sebut telah mengeluarkan dana lebih dari 40 miliar dolar AS untuk mempersenjatai Ukraina dengan peralatan dan amuni canggih.
Biden juga telah menyetujui bantuan sebesar 60 miliar dolar AS, akan tetapi keinginan tersebut dijegal oleh Kongres AS.
Sementara Jerman juga mengirimkan senjata yang tidak sedikit. Bahkan negara itu rela tank kebanggaannya Leopard 2 dihancurkan di garis depan pertempuran.
Namun kengototan dua negara itu untuk menjadikan Ukraina anggota NATO dikhawatirkan membuat Ukraina terlihat dalam bahaya kalah perang.
“Situasi di lapangan mungkin terlihat jauh lebih buruk dibandingkan saat ini, dan kemudian pertanyaan sebenarnya adalah, 'Bagaimana kita memastikan bahwa Rusia tidak menang?'” kata Ivo H. Daalder, mantan duta besar AS untuk NATO .
“Hal ini dapat mengubah keseluruhan sifat perdebatan. Kita semua mungkin berpikir bahwa KTT NATO akan berlangsung seolah-olah sama seperti hari ini, namun kenyataannya tidak demikian,” kata Daalder, presiden Chicago Council on Global Affairs.
“Dua bulan terakhir ini tidak berjalan baik bagi Ukraina, dan tidak ada yang bisa membuat keadaan menjadi lebih baik dalam waktu dekat,” demikian tulis NYT.
Tahun lalu, pada pertemuan puncak NATO di Vilnius, Lithuania, Ukraina diyakinkan bahwa mereka akan diberikan keanggotaan penuh dalam aliansi tersebut – suatu hari nanti – setelah Ukraina melakukan perubahan tertentu untuk meningkatkan demokrasi dan keamanannya.
Janji yang tidak jelas ini membuat kecewa Kyiv dan para pendukungnya yang paling setia di Baltik, negara-negara Nordik, dan Eropa Timur.
Sembilan bulan kemudian, Ukraina bergulat dengan gempa susulan dari serangan balasan militer yang menghabiskan amunisi artileri dan senjata lainnya yang berharga, namun gagal mendapatkan wilayah yang cukup luas dari Rusia.
Negara ini masih sangat membutuhkan senjata, khususnya untuk pertahanan udara; Menteri Luar Negerinya, Dmytro Kuleba, mengatakan pada hari Kamis bahwa Ukraina terkena 94 rudal balistik Rusia pada bulan Maret saja.
“Saya tidak ingin merusak pesta ulang tahun NATO, namun saya merasa terdorong untuk menyampaikan pesan yang sangat serius atas nama rakyat Ukraina mengenai keadaan serangan udara Rusia terhadap negara saya, menghancurkan sistem energi, perekonomian, pembunuhan warga sipil," kata Kuleba pada hari Kamis di markas NATO, Brussels.
Kuleba mengatakan dia telah “mendengarkan dengan seksama” rekan-rekan diplomatnya mendiskusikan bagaimana NATO dapat mengatasi posisi Ukraina dalam aliansi tersebut di Washington pada musim panas ini dan telah menanggapinya dengan hati-hati.
Ukraina Kecewa Berat
Wakil Perdana Menteri Ukraina untuk Integrasi Eropa dan Euro-Atlantik, Olha Stefanishyna kecewa berat karena kegagalan negaranya bergabung dengan NATO.
Stefanishyna mengatakan bahwa Ukraina telah diundang ke perayaan ultah NATO, hal ini sebagai pertanda negara itu akan dimasukkan anggota. Namun harapan itu tidak terjadi.
"Format undangan diusulkan oleh Ukraina sendiri, sebagai jaminan hukum untuk bergabung dengan NATO. Itu ada dalam agenda. Tentu saja semua sekutu mendukung keputusan ini kecuali dua (AS dan Jerman)," kata Stefanishyna dikutip dari Pravda.
Namun masih ada dua negara lagi yang skeptis dengan Ukraina, keduanga adalah Hongaria dan Slovakia. Dua negara ini memang dikenal dekat dengan Rusia.
Namun Stefanishyna mengatakan, permasalahannya ada pada AS dan Jerman, karena dua negara tersebut sangat berpengaruh bagi keputusa NATO.