Prajurit Ukraina Kecewa Pasal Demobilisasi Dihapus: Bertugas Sampai Perang Usai 'Ini Adalah Bencana'
Pasalnya, dalam UU yang baru disahkan parlemen pada pekan lalu tersebut tidak menyebutkan adanya klausul demobilisasi.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Undang-Undang Mobilisasi Ukraina menjadi masalah baru. Bukan hanya bagi warga yang ketakutan dan menghindari wajib militer (wamil), namun juga jadi masalah untuk tentara yang mengikuti mobilisasi sebelumnya.
Pasalnya, dalam UU yang baru disahkan parlemen pada pekan lalu tersebut tidak menyebutkan adanya klausul demobilisasi.
Tak adanya pasal demobilisasi ini diartikan bahwa pasukan wajib militer ini diharuskan bertugas hingga perang dengan Rusia berakhir.
AFP mengabarkan bahwa seorang tentara Ukraina menganggap UU sebagai masa depan suram baginya.
Baca juga: Inggris Kapok Kirim Storm Shadow ke Ukraina, Moskow Ungkap Pembunuhnya
Anggota pasukan yang disebutkan namanya sebagai Alexander itu mengatakan bahwa UU baru sebagai bencana baginya.
“Ini adalah bencana,” kata prajurit 46 tahun yang bertugas pada artileri berusia 46 tahun di front Donetsk itu.
“Ketika seseorang mengetahui kapan dia akan dibebastugaskan, dia akan mempunyai sikap yang berbeda. Kalau dia seperti budak maka tidak akan membawa kebaikan,” imbuhnya.
Sementara Yegor Firsov mengunggah kata-kata kasar tentang undang-undang baru tersebut di Facebook, dengan alasan bahwa pasukan yang sudah bertugas telah “terdemotivasi” oleh perubahan pada menit-menit terakhir dan merasa “ditipu dan dimanfaatkan.”
“Dikatakan bahwa upaya kami tidak dihargai,” tulis Firsov, menurut Politico edisi Uni Eropa, yang mencatat ketidakpuasan di antara “pasukan yang lelah berperang.”
Presiden Zelensky telah mengerahkan puluhan ribu tentara sejak konflik dengan Rusia meningkat pada tahun 2022. Namun Kiev kesulitan mempertahankan kekuatan unit garis depan di atas 35 persen karena banyaknya korban jiwa.
Baca juga: Ini Dia Rencana Rusia di Ukraina pada Musim Panas 2024
Presiden kemudian menandatangani undang-undang yang mengizinkan wajib militer bagi warga berusia 25 tahun, meskipun ada peringatan akan kemungkinan keruntuhan demografi.
Militer Kiev tampaknya menjadi kekuatan pendorong di belakang penghapusan ketentuan demobilisasi.
The Guardian mengabarkan, sebuah surat dari Syrsky kepada Menteri Pertahanan Rustem Umerov mendesaknya untuk menyerahkan masalah ini ke dalam rancangan undang-undang di masa depan, karena militer tidak mampu menanggung kehilangan puluhan ribu pejuang pada bulan Februari 2025.
Pada hari Jumat, juru bicara Kementerian Pertahanan Ukraina Dmitry Lazutkin menegaskan bahwa demobilisasi dikecualikan atas permintaan Syrsky dan mendukung keputusannya karena dia “memahami situasi operasional” dan “ancaman serta risiko yang dihadapi negara,” lapor New York Times.