New York Times: Realitas Timur Tengah Tak Dapat Disangkal, Bentrokan Makin Sulit Dibendung
Laporan New York Times menyororti realitas Timur Tengah yang semakin tidak dapat disangkal bahwa bentrokan yang terjadi makin sulit untuk dibendung.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Sebuah laporan yang dipublikasikan oleh New York Times menyoroti situasi Timur Tengah yang semakin panas.
Akhir pekan kemarin, serangan pesawat tak berawak dan rudal Iran menghujani Israel.
Eskalasi terbaru ini telah meningkatkan kewaspadaan seluruh kawasan.
Laporan New York Times menyebut bahwa inilah kenyataan baru yang tidak dapat dihindari Timur Tengah.
Konflik semakin meluas hingga menyeret kelompok bersenjata yang menentang Israel.
Diketahui, negara-negara Arab, mulai dari Uni Emirat Arab (UEA), Oman dan Yordania hingga Mesir, selama berbulan-bulan ini disibukkan dengan upaya untuk meredakan perang Israel-Hamas di Gaza.
Menurut Randa Slim, seorang peneliti senior di Middle East Institute yang berbasis di Washington sekarang dunia telah memasuki era di mana konfrontasi langsung antara Israel-Iran, dapat menyeret kawasan Timur Tengah ke dalam konflik.
Slim menambahkan Amerika Serikat (AS) juga bisa terseret dalam konflik tersebut.
"Perang regional akan selalu menjadi perbincangan," ucapnya.
Direktur Program International Crisis Group untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Joost Hiltermann juga turut berkomentar.
Ia menyebut satu-satunya kekuatan penyeimbang (situasi Timur Tengah) adalah keinginan Amerika Serikat (AS) dan musuh lamanya, Iran, untuk menghindari perluasan konflik.
Baca juga: Dukung Pembalasan Iran, Yordania Klaim Juga Akan Tembak Jatuh Drone yang Diluncurkan Israel
Sejak dimulainya perang di Gaza, hubungan kedua negara (Israel-Iran) telah mendingin.
Tidak jelas apakah konflik antara Israel dan Iran akan semakin memperburuk hubungan Tel Aviv dan beberapa negara Arab.
Malah tampaknya tidak satu pun negara Arab yang baru-baru ini menjalin hubungan dengan Israel, siap untuk meninggalkan hubungan tersebut sepenuhnya.
"Ketidaknyamanan para pemimpin Arab semakin meningkat dengan adanya serangan Israel di Gaza," kata Renad Mansour, peneliti senior di program Timur Tengah dan Afrika Utara di Chatham House.
Perang di Gaza dimulai, menyeret negara-negara Teluk, bersama dengan Mesir dan Yordania, lebih langsung ke dalam dinamika konflik yang sangat ingin mereka hindari.
Pada hari Minggu (14/4/2024), pemerintah Yordania mendapat kecaman tajam baik dari dalam negeri maupun dari negara-negara Arab tetangganya karena menembak jatuh setidaknya satu rudal Iran yang ditujukan ke Israel.
Mantan menteri informasi Yordania, Samih al-Maaytah, membela keputusan tersebut.
“Tugas Yordania adalah melindungi tanah dan warganya,” kata al-Maaytah.
“Apa yang dilakukan Jordan kemarin hanyalah melindungi wilayah udaranya.”
Dikutip dari Times of Israel, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan serangan Iran, merupakan serangan langsung pertama Republik Islam terhadap Israel.
Selama agresi tersebut, 170 drone diluncurkan bersama dengan 30 rudal jelajah, dan 120 rudal balistik.
Juru Bicara IDF, Laksamana Muda Daniel Hagari mengklaim bahwa 99 persen dari 300 atau lebih proyektil yang ditembakkan Iran ke Israel semalam telah dicegat oleh pertahanan udara.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)