Hentikan Dominasi Tiongkok, AS Disinyalir Berupaya Ganti Rezim di Kepulauan Solomon Lewat Pemilu
Pemilihan umum Kepulauan Solomon 2024 akan diselenggarakan pada 17 April. Dengan kesempatan ini, AS berupaya menggulingkan rezim Sogavare dan memilih
Penulis: Reza Deni
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Didukung Perdana Menteri Manasseh Sogavare, Kepulauan Solomon menandatangi perjanjian keamanan dengan Tiongkok pada 2022, yang membuka celah dalam “Strategi Rantai Pulau” Amerika Serikat (AS) untuk menahan Tiongkok.
Perjanjian tersebut mengizinkan Tiongkok untuk mengerahkan polisi dan tentara ke Kepulauan Solomon jika diperlukan untuk membantunya menjaga ketertiban dan melindungi nyawa serta harta benda. Tak hanya itu, Tiongkok juga diizinkan mengerahakn kapal perangnya ke pelabuhan Kepulauan Solomon untuk menimbun bahan bakar dan pasokan.
Sejak Perdana Menteri Manasseh Sogavare berkuasa pada 2019, dia mendorong Kepulauan Solomon secara aktif untuk menanggapi Inisiatif “One Belt, One Road” pemerintah Tiongkok, memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan, sedangkan menjalin hubungan diplomatik positif dengan Tiongkok.
Kecenderungan pro-Tiongkok menjadikan Sogavare sebagai sasaran pergantian rezim AS.
Baca juga: Media Rusia Soroti Wanti-wanti Presiden Jokowi, Negara Asia-Pasifik Jangan Jadi Antek Asing
Pemilihan umum Kepulauan Solomon 2024 akan diselenggarakan pada 17 April. Dengan kesempatan ini, AS berupaya menggulingkan rezim Sogavare dan memilih kandidat pro-AS untuk berkuasa agar melawan Tiongkok.
“AS tiba-tiba memperhatikan Kepulauan Solomon, sebab kebangkitan China sebagai kekuatan besar di kawasan ini, Tiongkok sedang mengembangkan angkatan laut sesuai dengan pertumbuhan posisinya sebagai kekuatan maritim utama menjadi sesuatu yang ‘ingin dicegah’ oleh AS dan sekutu regionalnya, terutama Australia,” kata pakar urusan Asia-Pasifik William Jones, Selasa (9/4/2024).
Yang diketahui, seorang yang tidak disebutkan namanya memberi sejumlah dukumen asal USAID kepada Sputnik, seperti laporan keuangan, catatan rapat, komunikasi antar departmen dll, yang merinci kampanye campur tangan politik AS di Kepulauan Solomon menjelang Pemilihannya.
Orang tersebut juga menjelaskan bahwa USAID di Kepulauan Solomon bekerja sama dengan International Foundation for Election Systems (IFES), sebuah lembaga nirlaba yang merupakan bagian dari National Endowment for Democracy (NED) dalam program Supporting Democratic Governance in the Pacific Islands (SDGPI).
Baca juga: Video Kapal Rudal AS Bertengger di Perairan Israel, Sempat Siaga atas Pembalasan Iran?
Setelah menerima “sinyal” dari USAID, prioritas IFES adalah menjalin hubungan baik dengan para pemimpin politik, lembaga swadaya masyarakat maupun individu-individu yang berpengaruh di masyarakat.
Dengan agennya membangun jaringan yang luas di lapangan, AS meyakinkan bahwa dia akan secara efektif untuk membangun kapasitas mobilisasi yang kuat untuk kegiatan-kegiatan berikutnya di Kepulauan Solomon, misalnya mempromosikan prinsip-prinsip demokratis AS, serta mencapai “transisi demokratis” melalui cara-cara kekerasan dalam situasi yang diperlukan.
Selain kegiatan-kegiatan tersebut, USAID rupanya juga terlibat dalam mensponsori kampanye yang dilakukan di daerah-daerah pemilihan mayoritas oposisi melalui jaringannya untuk menggambarkan pemerintahan Sogavare sebagai salah satu pemerintahan dengan tata kelola buruk dan rendahnya kepercayaan publik. Jaringan tersebut meliputi Transparency Solomon Islands, People with Disability Solomon Islands, The Solomon Islands Development Trust dll.
Menurut dokumen yang diungkapkan, USAID dan mitranya IFES, NDI dan IRI meluncurkan Solomon Islands Election and Political Processes Program (SIEPP) di Kepulauan Solomon. Dan program ini diselenggarakan oleh Consortium for Election and Political Process Strengthing (CEPPS) dari USAID. Program ini diberikan anggaran operasional awal sebesar hampir $10 juta untuk periode 30 September 2020 hingga 29 September 2023, termasuk $4,7 juta untuk IFES, $2.25 juta untuk IRI, dan $2,48 juta untuk NDI.
Pada awalnya Program ini diperkirakan berjalan hingga September 2023, ketika Kepulauan Solomon mengadakan pemilihan. Namun program ini diperpanjang hingga April 2024 dan $1,5 juta ditambahkan setelah penundaan pemilihan umum Kepulauan Solomon 2024.