Ali Khamenei
Inilah profil Ali Hosseini Khamenei, Pemimpin Tertinggi Iran saat ini.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
Pada usia empat tahun, bersama kakak laki-lakinya Sayyid Muhammad, ia dikirim ke sekolah kuno (Maktab) untuk belajar huruf dan Al-Qur'an.
Ali Khamenei menghabiskan studi seminari tingkat dasar dan lanjutan di hawza Masyhad, di bawah bimbingan mentor seperti Sheikh Hashem Qazvini dan Ayatollah Milani.
Pada tahun 1958, dia menetap di Qom di mana dia mengikuti kelas kelas Seyyed Hossein Borujerdi dan Ruhollah Khomeini.
Seperti banyak ulama lain yang aktif secara politik pada saat itu, Khamenei lebih banyak terlibat dalam politik dibandingkan dengan ilmu agama.
Karier
Sejak berdirinya Republik Islam, Khamenei telah memegang banyak jabatan pemerintahan.
Karier politik Khamenei dimulai setelah Revolusi Iran, ketika mantan Presiden Iran, Akbar Hashemi Rafsanjani, yang saat itu merupakan orang kepercayaan Ruhollah Khomeini, membawa Khamenei ke dalam lingkaran dalamnya.
Kemudian, Hassan Rouhani, yang saat itu menjadi anggota Parlemen, mengatur agar Khamenei mendapatkan jabatan besar pertamanya dalam pemerintahan revolusioner sementara sebagai wakil menteri pertahanan.
Khomeini menunjuk Khamenei sebagai Imam Sholat Jumat di Teheran pada tahun 1980, setelah Hussein-Ali Montazeri mengundurkan diri dari jabatan tersebut.
Ia sempat menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan Nasional dari akhir Juli hingga 6 November 1979 dan sebagai pengawas Garda Revolusi Islam.
Khamenei juga turun ke medan perang sebagai wakil komisi pertahanan parlemen.
Pada tahun 1981, setelah pembunuhan Presiden Mohammad-Ali Rajai, Khamenei terpilih sebagai Presiden Iran dengan suara terbanyak 97 persen.
Baca juga: PROFIL Brigjen Hajizadeh, Tokoh Sentral dalam Serangan Rudal Iran ke Israel, Loyalis Ali Khamenei
Pada tahun 1989, Ayatollah Ruhollah Khomeini memberhentikan Ayatollah Montazeri sebagai penerus politiknya.
Ia lantas memberikan posisi tersebut kepada Khamenei.
Karena Khamenei bukan seorang marja atau ayatollah, Majelis Ahli harus mengubah konstitusi untuk memberinya posisi Pemimpin Tertinggi Iran yang baru, sebuah keputusan yang ditentang oleh beberapa ayatollah besar.