Tawaran ke Israel, Hamas Mau Jadi Parpol Murni jika Palestina Merdeka
Hamas bisa gencatan senjata 5 tahun atau lebih dan membubarkan diri jadi tentara nasional jika Israel menuruti syarat untuk mendirikan Palestina.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin Hamas, Khalil al-Hayya, mengatakan Hamas kembali menawarkan gencatan senjata dalam jangka waktu 5 tahun atau lebih kepada Israel.
Selain itu, Hamas telah menawarkan lebih dari satu kali untuk pembentukan negara Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.
“Hamas akan menerima negara Palestina yang berdaulat penuh di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dan kembalinya pengungsi Palestina sesuai dengan resolusi internasional di perbatasan tahun 1967," katanya dalam wawancara dengan AP, Rabu (24/4/2024).
Jika itu terwujud, sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam akan dibubarkan dan menjadi tentara nasional Palestina.
Khalil al-Hayya mengatakan gerakan politik Hamas mungkin bisa berubah menjadi parta politik murni dan meletakkan senjatanya jika Israel memenuhi tuntutan mereka.
"Kekuatan tempur berubah menjadi partai politik dan tentara nasional seperti yang dialami masyarakat sebelumnya setelah pendudukan (Israel) pergi," ujarnya.
“Jika kita memperoleh hak-hak nasional kita dan negara Palestina didirikan, segala sesuatu yang kita miliki akan diubah menjadi struktur dasarnya," lanjutnya.
Namun, ia menyayangkan penolakan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, atas solusi dua negara untuk Israel dan Palestina.
"Komunitas internasional sangat mendukung solusi dua negara, namun pemerintahan garis keras Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolaknya," katanya.
Invasi Israel ke Rafah Tidak Bisa Menghancurkan Hamas
Dalam wawancara itu, Khalil al-Hayya mengomentari rencana Israel yang akan menginvasi Rafah, Jalur Gaza selatan, yang mereka anggap sebagai benteng terakhir Hamas.
Baca juga: 80 Persen Kekuatan Militer Hamas Masih Utuh, Mau Rujuk dengan Fatah dan Gabung PLO
Menurutnya, serangan besar-besaran di Rafah tidak bisa menghancurkan Hamas dan justru dapat meningkatkan korban jiwa, mengingat ada 1,5 juta warga Palestina yang mengungsi ke Rafah.
"Serangan seperti itu tidak akan berhasil menghancurkan Hamas," katanya.
Ia menekankan bahwa Israel hanya berhasil menghancurkan tidak lebih dari 20 persen kemampuan Hamas, baik manusia maupun di lapangan.
"Jika mereka (Israel) tidak dapat melenyapkan Hamas, lalu apa solusinya? Solusinya adalah mencapai kesepakatan," katanya.
Ia menegaskan Hamas tidak akan mundur dari tuntutannya terhadap Israel dalam perundingan yang ditengahi Qatar dan Mesir.
"Kami tidak akan mundur dari tuntutan kami untuk gencatan senjata permanen dan penarikan penuh pasukan pendudukan dari Jalur Gaza," katanya.
Khalil al-Hayya mengatakan Hamas belum bisa mengetahui secara pasti berapa jumlah tahanan Israel yang masih berada di Jalur Gaza dan yang masih hidup.
Ia mengulangi tuntutan Hamas kepada Israel untuk menerapkan gencatan senjata dengan imbalan pertukaran tahanan.
"Mengapa kita menyerahkan tawanan jika kita tidak yakin perang akan berakhir?" ujarnya memberikan pertanyaan retoris.
Sementara Israel bersikeras untuk melenyapkan Hamas dalam mencapai tujuan agresinya di Jalur Gaza dan demi keamanan nasional Israel dari perlawanan Palestina.
"Katakanlah mereka menghancurkan Hamas, lalu apakah rakyat Palestina sudah tiada?" katanya.
Menurutnya, upaya Israel untuk melenyapkan Hamas akan gagal mencegah pemberontakan bersenjata Palestina di masa depan karena kekerasan Israel yang tidak berakhir dapat melahirkan perlawanan lainnya.
Jumlah Korban
Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi 34.305 jiwa dan 77.293 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Jumat (26/4/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Xinhua News.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023).
Israel memperkirakan, ada kurang lebih 136 sandera yang masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
Sementara itu, ada lebih dari 8.000 warga Palestina yang berada di penjara-penjara Israel, menurut laporan The Guardian pada Desember 2023 lalu.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel