Israel Mau Rebut Kendali Situs Suci Yerusalem, Forum Arab-Asia Tegaskan Hak Hasyimiyah Yordania
Forum Arab-Asia menegaskan dukungan mereka terhadap peran Yordania dalam melindungi identitas Arab, Islam, dan Kristen di Yerusalem dari Israel
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Israel Mau Rebut Kendali Situs Suci Yerusalem, Forum Arab-Asia Tegaskan Hak Ekslusif Kerajaan Hasyimiyah Yordania
TRIBUNNEWS.COM - Para Menteri Luar Negeri, Keuangan, dan Ekonomi sejumlah negara Arab dan negara-negara Asia Tengah, serta Republik Azerbaijan pada Selasa (30/4/2024) menegaskan dukungan mereka terhadap Kustodian Hashemite (hak bagi Kerajaan Hasyimiyah Yordania) atas tempat-tempat suci Islam dan Kristen di Yerusalem yang diduduki Israel.
Forum Arab-Asia itu juga menegaskan dukungan mereka terhadap peran Yordania dalam melindungi identitas Arab, Islam, dan Kristen serta melestarikan status sejarah dan hukum yang ada di Yerusalem dan tempat-tempat sucinya.
Baca juga: Diajak Hamas Perangi Israel, Yordania Kutuk Polisi yang Kawal Yahudi Ekstremis Nodai Masjid Al-Aqsa
Para menteri yang berpartisipasi dalam sesi ketiga Forum Ekonomi dan Kerja Sama Arab dengan negara-negara Asia Tengah dan Republik Azerbaijan pada akhir kerja forum yang diadakan di Doha pada Selasa tersebut juga menegaskan kalau Masjid Suci Al-Aqsa "Al-Haram Al -Sharif" dengan luas keseluruhan 144.000 meter persegi, merupakan tempat ibadah khusus umat Islam.
Mereka menegaskan, Departemen Wakaf Yerusalem dan Urusan Masjid Al-Aqsa Yordania adalah badan eksklusif yang sah dengan kompetensi untuk mengelola, memelihara, dan mengatur akses ke Masjid suci Al-Aqsa.
Penegasan ini terkait upaya Israel untuk mengubah status quo Masjid Al Aqsa demi membolehkan para pemukim Yahudi masuk dan beribadah di masjid paling suci ketiga bagi umat Islam tersebut.
Baca juga: Ratusan Yahudi Ekstremis Serbu Masjid Al-Aqsa, Yordania Ngamuk, Ben Gvir Ingin Ubah Status Quo
Tegaskan Kalau Agresi Israel adalah Tindakan Genosida ke Rakyat Palestina
Para menteri dalam forum tersebut juga mengutuk kejahatan berkelanjutan agresi Israel terhadap rakyat Palestina di semua kota, desa dan kamp, dan menargetkan lebih dari 100.000 warga Palestina, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Mereka juga mengutuk tindakan yang menjadikan rakyat Palestina kelaparan dan pengepungan mematikan yang memutus semua sarana kehidupan di Jalur Gaza, penghancuran sistematis lingkungan pemukiman, rumah sakit, sekolah, universitas, masjid, gereja dan infrastruktur di Jalur Gaza, serta penangkapan. dan penyiksaan ribuan tahanan Palestina, sehubungan dengan ujaran kebencian, rasisme dan hasutan yang dilakukan oleh pemerintah pendudukan Israel.
Forum tersebut juga menekankan kalau kejahatan Israel ini merupakan kejahatan genosida terhadap rakyat Palestina.
Mereka mengeca Israel yang terus melakukan agresi dan bombardemen tanpa pandang bulu di Gaza meski sudah ada perintah dari Mahkamah Internasional pada 26 Januari yang memerintahkan penghentian agresi.
Dalam komunike terakhir forum tersebut, para menteri memperingatkan Israel agar tidak terus melaksanakan rencana dan niat pendudukan untuk melakukan kejahatan pengusiran paksa rakyat Palestina dari tanah mereka.
"Aksi-aksi Israel ini dinilai menyebabkan runtuhnya perdamaian di Timur Tengah dan perluasan serta eksaserbasi konflik di wilayah tersebut," tulis lansira JT.
Baca juga: Kelompok Yahudi Ekstremis Israel Berduyun-duyun Bawa Kurban Persembahan ke Lokasi Masjid Al-Aqsa
Ben-Gvir Ingin Ubah Status Quo Masjid Al-Aqsa
Seruan forum Arab-Asia ini menyusul aksi Israel membiarkan para pemukim Yahudi Ekstrem menyerbu ke Masjid Al Aqsa.
Aksi Israel ini membuat Yordania marah besar.
Menteri Wakaf, Urusan Islam dan Tempat Suci Yordania, Dr Muhammad Al-Khalayleh, mengutuk aksi tersebut dan menyebutnya sebagai penodaan halaman Masjid Al-Aqsa yang dilakukan oleh para pemimpin dan kelompok ekstremis Yahudi.
Al-Khalayla dalam sebuah pernyataan Kamis pekan lalu, mengatakan serbuan para pemukim Yahudi itu terjadi di bawah perlindungan polisi pendudukan Israel.
Aksi tercela ini disebut juga mendapat dukungan dari para pemimpin politik di pemerintahan otoritas pendudukan Israel.
Dukungan itu, utamanya, terlontar dari pernyataan berulang-ulang dari Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, yang baru-baru ini mengumumkan niatnya untuk meningkatkan jumlah penyusup Yahudi.
Ben-Gvir menyatakan ingin mengubah status quo saat ini di Masjid Al-Aqsa sehingga memungkinkan mereka untuk melakukan ritual Talmud di Masjid Al-Aqsa.
Yordania menyebut, niat Ben-Gvir ini sebagai rencana menjijikkan.
"Menteri menegaskan kepatuhan umat Islam terhadap hak agama, sejarah dan hukum mereka terhadap Masjidil Haram/Masjid Suci, di bawah perwalian dan perawatan Yang Mulia Raja Abdullah II, dan sebagai masjid Islam murni untuk umat Islam saja, dan tidak tidak menerima pembagian atau persekutuan," tulis pernyataan pihak Yordania.
Baca juga: Presiden Argentina Serukan Pembongkaran Masjid Al Aqsa untuk Alasan Ini
Apa itu status quo Masjid Al-Aqsa?
Masjid Al-Aqsa yang saat ini dikelola Badan Wakaf, lembaga resmi Yordania yang mengelola kompleks Al Aqsa saat ini masih berstatus sebagai status quo.
Khaled Zabarqa, seorang ahli hukum Palestina di kota dan kompleks tersebut secara sederhana menjelaskan kalau status itu berarti Israel tidak memiliki kedaulatan atas Yerusalem [Timur] dan karena itu tidak memiliki kedaulatan atas Al Aqsa, yang berada di Yerusalem Timur yang diduduki Israel
Akibatnya, kata Zabarqa, hukum internasional menyatakan Israel tidak berwenang untuk menerapkan status quo apa pun.
Nir Hasson, jurnalis Haaretz yang meliput Yerusalem menyebut status quo berakar pada administrasi situs di bawah Kekaisaran Ottoman, yang menyatakan bahwa umat Islam memiliki kendali eksklusif atas Al Aqsa
Namun, orang Israel melihat segalanya secara berbeda, meskipun hukum internasional tidak mengakui upaya apa pun oleh kekuatan pendudukan untuk mencaplok wilayah yang telah didudukinya.
“Status quo yang dibicarakan orang Israel sama sekali berbeda dari status quo yang dibicarakan oleh Wakaf dan Palestina,” jelas Hasson dilansir Al-Jazeera.
Bagi Israel, status quo mengacu pada perjanjian 1967 yang dirumuskan oleh Moshe Dayan, mantan menteri pertahanan Israel.
Setelah Israel menduduki Yerusalem Timur, Dayan mengusulkan pengaturan baru berdasarkan perjanjian Ottoman.
Menurut status quo Israel 1967, pemerintah Israel mengizinkan Badan Wakaf untuk mempertahankan kontrol sehari-hari di wilayah tersebut, dan hanya Muslim yang diizinkan untuk salat di sana.
Namun, polisi Israel mengontrol akses situs tersebut dan bertanggung jawab atas keamanan, dan non-Muslim diizinkan mengunjungi situs tersebut sebagai turis.
Shmuel Berkovits, seorang pengacara dan pakar tempat-tempat suci di Israel, mengatakan status quo yang dibentuk pada 1967 tidak dilindungi oleh hukum Israel mana pun.
Bahkan, pada 1967, Dayan menetapkan status quo tanpa otoritas pemerintah, ujarnya.
Sejak 1967, undang-undang, tindakan pengadilan, dan pernyataan pemerintah Israel menciptakan kerangka kerja untuk status quo ini.
Meskipun tidak ada undang-undang Israel yang melarang orang Yahudi berdoa di Al Aqsa, Mahkamah Agung Israel memutuskan bahwa larangan tersebut dibenarkan untuk menjaga perdamaian, jelas Berkovits.
Aturan ini yang ingin diubah Itamar Ben-Gvir agar kelompok Yahudi ekstrem Israel bisa dan diperbolehkan secara hukum untuk melakukan ritual di Masjid Al-Aqsa.
(oln/jt/khbrn/tmp/*)