Netanyahu Tak Punya Malu Bohong soal Rafah, Klaim Sudah Evakuasi Warga Palestina dan Beri Bantuan
Benjamin Netanyahu mengklaim Israel telah mengevakuasi warga Palestina di Rafah dan memberi bantuan kemanusiaan.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.com - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, membual soal kondisi terkini di Rafah.
Ia mengklaim pihaknya telah mengevakuasi hampir 500 ribu warga sipil Palestina di Rafah untuk menghindari meluasnya "bencana kemanusiaan" di sana.
Tanpa malu, Netanyahu mengklaim upayanya itu sebagai bentuk "tanggung jawab yang membuahkan hasil."
"Sejauh ini, hampir setengah juta di Rafah telah dievakuasi dari zona pertempuran," kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan, Rabu (15/5/2024), dilansir Al Arabiya.
Lebih lanjut, Netanyahu juga mengklaim pasukannya telah memberikan bantuan kemanusiaan meski menyerang Rafah.
"Kami melakukan ini (menyerang) sambil mengevakuasi penduduk sipil dan memenuhi komitmen kami terhadap kebutuhan mereka," ujar dia.
Pernyataan Netanyahu itu justru bertolak belakang dengan fakta di lapangan.
PBB pada Selasa (14/5/2024), memang mengatakan hampir 450 ribu warga sipil Palestina telah mengungsi dari Rafah sejak Israel pertama kali mengeluarkan perintah evakuasi untuk bagian timur wilayah itu.
Namun, mereka bukan dievakuasi, melainkan diusir secara paksa.
"Diperkirakan 450 ribu warga Palestina telah diusir dari Rafah selama seminggu terakhir," menurut badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA.
Evakuasi itu diiringi serangan Israel tanpa henti yang mengakibatkan warga sipil mau tak mau pergi dari rumah atau pengungsian mereka.
Baca juga: Pertaruhkan 13 Tahun Kariernya di Militer AS demi Dukung Gaza, Perwira AD Amerika Mundur: Saya Malu
WAFA melaporkan, warga Palestina mengatakan mereka melihat asap mengepul di atas distrik timur kota.
Ledakan juga terdengar setelah Israel membombardir sekelompok rumah.
Diketahui, pengusiran paksa massal terhadap warga Palestina ini bertepatan dengan 76 tahun Nakba, yang berarti bencana.
Tujuh puluh enam tahun silam, warga Palestina dipaksa meninggalkan rumah mereka karena pendudukan dan serangan Israel di seluruh wilayah Gaza.
Bantuan Sulit Masuk
Tak hanya evakuasi secara paksa, warga Palestina juga harus menghadapi krisis kemanusiaan karena bantuan yang sulit masuk ke Gaza.
Evakuasi paksa yang dilakukan Israel telah mempersulit pekerja bantuan untuk mendistribusikan pasokan bantuan yang semakin berkurang terhadap keluarga-keluarga kelaparan di kamp-kamp tenda darurat.
Dikutip dari AlJazeera, pasukan Israel terus melarang masuknya pasokan bantuan kemanusiaan melalui perbatasan Rafah dengan Mesir.
Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, menilai Mesir harus "dibujuk" untuk membuka kembali perbatasan Rafah agar "memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan" ke Gaza.
Pernyataan Katz itu memicu kemarahan Menteri Luar Negeri Mesir, Sameh Shoukry.
Baca juga: Pasukan Israel Masuk Jebakan Al-Quds di Jabalia, Tewas Diserang dari Dekat, IDF di Rafah Jadi Target
Shoukry menyebut penyebab terhambatnya bantuan masuk ke Gaza karena operasi militer Israel.
Penyeberangan Rafah Masih Ditutup
Warga Palestina yang membutuhkan evakuasi medis memohon agar penyeberangan Rafah dibuka kembali.
Warga Palestina yang menderita luka parah tidak bisa dievakuasi ke luar negeri untuk mendapat perawatan karena perbatasan Rafah masih ditutup.
Putri Ni'ma Ali Imad yang berusia lima tahun kehilangan penglihatannya dan menderita luka di kepala akibat penembakan Israel.
Bocah malang itu adalah satu di antara sekian banyak korban perang yang membutuhkan perawatan intensif.
"Para dokter di sini melakukan apa yang mereka bisa, tapi kami masih membutuhkan pihak berwenang untuk bekerja sama dengan kami dan membuka perbatasan, karena ini adalah anak-anak."
"Kami ingin dia hidup seperti anak-anak lain di dunia," kata Ni'ma Ali, berbicara di Rumah Sakit Al-Aqsa di Deir el-Balah, mengatakan kepada kantor berita Reuters.
"Kami berharap bapak/ibu bisa membuka pintu perbatasan Rafah untuk kasus-kasus kemanusiaan, agar mereka bisa mendapat perawatan, diberikan obat-obatan, sehingga anak tersebut bisa kembali melihat dengan matanya."
Sementara itu, Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan pada Rabu, korban tewas di Gaza telah mencapai 35.233 orang.
Jumlah itu mencakup sedikitnya 60 orang tewas dalam kurun waktu 24 jam terakhir.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)