Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Media Israel: Baku Tembak dengan IDF, Dua Tentara Mesir Tewas di Penyeberangan Rafah

Baku tembak antara tentara Mesir dan Tentara Israel di perbatasan di titik penyeberangan Rafah rupanya menewaskan dua tentara Mesir.

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Media Israel: Baku Tembak dengan IDF, Dua Tentara Mesir Tewas di Penyeberangan Rafah
khaberni
Tentara Pendudukan Israel dilaporkan baku tembak dengan tentara Mesir di Perbatasan tepatnya di titik penyeberangan Rafah, Senin (27/5/2024). Ada korban jiwa di kalangan tentara Mesir. 

Media Israel: Baku Tembak dengan IDF, Dua Tentara Mesir Tewas di Penyeberangan Rafah

TRIBUNNEWS.COM - Insiden baku tembak antara Tentara Mesir dan Israel dilaporkan terjadi di perbatasan titik penyeberangan Rafah, Senin (27/5/2024).

Situs web Walla Israel mengatakan kalau dua tentara Mesir tewas dalam baku tembak dengan tentara Israel di penyeberangan Rafah.

Baca juga: Tentara Mesir Tembaki Tentara Israel di Penyeberangan Rafah, Perang di Depan Mata

Laporan lain dari surat kabar Israel Maariv melaporkan, bahwa seorang tentara Mesir tewas dalam baku tembak dengan tentara Israel di persimpangan.  

Hebrew Channel 14, Senin (27/5/2024) sore, melaporkan, mengutip keterangan dari narasumber militer Israel bahwa tentara Mesir melepaskan tembakan ke arah tentara Israel di penyeberangan Rafah.

Adapun Hebrew Channel 13 sebelumnya mengutip para pejabat Israel, melaporkan kalau telah terjadi masalah yang sangat luar biasa antara tentara Israel dan Mesir di penyeberangan Rafah, tanpa rincian lebih lanjut. 

Insiden ini terjadi setelah bermingu-minggu ketegangan antara kedua negara sejak Israel memutuskan menginvasi Rafah dan mengambil alih kendali titik penyeberangan perbatasan kedua negara di sisi Palestina.

BERITA REKOMENDASI

Penguasaan Koridor Philadhelpia oleh Israel juga menjadi titik merah bagi Mesir yang menganggapnya sebagai ancaman keamanan nasional.

Baca juga: Mesir Beri Sinyal ke Hamas Cs, Gabung Perang Kalau Israel Rebut Kendali Koridor Philadelphia

Gerbang perbatasan Rafah, Gaza Palestina dan Mesir. Pintu penyeberangan ini direbut kendalinya oleh Israel yang berencana mempekerjakan perusahaan keamanan swasta asal Amerika Serikat.
Gerbang perbatasan Rafah, Gaza Palestina dan Mesir. Pintu penyeberangan ini direbut kendalinya oleh Israel yang berencana mempekerjakan perusahaan keamanan swasta asal Amerika Serikat. (times of Israel)

Kairo Tolak Pengusiran Warga Gaza ke Sinai

Pemerintah Mesir menolak tegas usulan PM Israel Benyamin Netanyahu yang berencana memindahkan warga Gaza ke Sinai dengan dalih mengurangi jumlah korban tewas sipil akibat perang antara Israel dan Hamas.

"Mesir dengan tegas menolak rencana Israel untuk merelokasi warga Gaza ke Sinai," menurut saluran berita Mesir Al-Qahera yang dikutip Anadolu.

Pernyataan ini dilontarkan pemerintah Mesir setelah sebuah dokumen yang diterbitkan oleh media Israel menyebut bahwa tentara Israel sedang bersiap mengevakuasi 2,3 juta penduduk sipil Palestina ke kota-kota tenda dan kemudian ke kota-kota permanen yang akan didirikan di Sinai Utara.

Tak hanya itu Israel turut membentuk zona penyangga “steril” beberapa kilometer dari perbatasan Mesir dan tidak mengizinkan kembalinya penduduk Gaza dan Rafah ke perbatasan Israel.

Baca juga: Mantan Letkol IDF: Mesir Bangun Kekuatan Dahsyat di Sinai, Mau Lancarkan Perang Lawan Israel

Mengetahui rencana tersebut, Presiden Mesir Abdel Fattah Al-Sisi menegaskan tidak akan membiarkan ambisi Israel memindahkan warga Palestina ke Sinai.

Langkah ini diambil Mesir lantaran negara Sphinx ini guna mencegah terjadinya insiden Nakba atau pembersihan etnis.

Seperti yang telah dilakukan Israel pada tahun 1947-1949, dimana saat itu sekitar 750.000 warga Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka dengan kondisi mengenaskan, kelaparan, kehausan, dan kebingungan setelah diusir oleh pasukan Zionis.

“Mesir tidak akan membiarkan ambisi Israel diwujudkan di wilayah Palestina dengan mengorbankan negaranya,” tegas Al-Sisi.

Untuk menggertak Netanyahu dan pasukannya agar tak nekat memindahkan warga Rafah ke wilayah Sinai yang berbatasan langsung dengan Mesir.

Otoritas Kairo pada awal Mei lalu sempat mengerahkan sejumlah pasukan dan belasan kendaraan lapis baja ke arah timur laut Sinai yang berbatasan langsung dengan Rafah.

Pengambilalihan Penyeberangan Rafah

Perselisihan antara Mesir dan Israel makin menjadi-jadi setelah negara Zionis nekat menguasai perlintasan Rafah di Jalur Gaza.

Mesir sebenarnya adalah salah satu juru penengah dalam perundingan antara Hamas dan Israel.

Negara di Afrika Utara itu berupaya agar terjadi gencatan senjata Hamas-Israel dan pertukaran sandera.

Meski demikian, Mesir acap kali memperingatkan Israel tentang pelanggaran perjanjian perdamaian tahun 1979.

Sayangnya peringatan Mesir itu tak digubris oleh Israel. Militer Zionis pekan lalu masuk ke Rafah dan mengontrol perlintasan itu.

Banyak yang meragukan Mesir akan memutuskan hubungan dengan Israel karena invasi Israel ke Rafah.

Akan tetapi, masuknya Israel ke Rafah itu jelas menandakan meningkatnya ketegangan antara Mesir dan Israel.

Di samping itu, pada Minggu, (12/5/2024), Mesir mengatakan bakal bergabung dengan Afrika Selatan untuk menggugat Israel di Mahkamah Internasional (ICJ) dalam kasus genosida di Gaza.

Asap membumbung ke udara setelah pengeboman oleh Israel di Kota Rafah di Gaza Selatan pada 11 Februari 2024.
Asap membumbung ke udara setelah pengeboman oleh Israel di Kota Rafah di Gaza Selatan pada 11 Februari 2024. (AFP/Al Mayadeen)

Tegaskan tindakan Israel ilegal

Tentara Israel menguasai perlintasan Rafah pada tanggal 7 Mei dan menutupnya.

Perlintasan itu menjadi pintu masuk utama untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan di Gaza.

Baca juga: Memanas, Mesir Mendadak Batalkan Rapat Militer dengan Israel, Tel Aviv Anggap Kairo Berkhianat

Menteri Luar Negeri Israel Sameh Shoukry menyebut Israel harus bertanggung jawab atas tindakannya.

“Bertanggung jawab atas penutupan perlintasan Rafah di sisi Palestina,” kata Shoukry pada hari Minggu dikutip dari The New Arab.

Dia turut menyinggung perjanjian normalisasi hubungan dengan Israel yang menjadi pilihan Mesir.

“[Perjanjian normalisasi dengan Israel] telah menjadi pilihan strategis Mesir selama 40 tahun, hal itu memiliki mekanisme sendiri … untuk menyelidiki setiap pelanggaran dan mengatasinya,” katanya.

Sementara itu, mantan Perdana Menteri Mesir Nabil Fahmy meyakini saat ini tidak ada ruang untuk kerja sama antara Mesir dan Israel lantaran Israel menguasai perlintasan Rafah.

Kepada Ashraq Al-Awsat, Fahmy mengatakan negaranya tidak akan menerima pilihan selain penguasaan perlintasan Rafah oleh orang Palestina.

Dia turut berujar bahwa penguasaan perlintasan itu oleh Israel adalah hal yang tidak sah.

Di samping itu, dia percaya bahwa Israel tidak ingin menyudahi perang di Gaza.

Fahmy ragu bahwa gencatan bisa terwujud jika Israel tetap menggunakan pendekatan saat ini.

Ikuti jejak Afrika Selatan

Mesir sudah resmi mengatakan akan bergabung dengan Afrika Selatan untuk menggugat Israel di ICJ atas kasus genosida di Gaza.

Baca juga: Mesir akan Bergabung Afrika Selatan Melawan Israel dalam Kasus Genosida di Pengadilan tinggi PBB

Dalam gugatan itu, Israel dituding melanggar kewajibannya menurut Konvensi Genosida dalam perangnya di Gaza.

Kementerian Luar Negeri Mesir pada hari Minggu menyebut negaranya ingin bergabung dengan Afrika Selatan karena meningkatnya agresi Israel terhadap warga sipil Palestina.

“Pengajuan [gugatan] itu muncul karena meningkatnya kekerasan dan cakupan dalam serangan Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza, dan praktik sistematis yang jahat terhadap rakyat Palestina, termasuk langsung menargetkan warga sipil dan penghancuran infrastruktur di Gaza, mendesak warga Palestina untuk melarikan diri,” kata kementerian itu dalam pernyataannya, dikutip dari Al Jazeera.

Adapun Afrika Selatan mengajukan gugatan terhadap Israel pada bulan Januari lalu. Negara itu mendakwa Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza.

Para pengunjuk rasa mengambil bagian dalam demonstrasi solidaritas terhadap penduduk Palestina, saat Mahkamah Internasional (ICJ) menyampaikan keputusannya setelah sidang kasus melawan Israel yang diajukan oleh Afrika Selatan, pada 26 Januari 2024.
Para pengunjuk rasa mengambil bagian dalam demonstrasi solidaritas terhadap penduduk Palestina, saat Mahkamah Internasional (ICJ) menyampaikan keputusannya setelah sidang kasus melawan Israel yang diajukan oleh Afrika Selatan, pada 26 Januari 2024. (KOEN VAN WEEL / ANP / AFP)

Saat ini jumlah warga Gaza yang tewas akibat serangan Israel sudah mencapai lebih dari 35.000 orang. Sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak.

ICJ dalam putusannya atas gugatan itu menyatakan ada risiko genosida di Gaza.

Kemudian, ICJ meminta Israel untuk mengambil langkah sementara, termasuk mencegah tindakan genosida terjadi.

Tak hanya Mesir, Turki dan Kolombia pun akan bergabung dengan Afrika Selatan untuk menggugat Israel.

Korban Tewas Gaza 35,709 Jiwa

Serangan Israel secara serentak di tepi selatan dan utara Jalur Gaza pada bulan ini selain menyebabkan eksodus ratusan ribu orang dari rumah mereka.

Juga membuat 2,3 juta orang di Gaza berada di tepi jurang kelaparan. Sedangkan 380 ribu dihadapkan ancaman kekurangan pangan yang parah.

Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan setidaknya 35.709 orang telah tewas di wilayah tersebut selama lebih dari tujuh bulan perang antara Israel dan militan Palestina.

Jumlah korban jiwa tersebut termasuk 62 orang yang tewas dalam 24 jam terakhir, kata sebuah pernyataan Kementerian.

Mencegah bertambahnya korban jiwa akibat serangan Israel, pimpinan Mesir Abdul Fattah as-Sisi baru-baru ini memutuskan untuk bergabung dengan Afrika Selatan dalam mengajukan gugatan genosida Israel ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ).

"Pengumuman intervensi dalam kasus ini muncul, mengingat perluasan cakupan dan skala pelanggaran Israel terhadap warga sipil di Gaza," demikian pernyataan resmi Kemenlu Mesir.

Keterlibatan Kairo dalam gugatan Afrika Selatan menjadi langkah baru bagi hubungan Mesir dan Israel.

Menandai retaknya Perjanjian Camp David 1979, dimana keduanya telah berjanji untuk tidak melakukan intervensi politik dan keamanan wilayah perbatasan masing-masing.

(oln/kbrn/tc/*)

 
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas