Hubungan Yordania dan Israel Menegang Sejak Perang Gaza, Putra Mahkota Hussein Ragukan Normalisasi
Putra Mahkota Yordania Hussein bin Abdullah melontarkan pernyataan pedas terhadap Israel dalam sebuah wawancara televisi.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Putra Mahkota Yordania Hussein bin Abdullah (29) mengatakan bahwa negaranya sedang dalam pertempuran diplomatik dan politik dengan Israel.
Ia pun meragukan normalisasi hubungan dan perjanjian perdamaian antara negara-negara Arab dan Israel.
Dalam sebuah wawancara televisi di Al Arabiya milik Saudi, Minggu (26/5/2024), calon raja tersebut mengkritik negara-negara di seluruh dunia karena tidak berbuat cukup untuk mengakhiri perang di Gaza.
“Kami terkejut dengan ketidakmampuan dunia menghentikan pembantaian di Gaza," katanya.
"Masyarakat di wilayah tersebut telah kehilangan kepercayaan terhadap komunitas internasional."
“Lebih dari 35.000 orang telah terbunuh – 70 persen di antaranya adalah perempuan dan anak-anak."
"Berapa jumlah korban jiwa yang harus kita ambil agar dunia dapat mengambil tindakan?"
"Ini adalah nyawa manusia, bukan sekadar angka."
Pangeran Hussein mengatakan bahwa sejak dimulainya perang Gaza, Yordania telah melancarkan pertempuran diplomatik dan politik yang berupaya mengalihkan posisi negara-negara ke arah Israel.
Dilansir The New Arab, Yordania dan Israel telah menjalani hubungan diplomatik, politik, dan ekonomi sejak tahun 1994.
Namun hubungan bilateral dengan cepat memburuk sejak dimulainya perang Gaza pada bulan Oktober tahun lalu.
Baca juga: Yordania Kutuk Israel Atas Pembantaian Rafah, Ratu Rania: Korban Digiring Lalu Dibakar Saat Tidur
Bulan lalu, ribuan orang berkumpul setiap malam selama berminggu-minggu di Amman, ibu kota Yordania, menuntut agar Yordania memutuskan hubungan dengan Israel.
“Perjuangan Palestina adalah perjuangan kami, dan meskipun ada kerugian politik atau ekonomi yang harus ditanggung Yordania, peran mereka terhadap rakyat Palestina akan terus berlanjut,” kata putra mahkota.
Normalisasi tanpa perdamaian?
Pangeran Hussein mengecam Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu karena mencoba menyeret wilayah di sekitarnya ke dalam perang.
Hussein tidak hanya menyinggung perang brutal Israel di Gaza tetapi juga serangannya di Tepi Barat yang diduduki.
Serangan udara dan darat Israel telah menewaskan lebih dari 36.000 orang di Jalur Gaza sejak 7 Oktober.
Pasukan Israel juga meningkatkan serangan mematikan di Tepi Barat, menewaskan lebih dari 500 orang sejak saat itu.
“Pemerintah Israel berusaha mempromosikan ke seluruh dunia bahwa konflik dimulai pada 7 Oktober,” kata Pangeran Hussein.
“Mari kita kembali ke masa sebelum 7 Oktober, dan semua pidato Yang Mulia Raja (Raja Abdullah II dari Yordania) dalam 25 tahun terakhir, dan bagaimana beliau memperingatkan bahwa terus melanggar hak-hak rakyat Palestina akan mengakibatkan bencana di wilayah tersebut."
"Lihatlah apa yang terjadi hari ini,” kata putra mahkota kepada Al Arabiya.
“Selama bertahun-tahun, ada upaya untuk meminggirkan isu (Palestina), dan masyarakat telah kehilangan kepercayaan terhadap proses perdamaian,” tambahnya.
Sejak Inisiatif Perdamaian Arab, terdapat konsensus Arab bahwa satu-satunya solusi untuk mengakhiri konflik adalah dengan memberikan orang-orang Palestina hak-hak mereka dan mengakhiri pendudukan dengan imbalan normalisasi hubungan dengan Israel, kata Pangeran Hussein.
“Sejak tahun 2002 hingga saat ini, apakah menurut Anda Israel menginginkan perdamaian?"
"Kita sedang berhadapan dengan pemerintahan yang dikendalikan oleh agenda ekstremis, dengan menteri-menteri yang secara terbuka menyerukan pemusnahan rakyat Palestina."
Baca juga: Media Israel: Yordania Tolak Hamas Buka Kantor di Negaranya Kalau Terpaksa Pindah dari Qatar
Ia juga menyebut perluasan pemukiman ilegal Israel di Tepi Barat sebagai indikasi lain bahwa Israel tidak serius dalam berdamai dengan Palestina.
Inisiatif Perdamaian Arab diluncurkan oleh Arab Saudi dan disahkan pada KTT Liga Arab tahun 2002 di Beirut, kemudian didukung kembali pada dua KTT Liga Arab pada tahun 2007 dan 2017.
Inisiatif ini menawarkan perdamaian penuh dengan imbalan penarikan penuh pasukan Israel dari Tepi Barat dan Gaza.
Selain Yordania, Mesir, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko semuanya memiliki hubungan yang sama dengan Israel.
Mesir menandatangani perjanjian damai dengan Israel pada tahun 1979.
Sementara negara-negara lain menormalisasi hubungan pada tahun 2020, meskipun ada kecaman dari masyarakat luas.
Sudan juga setuju pada Januari 2021 untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, namun hubungan tersebut tidak pernah diformalkan.
Prosesnya terhenti karena konflik yang berkecamuk di Sudan sejak April tahun lalu.
“Pertanyaan penting bagi kita semua saat ini adalah menanyakan apakah normalisasi dengan Israel terjadi hanya demi normalisasi,” kata Pangeran Hussein.
“Pada akhirnya, perdamaian sejati ada di antara masyarakat."
"Dan jika masyarakat tidak yakin bahwa hak-hak rakyat Palestina telah terpenuhi, mereka tidak akan percaya pada perjanjian perdamaian dan tidak akan menerima hubungan yang dinormalisasi.”
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)