Gedung Putih Tolak Usulan Kongres untuk Jatuhkan Sanksi Terhadap ICC: Bukan Jawaban yang Tepat
Gedung Putih berkata menjatuhkan sanksi terhada ICC bukanlah langkah yang tepat.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Gedung Putih menolak usulan dari Partai Republik Kongres Amerika Serikat (AS) untuk menjatuhkan sanksi terhadap Mahkamah Pidana Internasional atau ICC.
Usulan menjatuhkan sanksi itu adalah respons atas keputusan hakim ICC yang mengajukan surat perintah penangkapan ke pengadilan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan pejabat lainnya.
Dilaporkan Axios, Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri AS telah melakukan konsultasi dengan Partai Republik dan Demokrat di DPR dan Senat mengenai kemungkinan tindakan terhadap ICC.
Partai Republik mengusulkan sanksi keras AS terhadap jaksa dan pejabat ICC lainnya.
Namun Partai Demokrat ingin menjajaki opsi lain.
Pada Selasa (28/5/2024), juru bicara Gedung Putih, John Kirby, mengatakan di depan wartawan bahwa menjatuhkan sanksi bukanlah jawaban yang tepat.
Ia menambahkan pemerintah menentang langkah tersebut.
Sekretaris pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, yang berbicara setelah Kirby, menegaskan kembali pesan tersebut.
Ia mengatakan undang-undang yang menentang ICC bukanlah sesuatu yang akan didukung oleh pemerintah.
"Sanksi terhadap ICC bukanlah alat yang efektif atau tepat untuk mengatasi kekhawatiran AS."
"Kami akan bekerja sama dengan Kongres mengenai opsi lain untuk mengatasi tindakan ICC."
Baca juga: Israel Diam-Diam Sudah Lama Perangi ICC dengan Fitnah hingga Ancaman, Kasus Bensouda Contohnya
Komentar Kirby itu mungkin akan menciptakan keretakan dengan anggota DPR dari Partai Republik.
Sangat jarang Partai Republik DPR menyatakan keinginan mereka untuk bekerja sama dengan Joe Biden untuk memastikan tanggapan terhadap ICC.
Ketua DPR Mike Johnson mengatakan dalam sebuah postingan di X pada hari Selasa:
"ICC jelas harus diberi sanksi atas klaim otoritasnya yang keterlaluan dan tidak berdasar."
"Penolakan Gedung Putih untuk melindungi warga Israel dan Amerika adalah keputusan buruk yang akan menjadi preseden yang berbahaya."
Anggota parlemen pro-Israel di kedua partai telah menyatakan dukungannya terhadap sanksi tersebut.
Namun pihak lain telah menyuarakan keberatan mereka terhadap gagasan tersebut.
Mengapa Amerika Ingin Menjatuhkan Sanksi Terhadap ICC?
Amerika tidak tinggal diam saat sekutunya, Israel, menjadi sasaran ICC.
Dilansir DAWN, pada 20 Mei 2024, jaksa ICC Karim Khan, mengumumkan dia telah mengajukan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri, Israel Benjamin Netanyahu; Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant; serta pemimpin Hamas Ismail Haniyeh, Yahya Sinwar, dan Mohammed Deif.
Tuduhan terhadap para pemimpin Hamas yakni soal penyanderaan, kekerasan seksual terhadap sandera di penangkaran, penyiksaan, perlakuan kejam, dan pemusnahan.
Sementara, tuduhan terhadap Netanyahu dan Gallant adalah membuat warga sipil kelaparan sebagai metode peperangan, sengaja menargetkan warga sipil, penganiayaan, perlakuan kejam, dan pemusnahan.
Kini, ruang praperadilan ICC akan meninjau permintaan Khan itu dan menentukan apakah pada akhirnya ICC akan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap 5 orang tersebut.
Namun, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengatakan keputusan jaksa ICC itu salah sasaran.
Ia menekankan bahwa keputusan tersebut merugikan upaya mencapai kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk membebaskan sandera yang ditahan di Gaza dan melakukan gencatan senjata di daerah kantong tersebut.
Baca juga: Israel Sudah 10 Tahun Lancarkan Perang Rahasia ke ICC, Eks-Bos Mossad Ancam Wanita Kepala Jaksa
Tentang ICC
Dikutip dari cbc.ca, ICC atau Pengadilan Kriminal Internasional lahir dari Statuta Roma, sebuah perjanjian internasional yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada 1998.
ICC bertujuan menyelidiki kejahatan paling serius yang menjadi perhatian komunitas internasional.
ICC mempunyai hubungan dengan PBB namun tidak bergantung pada badan dunia tersebut.
ICC memiliki yurisdiksi atas empat kejahatan utama, yakni genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi.
Pengadilan ini hanya menyelidiki kejahatan yang dilakukan sejak 1 Juli 2002, yang merupakan tanggal pengadilan mulai berjalan.
ICC hanya mengadili individu, bukan mengadili negara, pemerintah, atau kelompok politik.
Jika sebuah kasus dilimpahkan ke ICC, panel yang terdiri dari tiga hakim akan mempertimbangkan bukti-bukti dan mengeluarkan putusan atau vonis.
Jika ada putusan bersalah, tersangka dapat menghadapi hukuman hingga 30 tahun penjara, atau penjara seumur hidup dalam kasus luar biasa.
ICC mewajibkan negara-negara anggota (negara yang menandatangani) Statuta Roma, untuk bekerja sama.
ICC hanya bisa bergantung pada negara-negara anggotanya untuk menangkap dan memindahkan tersangka.
Dalam beberapa kasus, surat panggilan dikeluarkan dan tersangka dapat hadir secara sukarela, tanpa harus ditangkap terlebih dahulu.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)