Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

IDF Segera Mundur dari Rafah, Media Israel: Dua Batalyon Hamas Belum Terlibat Pertempuran

dua batalyon Al Qassam ini berfungsi sebagai pasukan cadangan dan Hamas tidak melibatkan mereka dalam pertempuran.

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in IDF Segera Mundur dari Rafah, Media Israel: Dua Batalyon Hamas Belum Terlibat Pertempuran
Photo credit: Abed Rahim Khatib/Flash90
Para petempur Brigade Al Qassam, sayap militer gerakan Hamas. Hanya sepertiga dari pasukan Hamas yang bisa ditewaskan Israel dalam Perang Gaza yang sudah berlangsung selama delapan bulan dengan kerugian ekonomi dan personel yang signifikan di pihak Tel Aviv. 

IDF Segera Mundur dari Rafah, Media Israel: Dua Batalyon Hamas Belum Terlibat Pertempuran

TRIBUNNEWS.COM - Lembaga Penyiaran Israel, KAN mengklaim kalau gerakan Hamas akan mempertahankan dua batalyon di sayap militer mereka, Brigade Al Qassam, pada momen 'The day After War'.

Laporan menunjukkan, dua batalyon Al Qassam ini berfungsi sebagai pasukan cadangan dan Hamas tidak melibatkan mereka dalam pertempuran.

Baca juga: Operasi Karatan IDF di Shaboura, Pakar Militer: Baru Dua Batalyon Qassam yang Turun Tangan di Rafah

Kabar ini muncul setelah adanya laporan kalau militer Israel (IDF) telah memberi tahu utusan AS Amos Hockstein kalau operasi militer IDF di Rafah, Gaza Selatan hampir selesai.

Dilansir Channel 12, entitas tersebut menambahkan kalau pemerintah Israel juga memberi tahu utusan AS kalau berakhirnya operasi di Rafah akan berdampak pada wilayah tersebut dan front Lebanon.

Baca juga: Media Israel: IDF Rekomendasikan Tel Aviv Akhiri Operasi Rafah Lalu Serang Besar-besaran Lebanon

Pasukan Israel beroperasi di kawasan Timur Rafah, Gaza Selatan, 15 Mei 2024.
Pasukan Israel beroperasi di kawasan Timur Rafah, Gaza Selatan, 15 Mei 2024. (HandOut/Israel Defense Forces)

Operasi Fase B Berbuah Kegagalan

Pada Sabtu pekan lalu, KAN melansir kabar yang mengonfirmasi kalau operasi militer Tentara Israel (IDF) di Rafah akan berakhir dalam dua minggu.

"Pihak berwenang mengindikasikan bahwa tentara Israel sedang mempertimbangkan untuk mengakhiri operasi Rafah dalam dua minggu, dan menegaskan bahwa kepemimpinan Israel akan memutuskan langkah selanjutnya jika kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan dan tahanan tidak tercapai," tulis laporan tersebut dikutip dari Khaberni, Sabtu (15/6/2024).

Baca juga: Media Israel Sebut Kepala Intelijen PA akan Bentuk Pasukan Antek IDF, Perang Saudara Lawan Hamas?

BERITA REKOMENDASI

Sumber keamanan yang tidak disebutkan namanya tersebut menegaskan kalau operasi militer yang dilancarkan belum berhasil membawa pulang para sandera Israel yang ada di jalur Gaza.

Selain itu, sumber keamanan tersebut juga mengindikasikan kalau rencana 'The Day After' untuk menggulingkan kekuasaan Hamas dari Jalur Gaza juga menemui kegagalan lantaran belum adanya alternatif untuk menggantikan gerakan tersebut sebagai administrator di Jalur Gaza.

"Terus-menerusnya kehadiran para tahanan (Israel) di Jalur Gaza dan tidak adanya alternatif selain Hamas mengubah keberhasilan operasi Fase B kami menjadi sebuah kegagalan,” kata sumber tersebut.

Dia menambahkan kalau “tidak ada pihak yang akan menerima memasuki Gaza jika mereka tidak menghancurkan Hamas.”

Baca juga: Suku-Suku di Gaza Tolak Jadi Antek Israel, Hamas Justru Ditikam Bos Intelijen Otoritas Palestina?

Tentara Pendudukan Israel (IDF) di atas tank Merkava
Tentara Pendudukan Israel (IDF) di atas tank Merkava saat operasi militer di Jalur Gaza. Sumber keamanan Israel menyebut, Hamas berhasil menggagalkan operasi Fase B mereka sehingga invasi militer IDF di Rafah akan berakhir dalam dua pekan ke depan per Sabtu (15/6/2024).

Dalam Fase B ini, IDF berencana menghabisi Hamas di Rafah, kota di selatan Gaza yang mereka tuding menjadi benteng terakhir pertahanan Hamas.

Setelah itu, Israel berencana menunjuk pihak selain Hamas untuk menjadi administrator pemerintahan di Jalur Gaza

Israel menolak usulan Amerika Serikat dan pihak lain sekutu yang meminta Otoritas Palestina menjalankan fungsi pemerintahan di Gaza.

Tadinya, Israel ingin membujuk para klan dan keluarga di Gaza untuk bersedia menjadi penguasa baru dengan sejumlah kompensasi.

Namun rencana-rencana Israel ini tidak berhasil seiring kegagalan mereka memberangus perlawanan Hamas yang terus gencar melakukan perlawanan hingga sembilan bulan sejak pecahnya perang pada 7 Oktober 2023 silam.

Sumber tersebut mengindikasikan bahwa rencana pasca-Fase B mencakup:

- Kontrol tentara IDF atas Koridor Netzarim

- Kontrol IDF atas Titik penyeberangan Rafah

- Kontrol IDF atas Koridor Philadelphia 

Ketiganya ini sedianya bahkan diterapkan setelah operasi militer Israel berakhir di Gaza secara penuh.

Foto yang tersebar di media sosial memperlihatkan kebakaran besar di Israel utara setelah Hizbullah meluncurkan pawai rudal ke wilayah itu pada Senin (3/6/2024) sebagai respon atas serangan udara Israel di Lebanon selatan.
Foto yang tersebar di media sosial memperlihatkan kebakaran besar di Israel utara setelah Hizbullah meluncurkan pawai rudal ke wilayah itu pada Senin (3/6/2024) sebagai respon atas serangan udara Israel di Lebanon selatan. (X)

Hamas Adalah Kunci Redam Serangan Hizbullah

Sumber tersebut mengakui bahwa posisi Israel saat ini sedang sulit, merujuk eskalasi yang kian meningkat di front utara melawan gerakan perlawanan Lebanon, Hizbulllah.

Sumber tersebut menambahkan, pihaknya memperkirakan kalau Hamas menjadi kunci untuk meredam serangan Hizbullah yang secara harian menimbulkan kerusakan signifikan di wilayah pendudukan Israel.

Baca juga: 16 Drone dan 44 Rudal Hizbullah ke Israel dalam 72 Jam Terakhir, Cuma 68 Persen yang Bisa Dicegat

Sumber keamanan Israel tersebut menyebut, serangan Hizbullah potensial melemah atau bahkan berhenti jika negosiasi pertukaran tahanan dengan Hamas demi terjadinya gencatan senjata, menemui kesepakatan.

"Perkiraan kami menunjukkan bahwa kami memerlukan kesepakatan dengan Hamas agar Hizbullah dapat menghentikan serangan di utara.

Mayoritas Warga Palestina Dukung Operasi Banjir Al-Aqsa yang Dipimpin Hamas

Legitimasi kepemimpinan Hamas di Jalur Gaza memang terus tinggi, bahkan setelah Israel melakukan bombardemen buta yang mengakibatkan puluhan ribu korban jiwa warga sipil di Gaza.

Dalam sebuah pooling terbaru, lebih dari 80 persen warga Palestina setuju kalau serangan perlawanan tanggal 7 Oktober menjadikan pendudukan Israel di Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun kembali menjadi pusat perhatian global.

Sebuah jajak pendapat publik baru terhadap warga Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat yang diduduki yang diterbitkan pada 13 Juni menunjukkan bahwa mayoritas warga Palestina terus mendukung Operasi Banjir Al-Aqsa yang dipimpin Hamas, yang memicu kampanye genosida Israel di Gaza delapan bulan lalu.

Jajak pendapat yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina (PCPSR) dilakukan antara tanggal 26 Mei dan 1 Juni dan mengambil sampel sebanyak 1.570 orang dewasa, 760 di antaranya diwawancarai secara tatap muka di Tepi Barat dan 750 di Gaza. Mengupas.

Ketika responden ditanya apakah menurut mereka keputusan Hamas untuk melancarkan serangan pada tanggal 7 Oktober di pemukiman selatan Israel adalah “benar atau salah,” 67 persen responden mendukung keputusan tersebut, sementara 26 persen menentangnya.

Menurut laporan PCPSR, lebih dari 80 persen responden mengatakan bahwa Operasi Banjir Al-Aqsa menempatkan masalah Palestina sebagai pusat perhatian dan menghilangkan pengabaian selama bertahun-tahun di tingkat regional dan internasional.

Enam puluh tujuh persen warga Palestina juga setuju bahwa perlawanan Palestina akan menang pada akhir perang ini, dengan hanya 11 persen yang mengatakan Israel akan menang dan 18 persen tidak memilih keduanya.

Sebagian besar warga Palestina setuju bahwa Hamas harus memerintah Jalur Gaza setelah perang genosida berakhir, dengan penolakan terhadap Otoritas Palestina (PA) saat ini atau versi “reformasi” yang datang dari semua pihak.

Ketika ditanya tentang kepuasan mereka terhadap siapa aktor-aktor Arab dan regional yang membantu mereka, tingkat kepuasan tertinggi (71 persen) diberikan kepada Yaman, yang telah memimpin kampanye angkatan laut selama berbulan-bulan melawan kepentingan perdagangan Israel di Laut Merah, Samudera Hindia, dan Laut Mediterania.

Yaman disusul oleh Qatar, yang telah menjadi penengah perundingan gencatan senjata selama beberapa bulan, dengan tingkat kepuasan sebesar 61 persen.

Gerakan perlawanan Lebanon Hizbullah dan Iran berada di posisi berikutnya, dengan tingkat kepuasan yang sama sebesar 59 persen.

Sehubungan dengan rencana Barat mengenai “solusi dua negara” yang telah lama terhenti, hanya 32 persen warga Palestina yang menunjukkan dukungan terhadap gagasan tersebut, dan 65 persen menentangnya.

Selain itu, sebagian besar warga Palestina mengatakan bahwa cara terbaik untuk “memecahkan kebuntuan” dengan Israel adalah dengan “membubarkan Otoritas Palestina” (62 persen) dan “menggunakan intifada bersenjata” (63 persen).

(oln/khbrn/TC/*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas