Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Diserang Hizbullah, Israel Makin Terjepit, Netanyahu Berencana Hentikan Perang di Gaza

Posisi Israel saat ini makin terjepit semenjak Hizbullah melakukan serangan di wilayah utara Israel. Kini, Netanyahu berencana hentikan perang di Gaza

Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Diserang Hizbullah, Israel Makin Terjepit, Netanyahu Berencana Hentikan Perang di Gaza
khaberni/HO
Tentara Pendudukan Israel (IDF) di atas tank Merkava saat operasi militer di Jalur Gaza. Sumber keamanan Israel menyebut, Hamas berhasil menggagalkan operasi Fase B mereka sehingga invasi militer IDF di Rafah akan berakhir dalam dua pekan ke depan per Sabtu (15/6/2024). 

TRIBUNNEWS.COM - Posisi Israel kini kian terjepit setelah Hizbullah Lebanon melakukan serangan di wilayah utara Israel.

Kini, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu berencana untuk menghentikan peperangan dengan Hamas di Gaza.

Netanyahu mengatakan, fase intens perang dengan Hamas di Gaza akan segera berakhir dan fokus militer akan dialihkan ke perbatasan utara Israel dengan Lebanon.

Dikutip dari CNN, meski menghentikan peperangan dengan Hamas, Netanyahu bersumpah akan tetap terus beroperasi di Gaza sampai kelompok militan itu dilenyapkan.

"Ini tidak berarti bahwa perang akan berakhir, namun perang yang terjadi saat ini akan berakhir di Rafah. Ini benar. Kami akan terus memotong rumput nanti," kata Netanyahu.

Dalam wawancaranya, Netanyahu mengatakan bahwa ia siap untuk membuat “kesepakatan parsial” dengan Hamas untuk mengembalikan beberapa sandera yang masih ditawan di Gaza.

Namun ia menegaskan kembali posisinya bahwa perang akan terus berlanjut setelah gencatan senjata “untuk mencapai tujuan perdamaian”.

BERITA REKOMENDASI

"Saya belum siap untuk menyerah," tegas Netanyahu.

Dirinya kini telah menghadapi protes nasional di Israel yang menyerukan gencatan senjata di Gaza dan pemulangan semua sandera.

Pada hari Sabtu, keluarga para sandera mengambil bagian dalam protes anti-pemerintah yang sedang berlangsung, termasuk di Tel Aviv, Yerusalem, Herzliya, Kaisarea, Raanana, Be'er Sheva, Kiryat Gat dan Kota Pardes Hanna-Karkur.

Banyak pengunjuk rasa menuntut pemerintah menerima kesepakatan pembebasan sandera.

Baca juga: Di Ambang Perang, Jenderal AS Akui Sulit Bela Israel jika Iran Langsung Bekingi Hizbullah

Perpecahan juga tampaknya semakin mendalam antara pemerintah Israel dan militernya.

Netanyahu mendapat tekanan yang semakin besar dari anggota pemerintahannya dan sekutu Israel, termasuk Amerika Serikat, untuk merancang strategi pemerintahan pascaperang di Gaza setelah pemboman Israel yang menghancurkan wilayah kantong terpencil tersebut.

Tanggapan Hamas

Menanggapi komentar Netanyahu, Hamas mengatakan kata-kata yang digunakan pemimpin Israel menunjukkan bahwa ia hanya mencari kesepakatan parsial dan bukan mengakhiri perang di Gaza.

Posisi Netanyahu adalah “konfirmasi jelas atas penolakannya terhadap resolusi Dewan Keamanan baru-baru ini, dan usulan Presiden AS Joe Biden,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan.

Hamas terus bersikeras bahwa perjanjian apa pun mencakup, “penegasan yang jelas atas gencatan senjata permanen dan penarikan penuh dari Jalur Gaza”.

Di Israel, Markas Besar Forum Keluarga Sandera mengutuk setiap usulan penarikan pasukan tanpa menjamin kepulangan semua sandera.

"Berakhirnya pertempuran di Jalur Gaza, tanpa pembebasan para sandera, merupakan kegagalan nasional yang belum pernah terjadi sebelumnya dan kegagalan untuk mencapai tujuan perang," kata Forum tersebut dalam sebuah pernyataan pada hari Senin.

Baca juga: 5 Situs di Israel Diserang Drone dan Roket Hizbullah, Termasuk Markas Besar Batalyon Sahel

Israel Minta Bantuan AS

Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant (Tangkap Layar Twitter/X)

Hubungan Israel dengan Hizbullah makin memanas, Tel Aviv pun kembali meminta bantuan kepada sekutunya, Amerika Serikat (AS).

Israel mengirim Menteri Pertahanan Yoav Gallant untuk berangkat ke Washington DC dengan tujuan agar AS segera mencairkan pengiriman bom-bom berat yang telah ditahannya dari Israel.

"Pertemuan dengan pejabat senior pemerintah sangat penting untuk masa depan perang," kata Gallant, dikutip dari Times of Israel.

"Selama pertemuan ini, saya berencana untuk membahas perkembangan (di front selatan dan utara), di Gaza dan Lebanon."

"Kami siap untuk tindakan apa pun yang mungkin diperlukan di Gaza, Lebanon, dan wilayah lainnya," tegasnya.

Baca juga: AS Ragukan Kekuatan Iron Dome Israel: Bisa Kewalahan Perang Habis-habisan dengan Hizbullah

Padahal, saat ini hubungan antara Israel dengan AS tengah memanas setelah Netanyahu melontarkan kritikan pedas terhadap Presiden Joe Biden.

Netanyahu mengkritik keras Presiden Joe Biden dengan menyebut telah menurunkan pasokan amunisi ke Israel.

Gedung Putih telah berulang kali menegaskan bahwa mereka “tidak tahu” apa yang dimaksud Netanyahu selain satu pengiriman tersebut.

"Sekitar empat bulan yang lalu, terjadi penurunan drastis dalam pasokan amunisi dari Amerika ke Israel. Selama berminggu-minggu, kami menghubungi teman-teman Amerika kami, meminta untuk mempercepat pengiriman."

"Kami melakukan ini berulang kali. Kami melakukannya pada tingkat tertinggi dan di semua tingkatan, dan saya ingin menekankan – kami melakukan ini secara tertutup."

"Kami menerima berbagai penjelasan, tapi satu hal yang tidak kami dapatkan: situasi dasar tidak berubah. Barang-barang tertentu tiba dalam jumlah sedikit dan sedikit, namun sebagian besar amunisi tetap tertinggal."

"Setelah berbulan-bulan tidak ada perubahan dalam situasi ini, saya memutuskan untuk mengumumkannya kepada publik," kata Netanyahu.

Baca juga: Netanyahu: Serangan Israel di Rafah akan Berakhir, IDF Pindah ke Utara Lawan Hizbullah

Gallant dijadwalkan bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin.

Dia juga diperkirakan akan bertemu dengan Direktur CIA William Burns dan Utusan Khusus Amos Hochstein.

Ini adalah kedua kalinya Gallant mengunjungi Amerika Serikat di tengah perang di Gaza, yang dipicu oleh serangan mengejutkan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel selatan.

Gallant dijadwalkan untuk membahas berbagai masalah selain pengiriman senjata, termasuk senjata lain yang dibutuhkan militer Israel, serta perang di Gaza dan ancaman yang dihadapi Israel dari Lebanon dan Iran.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas