Rusia Meradang, Drone Mata-mata AS di Laut Hitam Bisa Picu Konfrontasi Langsung Dengan Barat
Emosi Rusia terhadap Amerika Serikat kembali melonjak setelah mendapati sejumlah drone negara Paman Sam tersebut memata-matai wilayahnya.
Penulis: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Emosi Rusia terhadap Amerika Serikat kembali melonjak setelah mendapati sejumlah drone negara Paman Sam tersebut memata-matai wilayahnya.
Menteri Pertahanan Rusia Andrey Belousov mengingatkan bahwa kegiatan AS tersebut merupakan provokasi oleh NATO dan sekutunya dalam konflik di Ukraina.
Aksi tersebut menurutnya cukup berbahaya karena bisa memicu konfrontasi langsung dengan Rusia.
Baca juga: Tetangga Rusia Merasa Kian Tak Aman, Drone Ukraina Makin Sering Mondar-mandir di Perbatasan
“Penerbangan seperti itu meningkatkan kemungkinan terjadinya insiden di wilayah udara yang melibatkan pesawat militer Rusia dan risiko konfrontasi langsung antara aliansi dengan Federasi Rusia,” kata Belousov seperti dilansir oleh Russia Today, Minggu (30/6/2024).
Rusia menuding drone Global Hawk RQ-4 yang merupakan pesawat tak berawak strategis AS semakin banyak diterbankan di Laut Hitam.
Pesawat tersebut “melakukan pengintaian dan menyediakan data penargetan senjata, yang disuplai oleh negara-negara Barat untuk melakukan serangan terhadap objek-objek Rusia.”
Ia mengatakan bahwa anggota NATO bertanggung jawab jika terjadi insiden seperti itu.
Moskow menuduh Washington berbagi tanggung jawab dengan Kiev atas serangan mematikan di sebuah pantai di Sevastopol pekan lalu.
Empat warga sipil, termasuk dua anak-anak, tewas dan lebih dari 150 orang terluka, setelah rudal ATACMS sumbangan AS mengerahkan muatan munisi tandannya, menurut para pejabat Rusia.
AS patut disalahkan karena membantu Kiev mengerahkan senjata, kata Moskow, seraya menuduh bahwa spesialis militer Amerika terlibat langsung dalam pemrograman rudal sebelum rudal tersebut ditembakkan.
Baca juga: Zelensky: Satu-satunya Cara Lindungi Kharkov Adalah Serang Rusia Pakai Rudal Jarak Jauh
Washington menjauhkan diri dari serangan itu, dan mengklaim bahwa Ukraina secara sepihak memutuskan apa yang harus dilakukan terhadap senjata yang dipasok Barat.
Mikhail Podoliak, ajudan senior pemimpin Ukraina Vladimir Zelensky, menyebut para korban sebagai “penjajah sipil” yang konon berada di zona perang aktif.
Para pejabat di Kiev sebelumnya mengklaim bahwa orang-orang di Krimea hidup di bawah pendudukan Rusia dan perlu dibebaskan.