Jelang Pertemuan NATO di Washington, China Minta AS Jangan Ikut Campur Urusan di Asia-Pasifik
negara yang dipimpin oleh Xi Jinping tersebut meminta AS untuk menghindari "kekacauan" dengan ikut campur dalam masalah di wilayah Asia-Pasifik
Penulis: Bobby W
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - China memberikan desakan keras kepada NATO pada hari Senin (8/7/2024) menjelang pertemuan organisasi blok militer tersebut di Washington, Amerika Serikat (AS) yang dijadwalkan berlangsung pada 9-11 Juli 2024.
Dalam desakannya, negara yang dipimpin oleh Xi Jinping tersebut meminta AS untuk menghindari "kekacauan" dengan ikut campur dalam masalah di wilayah Asia-Pasifik.
“NATO seharusnya mematuhi posisinya sebagai organisasi pertahanan regional, menghentikan ketegangan di wilayah Asia-Pasifik, menghentikan promosi mentalitas Perang Dingin dan konfrontasi blok,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, kepada wartawan di Beijing.
Lin menuduh NATO telah menyebabkan kekacauan di Eropa, dan mendesak blok militer tersebut untuk mengulangi langkah-langkah semacam itu di wilayah Asia-Pasifik.
Komentar panas dari Beijing ini muncul ketika para pemimpin dari beberapa negara di regional Asia-Pasifik seperti Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru ikut hadir dalam daftar undangan yang menghadiri KTT NATO.
Pada KTT yang sekaligus menandai ulang tahun ke-75 aliansi militer tersebut, NATO diperkirakan tak hanya fokus pada masalah perang Rusia di Ukraina.
Kehadiran para petinggi dari Asia-Pasifik ini menguatkan dugaan bahwa aktivitas geo-politik China dan situasi keamanan di wilayah Asia-Pasifik ikut menjadi fokus utama dalam pertemuan tersebut.
Beberapa hal yang berpotensi didiskusikan termasuk perilaku agresif China di Laut China Selatan, perselisihan kedaulatan di laut antara China dan tetangganya, keamanan Taiwan, dan isu nuklir Korea Utara.
Mengapa fokus strategis NATO mencakup China?
Pejabat AS dan NATO telah berkali-kali menunjukkan hubungan yang semakin dalam antara Rusia dan China, terutama ekspor Beijing ke Moskow yang dapat digunakan baik untuk keperluan sipil maupun militer dan yang memungkinkan perang Rusia di Ukraina berlanjut.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg yang akan segera meninggalkan jabatannya mengatakan di Washington bulan lalu membenarkan spekulasi tersebut.
Baca juga: Kebuntuan di Ukraina Bayangi Peringatan 75 Tahun NATO
"Beijing membagikan teknologi tinggi seperti semikonduktor dan barang-barang lain yang bisa digunakan untuk keperluan militer. Tahun lalu, Rusia juga mengimpor 90 persen komponen mikroelektroniknya dari China, yang digunakan untuk memproduksi rudal, tank, dan pesawat terbang. "
"China juga sedang berupaya memberikan kemampuan satelit dan citra yang lebih baik kepada Rusia. Semua ini memungkinkan Moskow untuk menimbulkan lebih banyak kematian dan kehancuran di Ukraina, memperkuat basis industri pertahanan Rusia, dan menghindari dampak sanksi dan kontrol ekspor," ungkap Stoltenberg.
China telah berulang kali membantah bahwa mereka mengekspor barang-barang yang dapat digunakan untuk mendukung operasi militer Rusia.
Ketika ditanya tentang kritik Stoltenberg terhadap dukungan Beijing terhadap Rusia, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning pun sempat buka suara minggu lalu.