Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Konflik di Internal Israel, Rezim Netanyahu Terancam, Media Tel Aviv: Ada Perpecahan di Pemerintahan

Media Israel melaporkan ada perpecahan di internal Israel dan menyebut rezim Netanyahu terancam bubar.

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Sri Juliati
zoom-in Konflik di Internal Israel, Rezim Netanyahu Terancam, Media Tel Aviv: Ada Perpecahan di Pemerintahan
Saeed Qaq / ANADOLU / Anadolu melalui AFP
TEL AVIV, ISRAEL - 16 MARET: Ratusan orang berkumpul untuk melakukan protes terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan pemerintahannya serta menuntut pengunduran dirinya dan pemilihan umum dini di Tel Aviv, Israel pada 16 Maret 2024. - Media Israel melaporkan ada perpecahan di internal Israel dan menyebut rezim Netanyahu terancam bubar. 

TRIBUNNEWS.com - Media Israel melaporkan adanya perbedaan dan perpecahan dalam koalisi pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Ketegangan di internal pemerintahan Israel juga dilaporkan semakin meningkat.

"Hal ini mengungkapkan sejauh mana krisis internal yang dihadapi Israel, yang juga mengancam pemerintahan Netanyahu," lapor media Israel, dikutip Al Mayadeen.

Media Israel memberi contoh konflik internal yang sedang berlangsung, yakni saat Netanyahu menolak memenuhi permintaan pemimpon Otzma Yehudit dan Menteri Keamanan Publik, Itamar Ben-Gvir, yang ingin bergabung dengan Dewan Keamanan, Senin (8/7/2024).

Sebaliknya, Netanyahu justru menyarankan Ben-Gvir untuk menerima "pembaruan Dewan Keamanan", sebelum dibawa ke pemungutan suara di Kneseet.

Netanyahu mengatakan ia tidak akan memasukkan nama Ben-Gvir ke dalam daftar anggota Dewan Keamanan.

Menurut situs berita Israel, Walla, Netanyahu memberikan klarifikasi, Kabinet Perang tidak akan lagi beroperasi setelah dua anggotanya, Benny Gantz dan Gadi Eisenkot, mundur.

BERITA REKOMENDASI

Klarifikasi ini disampaikan Netanyahu pada pemimpin partai Kekuatan Yahudi yang memegang enam dari 120 kursi di Knesset.

Sementara itu, sebuah sumber yang dekat dengan Netanyahu, mengatakan kepada Walla, "Bagaimanapun juga, kami tidak akan melibatkan Ben-Gvir ke dalam Dewan Keamanan karena dia tidak tahu bagaimana menjaga rahasia."

Pada 9 Juni 2024, Gantz dan Eisenkot mengumumkan pengunduran diri mereka dari Kabinet Perang.

Kabinet Perang kemudian dibubarkan, namun Netanyahu terus berkonsultasi terkait pelaksaan perang di forum yang lebih kecil, yang mencakup Menteri Keamanan, Yoav Gallant; Ketua Partai Shas dan Menteri Urusan Strategis, Aryeh Deri; Menteri Urusan Strategis, Ron Dermer; serta Ketua Dewan Keamanan Nasional Tzachi Hanegbi.

Baca juga: Pemilik Restoran di Vietnam Usir Keluarga Israel: Kami Hanya Menerima Manusia, Anjing, dan Kucing

Ben-Gvir: Netanyahu Mengabaikan Mitra Koalisinya

Sesaat setelah permintaannya bergabung dengan Dewan Keamanan ditolak, Ben-Gvir melayangkan kritikan terhadap Netanyahu, Senin.

Ben-Givr menyebut Netanyahu mengesampingkan mitra koalisinya.

Menurutnya, Netanyahu menjalankan "pemerintahan satu orang", sembari menambahkan "dia menyerah pada teror di setiap lini."

Sebagai informasi, Dewan Keamanan ini mengatur perang di Gaza dan memiliki pengaruh terhadap keputusan perang.

Ben-Gvir pun menekankan, jika dia bergabung dengan Dewan Keamanan, dia akan memberikan pengaruhnya untuk keputusan terkait perang di Gaza.

"Kami tidak bergabung untuk menjadi pemandu sorak di tribun. Kami datang untuk memberikan pengaruh," ujar Ben-Gvir, dilansir Anadolu Ajansi.

Sementara itu, Kepala Dinas Keamanan Israel Shin Bet, Ronen Bar, dan Direktur CIA, William Burns, tiba di Mesir pada Senin, untuk melakukan pembicaraan mengenai gencatan senjata di Gaza dan kesepakatan pertukaran tahanan antara Tel Aviv dan Hamas.

Selama berbulan-bulan, upaya AS, Qatar, dan Mesir untuk menengahi perjanjian antara Israel dan Hamas mengenai pertukaran sandera dan gencatan senjata terhambat oleh penolakan Netanyahu terhadap seruan Hamas untuk menghentikan permusuhan.

Mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal yang terus berlanjut di Gaza sejak serangan kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober 2023.

Baca juga: Drone Hizbullah Hantam Pangkalan Mata-mata Israel di Gunung Hermon, Ancaman Gallant Dianggap Remeh

Lebih dari 38.000 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan hampir 88.000 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Sembilan bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.

Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang keputusan terbarunya memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserbu pada 6 Mei.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas