Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perang Terus Berlanjut, Defisit Keuangan Israel Meningkat hingga Rp 639,7 Triliun

Postur keuangan negara Israel dilaporkan terimbas langsung karena berlarutnya Perang Gaza. Saat Hamas tetap eksis, Israel mengalami defisit fiskal

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Perang Terus Berlanjut, Defisit Keuangan Israel Meningkat hingga Rp 639,7 Triliun
anadolu
(Foto hanya ilustrasi) Brigade Al-Qassam meluncurkan sejumlah roket ke Tel Aviv, Israel, Minggu (26/5/2024). Perang yang berlarut berdampak langsung pada postur keuangan dan fiskal Israel yang mengalami defisit dalam jumlah besar. 

Perang Terus Berlanjut, Defisit Keuangan Israel Meningkat hingga Rp 639,7 Triliun

TRIBUNNEWS.COM - Defisit fiskal Israel pada Juni lalu meningkat menjadi 7,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) selama 12 bulan terakhir, yang setara dengan 146 miliar shekel  atau 39,77 miliar dolar AS (setara Rp 639,756 triliun).

Nilai defisit ini naik dari sebesar 7,2 persen pada Mei, menurut apa yang dilaporkan analis dan pakar keuangan, Eli Rotenberg, dikutip oleh surat kabar Israel Globes.




Menurut surat kabar tersebut, defisit tersebut 1 persen lebih tinggi dari target yang ditetapkan pemerintah sebesar 6,6 persen pada akhir tahun berjalan.

Baca juga: Lagi, Pundi Uang Israel Dihajar Serangan, Kilang Minyak Haifa Dihantam Drone Milisi Perlawanan Irak

Selama sebulan terakhir saja, defisit fiskal Israel mencapai 14,6 miliar shekel (4 miliar dolar AS), jauh meningkat dibandingkan dengan 6,4 miliar shekel (1,74 miliar dolar AS) pada Juni 2023.

Sejak awal tahun 2024, defisit fiskal Israel telah mencapai 62,3 miliar shekel (17 miliar dolar AS).

Angka ini jauh menurun dibandingkan dengan surplus fiskal sebesar 6,6 miliar shekel (1,8 miliar dolar AS) pada enam bulan pertama tahun 2023, sebelum perang Gaza pada 7 Oktober, pecah.

Baca juga: Habiskan Rp 915 T di Gaza Lawan Hamas, Israel Malah Bikin Brigade Jenin Makin Galak di Tepi Barat

Sebuah kendaraan militer pasukan Israel (IDF) tampak terbakar. Pada Selasa (9/7/2024) IDF dilaporkan melancarkan serbuan besar-besaran di Tulkarm, Tepi Barat yang disambut perlawanan faksi-faksi gerakan pembebasan Palestina. Konsentrasi pertempuran dilaporkan terjadi di Kamp Nour Shams
Sebuah kendaraan militer pasukan Israel (IDF) tampak terbakar. Pada Selasa (9/7/2024) IDF dilaporkan melancarkan serbuan besar-besaran di Tulkarm, Tepi Barat yang disambut perlawanan faksi-faksi gerakan pembebasan Palestina. Konsentrasi pertempuran dilaporkan terjadi di Kamp Nour Shams (TC/tangkap layar AP)

Pengeluaran Pemerintah Bengkak Gegara Perang Gaza

BERITA TERKAIT

Sejak awal tahun ini, belanja pemerintah Israel dilaporkan telah meningkat melebihi 300 miliar shekel (81,72 miliar dolar AS), meningkat sebesar 34,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Peningkatan defisit terbesar disebabkan oleh peningkatan belanja pada kementerian pertahanan dan sipil akibat perang Gaza.

Namun, meskipun tidak termasuk biaya perang, peningkatan belanja pemerintah mencapai sekitar 9,3 persen, dibandingkan dengan peningkatan yang hanya sebesar 3,3 persen pada tahun 2017.

Kenaikan belanja tidak dibarengi dengan kenaikan signifikan pada variabel pendapatan negara.

Pada awal tahun, pendapatan Israel dilaporkan berjumlah sekitar 238 miliar shekel ($64,83 miliar), dibandingkan dengan 230,4 miliar shekel ($62,76 miliar) pada paruh pertama tahun 2023.

Kementerian Keuangan memperkirakan defisit akan mencapai puncaknya pada September mendatang sebelum akhirnya bisa menurun.

KEPULAN ASAP - Kepulan asap di sebuah pelabuhan Israel karena serangan dari Poros Perlawanan, milisi lintas-teritorial, yang mendukung gerakan pembebasan Palestina, Hamas melawan agresi Israel di Gaza.
KEPULAN ASAP - Kepulan asap di sebuah pelabuhan Israel karena serangan dari Poros Perlawanan, milisi lintas-teritorial, yang mendukung gerakan pembebasan Palestina, Hamas melawan agresi Israel di Gaza. (Tangkap Layar/PT)

Ekspektasi Pertumbuhan Ekonomi

Hal ini terjadi bersamaan dengan Bank Sentral Israel yang menurunkan ekspektasi pertumbuhan ekonomi karena faktor ketidakpastian geopolitik “tingkat tinggi”.

Faktor geopolitik tersebut antara lain prediksi kalau akan perang akan berkepanjangan dan bahkan lebih sengit dan parah dengan kelompok perlawanan Palestina.

Hal itu masih ditambah peningkatan risiko eskalasi konflik dengan Hizbullah di perbatasan utara.

Gubernur Bank Sentral Israel, Amir Yaron, mengatakan dalam konferensi pers yang diadakan di Yerusalem yang diduduki, Rabu (10/7/2024) kalau pihaknya “berasumsi bahwa perang akan berlanjut dengan intensitas yang lebih tinggi hingga akhir tahun 2024, dan akan berakhir pada awal tahun 2025, lebih lambat dari perkiraan sebelumnya” pada bulan April.

Bank Sentral Israel tersebut memperkirakan perekonomian hanya akan tumbuh sebesar 1,5 persen pada tahun 2024, turun dari perkiraan sebelumnya pada bulan April sebesar 2 persen.

Bank sentral juga menurunkan perkiraan pertumbuhan di tahun mendatang menjadi 4,2 persen dari perkiraan 5%.

Bank of Israel mempertahankan suku bunga sebesar 4,5% untuk pertemuan keempat berturut-turut kemarin, yang sejalan dengan ekspektasi sebagian besar ekonom.

Januari lalu, Bank Sentral Israel menurunkan suku bunga pinjaman dasar untuk pertama kalinya dalam hampir 4 tahun sebesar 25 basis poin dari 4,75 persen, untuk mendukung keluarga dan perusahaan mengingat kerusakan perekonomian akibat perang di Jalur Gaza dan dengan menurunnya lingkungan inflasi.

“Perekonomian menghadapi ketidakpastian yang ekstrim. Laju pertumbuhan ekonomi melambat pada kuartal kedua, dan pembatasan pasokan mempengaruhi konvergensi aktivitas ekonomi dengan tren yang terjadi sebelum perang,” kata Yaron

Pada saat yang sama, Yaron menekankan bahwa premi risiko yang ditanggung Israel berada pada “tingkat tinggi dan terus meningkat dalam beberapa periode terakhir.”

Premi Risiko

Yaron menambahkan, “Premi risiko yang tinggi dalam jangka waktu yang lama berdampak negatif pada aktivitas perekonomian riil.” Perang di Gaza belum berakhir selama 9 bulan, dan kemungkinan meluasnya cakupan hingga mencakup Hizbullah.

Yaron menunjukkan bahwa sejak keputusan suku bunga terakhir, syikal telah melemah sekitar 1,3% terhadap dolar, dengan volatilitas yang tinggi seiring dengan berbagai perkembangan lingkungan geopolitik.

Meningkatnya perang yang sedang berlangsung di front utara dengan Hizbullah di Lebanon menimbulkan kekhawatiran bagi Bank Sentral, karena eskalasi ini akan menyebabkan tambahan pengeluaran pertahanan dan sipil, yang menyebabkan peningkatan defisit fiskal dan melemahnya syikal.

Gubernur Bank of Israel mendesak para pembuat kebijakan untuk mematuhi tanggung jawab fiskal untuk mencegah defisit menjadi tidak terkendali selama masa perang yang sulit dan tidak pasti saat ini.

“Jika keputusan yang diambil mencakup penambahan anggaran pertahanan secara permanen, penyesuaian lain harus dilakukan,” kata Yaron.

“Tanggung jawab pemerintah adalah mengambil langkah-langkah yang diperlukan, meskipun beberapa di antaranya tidak populer, untuk menjamin perekonomian stabilitas dan mendorong pertumbuhan berkelanjutan.”

Peringatan tersebut muncul ketika Kementerian Keuangan menyusun kerangka anggaran tahun 2025, yang diharapkan bank sentral akan membantu menciptakan kepastian bagi investor mengenai pemotongan belanja dan kenaikan pajak di sisi pendapatan, untuk membiayai biaya perang.

Baca juga: Lagi, Pundi Uang Israel Dihajar Serangan, Kilang Minyak Haifa Dihantam Drone Milisi Perlawanan Irak

Serangan rudal balistik Houthi Yaman berhasil menggempur Pelabuhan Eilat di Israel hingga membuat aktivitas di pelabuhan itu nyaris lumpuh.
Serangan rudal balistik Houthi Yaman berhasil menggempur Pelabuhan Eilat di Israel hingga membuat aktivitas di pelabuhan itu nyaris lumpuh. (Ynetnews)

Pundi Ekonomi Terimbas Perang

Satu di antara sebab utama melambatnya pertumbuhan ekonomi Israel adalah karena objek-objek vital yang menjadi pundi ekonomi mereka juga dihantam serangan.

Pelabuhan Eilat di Israel menyatakan bangkrut setelah didera serangan Houthi dan kelompok perlawanan Irak.

Menurut Eilat, kebangkrutan itu disebabkan olah kurangnya aktivitas perdagangan di pelabuhan Israel itu.

CEO Eilat Gideon Golber kemudian menyinggung kegagalan koalisi negara-negara Barat untuk mengamankan rute pelayaran di Laut Merah.

“Pelabuhan ini ditutup total, dan tidak ada aktivitas di pelabuhan selama 8 bulan karena gagalnya koalisi negara-negara di Laut Merah,” kata Golber dikutip dari Counter Currents.

“Kami tak punya penghasilan apa pun dalam beberapa bulan terakhir, sekarang waktunya negara memberikan bantuan dan memahami bahwa pelabuhan yang ditutup itu perlu dibantu.”

Pada bulan Maret lalu Golber mengatakan Eilat bertanggung jawab aras 50 hingga 55 persen kendaraan yang diimpor dari Asia Timur.

Tak hanya itu, ekspor potasium dan fosfat dari Laut Merah melalui Eilat mencapai sekitar 1,8 hingga 2 juta ton.

Golber menyebut Eilat juga mengimpor sapi dan biri-biri dari Australia.

Pelabuhan Eilat di Israel Selatan.
Pelabuhan Eilat di Israel Selatan. (Crew Center)

Kelompok Houthi di Yaman disalahkan atas tutupnya Eilat. Houthi menyerang dan menghentikan kapal-kapal yang menuju ke Eilat.

Kapal-kapal itu berlayar ke Israel dengan melewati Selat Bab Al-Mandeb yang menguasai sekitar 10 persen pelayaran dunia.

Karena serangan Houthi, kapal dagang memilih untuk mengubah jalur, yakni dengan mengitari Tanjung Harapan. Jalur itu jauh lebih panjang.

Baca juga: Drone Milisi Perlawanan Irak Lagi-Lagi Hajar Kota Eilat Israel, Objek Vital AS Target Sah Serangan

Kota Eilat juga sudah terdampak parah oleh perang di Gaza sejak 7 Oktober 2023 karena pariwisata dan perdagangan di sana dihentikan sepenuhnya. Di samping itu, ada banyak warga di sana yang kehilangan pekerjaan.

Seorang pengacara sekaligus jurnalis asal Kanada bernama Dimitri Lascaris sempat berkunjung ke Eilat tanggal 17 Maret.

Dia berujar operasi militer yang dilakukan Houthi telah membuat pelabuhan itu kosong, tak disambangi kapal kargo.

Bangkrutnya Eilat menjadi topik yang ramai dibicarakan di media sosial X. Ada yang menyebutkan bahwa Houthi telah mencapai tujuannya dalam melawan Israel.

Pada bulan Desember 2023 pelabuhan itu dilaporkan kehilangan 85 persen perdagangannya karena serangan Houthi.

Manajemen Eilat meminta bantuan keuangan dari pemerintah Israel. Namun, belum tentu pemerintah akan membantunya karena kondisi ekonomi sedang bergejolak.

Eilat “tercekik”

Eilat sebenarnya dilindungi oleh sistem pertahanan antirudal. Namun, hal itu tak bisa mencegah ekonomi Eilat memburuk karena serangan.

Golber menyebut Houthi berusaha “mencekik Eilat dan ekonominya”. Dia menyinggung banyaknya kapal yang memilih jalur mengitari Afrika.

Jalur itu membuat pelayaran makin panjang dan biaya makin mahal.

Pada bulan Januari lalu Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui Resolusi 2722 yang isinya mendesak Houthi untuk menghentikan serangannya di Laut Merah.

Baca juga: Perlawanan Islam Irak Umumkan Serangan Target Penting di Kota Pelabuhan Eilat, Israel Selatan

Golber meminta Amerika Serikat (AS) agar lebih terlibat dalam melawan Houthi. Dia meyakini jika AS dianggap “lemah”, persoalan Eilat mungkin akan bertambah parah.

Sementara itu, Eli Bar Yossef yang menjadi CEO Pelabuhan Isdud meremehkan pentingnya Eilat.

Yossef mengklaim Isdud bisa menerima barang dagang yang awalnya akan dikirim ke Eilat.

“Ini masalah bagi Eilat, bukan masalah besar bagi kami,” kata Yossef dikutip dari Al Mayadeen.

Adapun Direktur Hubungan Internasional dan Pengembanan Bisnis pada Federasi Kamar Dagang Israel, Sarit Fishbane, mengatakan biaya pelayaran telah melonjak karena “tantangan logistik”.

“Di Israel, sektor konstruksi telah terdampak parah, dan kita juga melihat meningkatnya permintaan akan peralatan darurat dan produk pangan yang punya umur simpan yang lama,” ujar Fishbane.

Seorang konsultan keamanan bernama Richard Hussey mengatakan pelabuhan-pelabuhan Israel seperti Haifa dan Isdud juga berada dalam jangkauan roket Hizbullah.

Oleh karena itu, eskalasi besar bisa memunculkan serangan yang menghentikan perdagangan.

(oln/khbrn/*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas