Dibekingi Iran, Militan Irak Ancam Arab Saudi, Minta Tak Manfaatkan Jalur Darat ke Israel
Kelompok militan di Irak yang dibekingi Iran, Kataib Hizbullah, mengeluarkan ancaman terhadap Arab Saudi.
Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM – Kelompok militan di Irak yang dibekingi Iran, Kataib Hizbullah, mengeluarkan ancaman terhadap Arab Saudi.
Kataib Hizbullah menyebut Arab Saudi sebagai “Kerajaan Jahat”. Kelompok itu memperingatkan konsekuensi yang bakal dihadapi Saudi atas dugaan perannya dalam konflik Israel-Gaza.
Ancaman turut disampaikan kepada Bahrain dan Uni Emirat Arab, dua negara yang menormalisasi hubungannya dengan Israel lewat Perjanjian Abraham.
Kelompok tersebut meminta perlawanan terhadap Israel dikuatkan. Selain itu, Kataib Hizbullah meminta adanya dukungan yang lebih besar untuk Gaza.
Kataib Hezbollah menyebut Arab Saudi akan “membayar” tindakannya yang memanfaatkan rute darat ke Israel.
Mereka mengecam pembuatan jalur darat sebagai alternatif jalur laut ke Israel.
Iran International menyebut pernyataan Kataib Hizbullah memperlihatkan bahwa bisa terjadi lagi pertikaian baru antara Iran dan Saudi.
Kataib Hizbullah menjadi bagian dari koalisi kelompok militan bernama Perlawanan Islam di Irak.
Dengan dibekingi Iran, kelompok itu melancarkan serangan roket dan pesawat nirawak terhadap Israel dan AS sejak perang di Gaza berkobar.
Adapun AS sudah menjatuhkan sanksi kepada Kataib Hizbullah sejak tahun 2009 karena hubungannya dengan Korps Garda Revolusioner Iran dan keterlibatannya dalam serangan yang menargetkan AS.
Di sisi lain, hubungan antara Iran dan Arab Saudi mulai membaik. Keduanya sudah sepakat untuk melakukan normalisasi hubungan pada bulan Maret 2023.
Baca juga: Pemimpin Houthi Ultimatum Arab Saudi: Setop Mendukung Israel, Kami akan Balas dengan Cara yang Sama
Laman Foundation for Defense of Democracies (FDD) menyebut Kataib Hizbullah juga mengecam Israel yang melancarkan serangan udara di Gaza selatan beberapa hari lalu.
Kelompok itu mengancam akan melanjutkan eskalasi.
“Zionis hanya memahami bahasa senjata, apa yang diambil secara paksa hanya akan bisa dikembalikan secara paksa, yang memerlukan peningkatan laju operasi,” katanya.