PM Lebanon Sebut Israel Mesin Pembunuh, Kutuk Serangan Zionis yang Tewaskan Panglima Hizbullah
Israel disebut mesin pembunuh setelah menyerang Lebanon dan menewaskan seorang Panglima Hizbullah.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Nuryanti
Serangan itu dilaporkan terjadi di sekitar markas besar Dewan Syura Hizbullah di Haret Hreik, Kantor Berita Nasional milik pemerintah melaporkan.
Kantor berita menyebut serangan itu dilakukan oleh pesawat tak berawak Israel yang menembakkan tiga rudal ke sebuah gedung hingga mengakibatkan dua lantai hancur.
Kementerian Kesehatan Lebanon mengatakan seorang wanita dan dua anak tewas, sedangkan 69 lainnya terluka, tiga kritis, dalam serangan itu.
Tentara Israel mengonfirmasi serangan tersebut, mengklaim serangan itu menargetkan komandan Hizbullah yang bertanggung jawab atas serangan di Majdal Shams.
Hizbullah Bantah Serang Majdal Shams
Hizbullah sebelummnya telah membantah tudingan Israel soal serangan di Majdal Shams yang menewaskan 12 anak.
Hizbullah mengatakan pihaknya "tidak berkaitan" dengan insiden itu.
Baca juga: Israel Akui IDF Bom Cadangan Air Minum di Gaza di Zona Kemanusiaan, Terjadi Tanpa Perintah Atasan
Menteri Luar Negeri Lebanon, Abdallah Bou Habib, lewat akun X, mendesak "penyelidikan internasional atau pertemuan komite tripartit yang diadakan lewat UNIFIL untuk mengetahui kebenaran serangan di Golan."
Sebagai informasi, komite tripartit merujuk pada pejabat militer dari Lebanond dan Israel, serta pasukan penjaga perdamaian dari Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL).
Meski demikian, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memastikan pihaknya tidak akan tinggal diam.
"Perdana Menteri Netanyahu menegaskan Israel tidak akan membiarkan serangan mematikan itu berlalu begitu saja, dan bahwa Hizbullah akan membayar harga yang mahal," ujar Kantor PM, dikutip dari Al Jazeera.
Keesokan harinya, Minggu (28/7/2024), Israel memperingatkan mereka akan menargetkan beberapa lokasi Hizbullah di Lebanon.
Israel mengatakan Hizbullah telah melewati "garis merah" dan akan "membayar harga yang mahal."
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)