Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
BBC

Muhammad Yunus, peraih Nobel berjuluk ‘bankir kaum miskin’ yang kini memimpin Bangladesh

Muhammad Yunus - peraih Nobel yang merupakan musuh politik mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina - telah ditunjuk sebagai…

zoom-in Muhammad Yunus, peraih Nobel berjuluk ‘bankir kaum miskin’ yang kini memimpin Bangladesh
BBC Indonesia
Muhammad Yunus, peraih Nobel berjuluk ‘bankir kaum miskin’ yang kini memimpin Bangladesh 

Muhammad Yunus - peraih Nobel yang merupakan musuh politik mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina - telah ditunjuk sebagai pemimpin sementara negara itu.

Pria berusia 84 tahun itu diangkat hanya berselang 24 jam setelah Hasina meninggalkan Bangladesh menyusul rangkaian aksi protes selama berminggu-minggu yang menewaskan ratusan orang.

Meski Prof Yunus dipuji banyak kalangan karena mempelopori penggunaan pinjaman mikro untuk kaum miskin, Hasina menganggapnya sebagai musuh masyarakat. Prof Yunus saat ini berstatus dibebaskan dengan jaminan sembari mengajukan banding atas hukuman penjara enam bulan dalam kasus yang dia sebut bermotif politik.

Para mahasiswa - yang memimpin protes massa hingga berujung pada penggulingan Hasina - menolak pemerintahan pimpinan militer. Mereka mendorong Prof Yunus untuk memimpin pemerintahan sementara.

Keputusan menunjuk Prof Yunus sebagai penasihat utama pemerintahan sementara ditempuh menyusul pertemuan antara Presiden Mohammed Shahabuddin, para pemimpin militer, dan para pemimpin mahasiswa.

"Ketika para mahasiswa yang telah berkorban begitu banyak meminta saya untuk turun tangan di saat yang sulit ini, bagaimana saya bisa menolak?" kata Prof Yunus.

Dia kembali ke Dhaka dari Paris, tempat dia menjalani prosedur medis kecil, kata juru bicaranya.

Siapa Muhammad Yunus?

BERITA TERKAIT

Muhammad Yunus mulai dikenal pada tahun 1970-an sebagai pelopor keuangan mikro, yang membantu mengangkat sebagian masyarakat termiskin di negara itu keluar dari kemiskinan. Itu sebabnya dia kerap dijuluki 'bankir kaum miskin'.

Usaha ini terinspirasi dari kunjungannya ke desa miskin yang dekat dengan Universitas Chittagong.

Dengan meminjamkan sejumlah kecil uang kepada puluhan penduduk desa, ia menawarkan bantuan keuangan kepada pengusaha skala kecil yang tidak dibantu bank-bank konvensional.

Usaha ini sukses dan berkembang pesat. Pada awal 1980-an, usaha ini memiliki puluhan ribu nasabah dan menjadi Grameen Bank (yang berarti "bank desa").

Bank tersebut melakukan diversifikasi ke berbagai proyek di seluruh Bangladesh – baik yang menguntungkan maupun nirlaba – mulai dari tekstil hingga telekomunikasi seluler dan pita lebar.

Kesuksesan dan pengakuan internasional pun diraih Prof Yunus. Pada 2006, dia dianugerahi Penghargaan Nobel Perdamaian atas karyanya di bidang keuangan, yang saat itu telah menjadi model bagi proyek serupa di seluruh negara berkembang.

Dalam beberapa bulan setelah menerima penghargaan Nobel, ia semakin terlibat dalam politik.

"Saya bukan orang yang nyaman berpolitik," katanya saat itu. "Namun, saya tidak akan ragu untuk terjun ke politik jika situasi memaksanya".

Namun, di negara yang dilanda ketidakstabilan politik, peran vokal sebagai pengkritik pemerintah membuatnya dimusuhi.

Pada 2007, ia mulai bekerja pada gerakan politik bernama Nagorik Shakti (Kekuatan Warga Negara) dalam upaya menyediakan pihak ketiga dalam sistem yang telah didominasi selama beberapa dekade oleh Hasina dan pesaingnya, Khaleda Zia.

Mundur dari politik

Namun, ia menarik diri dari politik setelah kehilangan kepercayaan pada perebutan kekuasaan dan persaingan.

"Saya bukan orang politik, saya tidak akan melakukan itu," katanya kepada kantor berita AFP awal tahun ini. "Jadi, saya segera mengumumkan bahwa saya tidak akan mendirikan partai politik."

Meski demikian, hubungannya dengan pemerintah menegang.

Perdana Menteri Sheikh Hasina, yang berkuasa pada 2008, menuduhnya "menghisap darah" orang miskin melalui kegiatan bisnisnya dan meluncurkan serangkaian penyelidikan terhadapnya, yang menurut Prof Yunus dan para pendukungnya bermotif politik.

Tahun lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa menegur pemerintah Bangladesh atas perlakuannya terhadap lawan-lawan politik.

“Kami sangat prihatin dengan intimidasi dan pelecehan yang terus berlanjut terhadap para pembela hak asasi manusia… termasuk peraih Nobel Mohammad Yunus,” kata Ravina Shamdasani, juru bicara Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia.

Ketegangan politik terus meningkat. Pada bulan Juli tahun lalu, pengadilan tinggi Bangladesh memerintahkan Prof Yunus untuk membayar pajak atas sumbangan amal senilai lebih dari US$1 juta.

Kemudian, pada bulan Januari, ia dinyatakan bersalah karena melanggar undang-undang ketenagakerjaan negara itu dan dijatuhi hukuman penjara selama enam bulan bersama tiga rekannya di Grameen Telecoms. Keempatnya membantah tuduhan tersebut dan dibebaskan dengan jaminan sambil menunggu banding.

Sekarang, setelah pemerintahan Sheikh Hasina berakhir, Prof Yunus-lah yang muncul sebagai tokoh yang disukai oleh para pemimpin protes mahasiswa untuk mengarahkan Bangladesh kembali ke stabilitas.

Mereka mengatakan menginginkan peraih Nobel perdamaian itu sebagai penasihat utama bagi pemerintahan sementara. Juru bicara Prof Yunus mengatakan bahwa ia telah setuju.

Memulai lembaran baru

Menanggapi berita pengunduran diri Sheikh Hasina, Prof Yunus mengatakan bahwa "Bangladesh telah terbebas".

Dalam wawancara dengan media India, The Print, ia mengatakan bahwa orang-orang di seluruh negeri sedang merayakan.

"Kami adalah negara yang diduduki selama dia [Hasina] berada di sana", katanya kepada media online tersebut.

"Dia berperilaku seperti pasukan penjajah, seorang diktator, seorang jenderal, yang mengendalikan segalanya. Hari ini, semua orang Bangladesh merasa terbebas."

"Kami ingin memulai dari awal sekarang dan membangun negara yang indah untuk diri kami sendiri. Ini adalah janji yang ingin kami sampaikan kepada para pelajar dan pemuda yang akan memimpin masa depan kita".

Siapa pun yang memegang kendali, prioritas Bangladesh sekarang adalah segera membentuk pemerintahan sementara untuk menghindari kekosongan kekuasaan yang dapat menyebabkan kerusuhan lebih lanjut.

Peran kunci Prof Yunus, dengan kemampuannya memanfaatkan dukungan internasional, dapat terbukti sangat penting.

Sumber: BBC Indonesia
BBC
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas