Cegah WNI di Jerman Alami Culture Shock, BPIP-MPR Gelar Silaturahmi Kebangsaan di Hamburg
BPIP bersama MPR RI dan KJRI Hamburg, Jerman, menjalin kerja sama strategis dalam acara Silaturahmi Kebangsaan yang diselenggarakan KJRI Hamburg.
Penulis: willy Widianto
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Warga negara Indonesia (WNI) di Jerman Utara, khususnya pemuda Indonesia yang datang ke Jerman untuk belajar dan bekerja (ausbildung dan aupair) kerap mengalami depresi karena culture shock dan kurangnya sistem pendukung (support system) untuk membantu mereka menghadapi situasi yang sama sekali berbeda dengan situasi di tanah air.
Sebanyak 6.655 masyarakat Indonesia yang berada di wilayah kerja KJRI Hamburg harus menyesuaikan dengan situasi sosial dalam berinteraksi dengan warga lokal yang beragam pula. Derap kehidupan di Jerman yang sangat cepat pasca-Covid-19, membuat beberapa anggota masyarakat Indonesia merasa kerekatan dan perasaan kebangsaan semakin berkurang.
Merespons situasi tersebut, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bersama Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) dan KJRI Hamburg, Jerman, menjalin kerja sama strategis dalam acara Silaturahmi Kebangsaan yang diselenggarakan KJRI Hamburg. Kegiatan tersebut mengandung makna strategis dalam upaya pembinaan ideologi Pancasila terhadap WNI di wilayah kerja KJRI Hamburg.
Dewan Pakar Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri BPIP, Darmansyah Djumala, menuturkan Pancasila merupakan solusi atas segala permasalahan sosial. Bukan hanya bagi Bangsa Indonesia, melainkan bagi masyarakat dunia secara universal.
“Pidato Bung Karno di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1960 yang berjudul ”To Build the World Anew” telah ditetapkan UNESCO sebagai Memory of The World. Ini berarti PBB mengakui bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai universal yang dapat diadopsi, baik oleh PBB maupun negara lain," kata Djumala dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Rabu(18/9/2024).
Ia menjelaskan nilai-nilai kebaikan dalam Pancasila akan tetap kokoh bertahan dari masa ke masa sebagai kekuatan bangsa Indonesia, termasuk bagi para diaspora di Jerman.
“Dengan Pancasila, Bangsa Indonesia tetap utuh dan mampu bertahan dalam kesatuan meski terjadi dinamika politik dunia. Berakhirnya Perang Dingin pada 1991 telah meruntuhkan Uni Soviet dan Yugoslavia. Arab Spring pada 2011 membuat banyak negara-negara Arab Timur Tengah bubar dan dilanda perang saudara. Namun di tengah gejolak politik dunia itu, Indonesia tetap utuh dengan Pancasila dan NKRI-nya”, ujar Djumala.
Djumala juga menguatkan para WNI agar selalu berpegang teguh kepada Pancasila untuk saling bergotong royong dalam menyelesaikan sejumlah persoalan selama tinggal di negara bagian yang memiliki keunggulan dalam industri penerbangan (Airbus dan Lufthansa Technik) ini.
Ia juga berharap WNI di Hamburg dapat selalu menjaga eksistensi Pancasila sebagai pedoman hidup yang menjadi citra diri sehingga kini mereka dihormati sebagai bangsa yang beretika dan dipandang positif oleh warga Jerman maupun pemerintah Jerman.
“Saat ini ideologi Pancasila menghadapi ancaman dari ideologi transnasional. Masyarakat Indonesia di Hamburg dapat mewaspadai hal tersebut karena dapat menyebabkan keterbelahan sosial dan bisa mencederai citra masyarakat Indonesia di luar negeri," ungkap Djumala.
Di tengah intensnya hubungan antarbangsa di dunia, masyarakat Indonesia di luar negeri sangat terekspose terhadap nilai-nilai baru yang dibawa oleh ideologi transnasional, yang belum tentu sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. BPIP menilai, upaya menjaga ketahanan ideologis di kalangan masyarakat menjadi hal yang mendesak dalam pembinaan masyarakat Indonesia di luar negeri.
Sejalan dengan hal tersebut, Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Basarah mengajak masyarakat Indonesia di Braunschweig untuk menjaga persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia di tanah rantau dengan senantiasa menghayati dan memegang teguh nilai-nilai Pancasila.
“Pancasila adalah perjanjian luhur bangsa Indonesia yang sudah final dan tidak bisa diubah oleh siapa pun dan sampai kapanpun. Bangsa Indonesia yang merdeka didirikan bukan karena atas pertimbagan mayoritas atau minoritas. Tapi bertujuan untuk mensejahterakan rakyat dan melindungi segenap tumpah darah Indonesia yang beraneka ragam suku, etnik, bahasa, budaya dan agama," ungkapnya.
Basarah juga mengajak masyarakat Indonesia di luar negeri untuk mejaga keutuhan, persatuan dan kesatuan dengan menghormati perbedaan dan keberagaman.