Setelah Melarang Al Jazeera Beroperasi, Kini Israel akan Melarang Al Mayadeen Beroperasi di Israel
Satu per satu media yang kritis terhadap Israel dilarang beroperasi di sana. Setelah melarang Al Jazeera beroperasi di Israel, kini larang Al Mayadeen
Editor: Muhammad Barir
Setelah Melarang Al Jazeera, Kini Israel akan Melarang Al Mayadeen Beroperasi di Israel
TRIBUNNEWS.COM- Satu per satu, media yang kritis terhadap Israel dilarang beroperasi di sana.
Setelah melarang Al Jazeera beroperasi di Israel, kini mereka akan melarang Al Mayadeen.
Israel setujui usulan pelarangan Al Mayadeen menyusul laporan Majdal Shams.
Israel melarang media Lebanon tersebut selama dua bulan pada bulan November, dengan alasan membahayakan keamanan nasional.
Israel menyetujui usulan Menteri Komunikasi Shlomo Karhi pada hari Minggu untuk melarang jaringan media Al Mayadeen beroperasi di Israel untuk kedua kalinya.
Keputusan tersebut mencakup penyitaan peralatannya dan pemblokiran situs webnya.
Media Israel melaporkan bahwa Menteri Komunikasi, Shlomo Karhi, mengejar keputusan pemerintah baru untuk melarang jaringan tersebut setelah memperoleh "pendapat profesional" dari badan keamanan dan menerima persetujuan dari Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Pemerintah Israel sebelumnya telah mengeluarkan perintah untuk memblokir jaringan yang berbasis di Lebanon tersebut agar tidak beroperasi di Israel pada bulan November 2023, dengan alasan membahayakan keamanan nasional Israel.
Perintah tersebut berakhir pada bulan Januari, dan Al Mayadeen melanjutkan operasinya.
Keputusan untuk memblokir jaringan tersebut lagi, yang dianggap bersimpati terhadap gerakan perlawanan Lebanon, Hizbullah, muncul setelah "munculnya kembali perwakilan teroris yang menyamar sebagai wartawan sekitar dua minggu lalu," kata juru bicara Karhi dalam sebuah pernyataan.
Hanaa Mahameed dari Al Mayadeen melaporkan dari Majdal Shams, kota Druze di Dataran Tinggi Golan Suriah yang diduduki Israel, satu hari setelah sebuah roket menewaskan 12 anak di lapangan sepak bola di sana.
Mahameed melaporkan bahwa roket tersebut ditembakkan oleh Israel, sementara Israel mengklaim roket itu ditembakkan oleh Hizbullah dan bahwa anak-anak tersebut adalah warga Israel, bukan warga Suriah di bawah pendudukan Israel.
Beberapa hari kemudian, Israel menggunakan pembunuhan 12 anak tersebut sebagai dalih untuk melancarkan serangan udara guna membunuh komandan tertinggi Hizbullah Fuad Shukr.