Soal Gencatan Senjata di Gaza: Yahya Sinwar Sepakati Proposal Joe Biden, Sikap Netanyahu Tak Jelas
Gencatan senjata telah disepakati oleh Yahya Sinwar agar dilakukan sesuai proposal dari Joe Biden. Namun, sikap Netanyahu masih tidka jelas.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Gencatan senjata di Gaza dikabarkan telah disetujui oleh pimpinan Hamas, Yahya Sinwar.
Dikutip dari CNN, pesan itu disampaikan oleh para mediator dari Mesir dan Qatar kepada para pejabat Israel dalam beberapa hari terakhir menjelang perundingan gencatan senjata yang dijadwalkan akan digelar pada Kamis (15/8/2024) mendatang.
Namun, sikap dari Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu masih diselimuti ketidakjelasan.
Adapun beberapa sekutu Netanyahu mengatakan kepada awak media dan pejabat pemerintah lainnya bahwa dirinya siap untuk membuat kesepakatan gencatan senjata, terlepas dari dampaknya terhadap koalisi di pemerintahannya, kata dua sumber dari internal pemerintahan Israel.
Hanya saja, pihak keamanan Israel masih menilai bahwa Netanyahu enggan untuk sepakat adanya gencatan senjata karena adanya penentangan dari para menteri di koalisi pemerintahannya.
"Tidak ada yang tahu apa yang diinginkan Bibi (nama panggilan Netanyahu)," kata salah satu sumber Israel.
Di sisi lain, Netanyahu kemungkinan akan mendapat tekanan besar dari Amerika Serikat (AS) untuk menyetujui gencatan senjata dan pembebasan sandera.
Sementara, para mediator menyampaikan kepada pemerintahan Israel bahwa Sinwar telah menyepakati dan meminta agar adanya implementasi gencatan senjata yang didasarkan pada perundingan sebelumnya seperti dari proposal Presiden AS, Joe Biden dan Dewan Keamanan (DK) PBB pada bulan Juli lalu.
"Karena keprihatinan dan tanggung jawab terhadap rakyat kami dan kepentingan mereka, gerakan ini menuntut para mediator untuk mempresentasikan rencana untuk mengimplementasikan apa yang mereka sajikan kepada gerakan ini dan disepakati pada 2 Juli 2024, berdasarkan proposal Biden dan resolusi Dewan Keamanan PBB, dan memaksa penjajah untuk melakukannya, alih-alih melakukan perundingan lebih lanjut atau proposal baru," demikian pernyataan Hamas.
Baca juga: Tiongkok Sebut Pembunuhan Ismail Haniyeh Merusak Perundingan Gencatan Senjata di Gaza
Adapun sikap Hamas ini diduga dipengaruhi oleh serangan Israel ke sebuah sekolah di Gaza yang menewaskan sedikitnya 93 orang pada Sabtu (10/8/2024) lalu.
Para pejabat AS telah menjelaskan kepada sekutu Israel bahwa mereka percaya saat ini menjadi waktu yang tepat untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata demi menghindari perang kawasan lebih luas.
Senada, seruan agar Israel sepakat untuk melakukan gencatan senjata juga dilakukan oleh Forum Sandera dan Keluarga yang Hilang.
"Kesepakatan adalah satu-satunya jalan untuk membawa pulang semua sandera. Waktu hampir habis. Para sandera tidak punya waktu lagi. Kesepakatan harus ditandatangani sekarang!" kata forum tersebut dalam pernyataannya pada Kamis (8/8/2024) lalu.
Sayangnya, mitra koalisi Netanyahu justru ingin agar tidak terwujudnya gencatan senjata dengan Hamas.
Salah satu menteri Netanyahu yaitu Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich menyebut kesepakatan gencatan senjata yang diusulkan menjadi tanda 'menyerahnya Israel terhadap Hamas'.
"Saya menyerukan kepada Perdana Menteri untuk tidak jatuh ke dalam perangkap ini dan tidak menyetujui pergeseran, bahkan sekecil apapun, dari garis merah yang dia tetapkan baru-baru ini, dan mereka juga sangat bermasalah," kata Smotrich.
Komentar Smotrich ini pun dikecam keras oleh juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, John Kirby dengan mengatakan argumennya salah besar.
Masa Depan Politik Netanyahu Tergantung Koalisi
Namun, masa depan politik Netanyahu saat ini bergantung pada koalisinya di pemerintahan karena mayoritas menentang jika dirinya menyetujui gencatan senjata di Gaza.
Parlemen Israel atau Knesset saat ini tidak bersidang untuk reses musim panas, yang akan mempersulit -meskipun bukan tidak mungkin- bagi Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional, Itaman Ben Gvir untuk meruntuhkan pemerintahan saat ini.
Sementara, menurut sumber-sumber Israel dikutip dari Reuters, ada indikasi Netanyahu bakal mengadakan pemilu jika kesepakatan gencatan senjata di Gaza tercapai.
Delegasi Terus Bekerja untuk Perundingan Gencatan Senjata
Para mediator bakal bertemu dengan tim perunding dari Israel dan Hamas di Kairo atau Doha pada Kamis pekan ini.
Namun negosiasi sudah berjalan dengan delegasi teknis yang bekerja 'sepanjang wakut' untuk membahas detail-detail penting menjelang perundingan.
Diketahui, negosiasi ini dilakukan di tengah konflik Timur Tengah yang semakin meluas di mana pembunuhan terhadap komandan militer tertinggi Hizbullah, Fuad Shukr dan pimpinan Hamas, Ismail Haniyeh terjadi di pekan yang sama.
Baca juga: Desakan untuk Israel-Hamas Bahas Gencatan Senjata
Penjabat Menteri Luar Negeri Iran, Ali Bagheri menghadiri pertemuan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Jeddah pada 7 Agustus 2024.
Organisasi Kerjasama Islam yang berbasis di Jeddah itu mengadakan pertemuan luar biasa para menteri luar negeri pada 7 Agustus atas permintaan "Palestina dan Iran", untuk membahas perkembangan di wilayah tersebut, kata seorang pejabat OKI, di tengah ketegangan regional selama perang yang sedang berlangsung antara Israel dan gerakan Hamas Palestina di Gaza.
Dikutip dari Anadolu Agency, Iran telah mempertimbangkan untuk membatalkan rencana balas dendam kepada Israel demi tercapainya gencatan senjata di Gaza.
Jika tidak ada kesepakatan tersebut, maka Iran kemungkinan akan melakukan pembalasan ke Israel di mana semakin menekan Zionis untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Konflik Palestina vs Israel